Empat

23 3 1
                                    

Arda's POV

"Selamat pagi, Pak Gustra."

"Iya, pagi. Duduk, Da." balasnya.

"Kemana aja kamu tadi malem? Satu kantor saya buat geger karena kamu gak bisa dihubungi."

"Saya ada urusan, Pak. Maaf ya, Pak. Ada masalah apa, Pak?" tanyaku tenang.

"Tapi kamu gakpapa kan? Sampe Istri saya suruh nyari kamu juga loh."

"Baik kok, Pak. Astaga, sampe ke Bu Gustra. Saya bikin orang banyak susah ya tadi malam." ujarku dengan sedikit tawa tidak enak.

"Hmm.. Ya, ya. Kamu sudah dengar?" tanyanya.

"Tentang apa ya, Pak?"

"Pak Andre, menyalahgunakan uang dari sponsor."

"Hah?" aku terkejut. Yang semalam dikatakan Kendra, benar. Eh, skandalnya belum tentu.

"Ya... Kalau dari accounting kemarin ada missing 80 juta."

"Pemasukannya?"

"Iya.."

"Tapi kok kita gak kekurangan dana selama ini?" tanyaku.

"Bukan gitu, Nok. Itu 80 juta laporan keuangan sponsor masuk selama satu periode yang gak tau kemana."

"Oh... Kok bisa tahu pak? Kan nggak masuk." aku diam berfikir.

"Oh, Pak! Saya paham. Jadi ada pihak yang minta pertanggung jawaban gitu atas dana yang di berikan, tapi dana setelah diperiksa tidak kita terima?" aku menuangkan pikiranku sebelum beliau memasang muka kesal.

"Nah.. pinternya."

"Oh.. Trus kenapa Bapak cari saya?" tanyaku bingung.

"Karena saya mau memberi kepercayaan saya ke orang baru."

Aku menatapnya bingung.

"Selidiki, ya?"

"Baik, Pak." jawabku. Sebenarnya, aku masih bingung. Bukannya harusnya Bu Nadine yang kasih perintah?

"Saya tunggu kabarnya."

"Pak.." panggilku penuh kehati-hatian.

"Apa lagi?" jawabnya sudah mulai kesal.

"Bu Nadine sudah tau?"

"Jangan sampai dia tahu." jawabnya ketus.

"Baik, Pak." Mau banget tanya kenapa, tapi nanti aku mengacaukan suasana hatinya. Berarti kondisi Bu Nadine juga lagi kuning berkedip nih. Aduh..

"Ya sudah. Kembali ke kantor sana."

"Baik, Pak. Jam sembilan nanti, briefing pagi ya pak. Mau disiapkan teh atau kopi?" tawarku. Berusaha memperbaiki keadaan. Hehe.

"Kopi saja, gula coklat."

"Baik, Pak. Cinnamon roll atau roti pisang, Pak?"

"Saya mau pastry keju pagi ini." jawabnya.

"Siap, Pak! Sampai jumpa di briefing pagi. Saya ke kantor dulu ya, Pak." pamitku dengan sedikit tertawa.

"Kamu bisa aja ya sama orang tua!" sahut Pak Gustra dengan tawa juga.

Aku keluar dari ruangan dan menutup pintu.

"Gimana? Kamu disuruh apa? Kok ketawa-ketawa?" Kendra mengejutkanku dengan menembak banyak pertanyaan.

"Hus. Ayok balik kantor dulu aja." jawab ku.

Kita berjalam beriringan. Kendra masih sibuk menyemprotiku pertanyaan.

"Benerkan Pak Andre? Kenapa? Kamu disuruh ngapain?" tanyanya.

"Ih, Mbak. Kasih aku tahu dong!"

"Atau Bu Nadin?!" tebaknya tepat saat kita memasuki ruangan.

"Kendra!" bentakku sedikit berbisik.

"Mbak aku kasih—"

"Bu Nadin kenapa?" tanya Bu Nadine.

"Pagi, Bu. Ini, Bu. Semalam saya ketemu orang mirip sama Ibu. Trus Kendra kepo Bu Nadin beneran atau enggak," jawab ku sok tenang sambil mencubit lengan Kendra.

"Saya di rumah semalaman."

"Oh, iya Bu. Berarti benar cuman mirip.. heheh. Kami duduk ya, Bu."

"Kalian ini, ada-ada saja." katanya.

Bu Nadin memang galak. Selayaknya HRD Manager. Kendra, kicep kalau sama dia.

Aku duduk di kursiku lalu mengaktifkan komputerku. Huh. Membaca e-mail masuk. Lamaran pekerjaan yang banyak masuk di bagian Front Office dan Kitchen. Karena Pak Gustra kemarin membabat beberapa karyawan lama yang bermain belakang.

Mengunduh CV mereka dan mengamati satu persatu. Kemudian membuat rekapan kecil untuk seleksi berkas dan membuat jadwal wawancara.

Message from Joe :
Have a good day!

Aku tersenyum menatap ponsel pintarku. Laki-laki itu selalu punya cara khusus agar hari ku baik.

"Arda, gantikan saya briefing pagi ini."  perintah Bu Nadin.

"Baik, Bu." jawabku lalu memprsiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan kemudian menuju ruang rapat.

__________________

"Baik, Pak."

"Ini kamu berarti lagi sama anak-anak sales?" tanya Pak Gustra.

"Nanti disana bareng, Pak. Tapi saya bawa mobil sendiri."

"Ya, ya. Kamu nemuin humasnya langsung aja ya."

"Saya mau pendekatan ke Front Office-nya dulu, Pak."

"Ya, ya sudah. Kembalikan hak perusahaan ya."

"Baik, Pak." lalu sambungan diputuskan.

Aku memarkirkan mobil di basement hotel. Mobil Tim Sales sudah sampai terlebih dahulu. Aku menata rambut dan membenahi kaca mata, kemudian turun.

Wuih. Aku kehilangan keseimbanganku. Aku berpegangan pada pintu mobil. Nafasku tiba-tiba tidak teratur. Huh.

"Mbak, gapapa?" tanya seseorang dibalik pintu mobilku yang terbuka.

"Eh?" aku terkejut.

"Em, maaf. Tadi saya lihat Mbak mau jatuh, jadi saya kira—"

Tiba-tiba pria itu terdiam.

"Mbak yang tadi pagi bayarin tol saya ya?" tanya nya.

Lalu mata kita bertemu—tiga detik. Tapi setelah itu semua berputar dan gelap sesaat.

untitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang