Sebelas

13 2 0
                                    

WAFDA'S POV

"Bang bangun, ayok. Udah jam setengah enam!" terdengar suara bising yang menganggu telingaku dan badanku tergoncang.

"Bang Wafda bangun!!"

Aku membuka mataku. Reno? Lalu aku menatap jam dinding. 05.39

"Iya, maaf. Maaf, Ren!" ucapku lalu bergegas bangkit dari kasur.

Aduh. Terlalu cepat gerakannya. Black out.

"Hih. Pelan-pelan, Bang!" ucap Reno membantuku menyangga tembok.

"Thanks," ucapku mengusap rambutnya.

"Lima belas menit! Bang Wafda cuman butuh limabelas menit," ucapku.

"Iya, iya. Reno sarapan dulu."

Aku menyambar handuk lalu segera mandi. Aku siap dalam sepuluh menit.

Aku sedang duduk di ruang tamu dan berusaha memakai sepatu. Kunci.

"Ren, ambilin kunci dong di kamar!"

"Oke," sahutnya.

"Bang, ambil sendiri ah. Masa ambil kunci aja harus minta tolong Reno." Bunda datang lalu membenarkan dasiku.

Aku terkekeh.

"Gapapa, Bun. Sekali-sekali." jawabku.

"Iya gapapa. Biar cepet," sahut Reno lalu mencium tangan Bunda.

"Pamit ya Bun," ucapnya. Lalu Bunda mencium kening Reno.

"Iya, yang tenang ngerjain soalnya. Doa dulu," balas Bunda.

"Berangkat dulu, Bun." ucapku lalu mencium keningnya. Bunda membalasnya dengan menepuk punggunhku lalu mengusapnya.

"Hati-hati," katanya sambil mengantar kita menuju mobil.

Sampai di mobil aku memakai sabuk pengamanku dan meminta Reno juga memakainha. Setelah itu aku bergegas mengemudi menuju sekolah Reno.

"Makasih, Bang. Reno turun, ya." ucapnya lalu mencium tanganku.

"Iya. Tiati, Ren. Baik-baik di sekolah."

Reno turun lalu langsung berlari menuju gerbang.

Aku melanjutkan perjalanan menuju kantor. Jalanan pagi ini ramai sekali dan. Ah, sial. Berhenti. Stuck.

Aku memutuskan untuk masuk melewati gang kecil. Dari kejauhan, aku melihat keramaian di ujung gang. Sial. Lagi-lagi stuck. Aku harus lewat mana dong?

Aku melihat seorang supir ojek online (ya, aku mengetahuinya melalui jaket yang ia kenakan dan helm yang dipakai penumpangnya) sedang beradu dengan seseorang yang mungkin warga. Mereka dorong mendorong kemudian dipanasi oleh warga sekitar yang mungkin juga terhalang jalannya. Si penumpang yang masih memakai helm berusaha melerai. Ketika akhirnya tangan si warga menyambar kepala si penumpang, aku otomatis menghentikan mobilku. Karena juha sudah tepat di depan kerumunan warga.

Aku melihat penumpang membuka helmnya kemudian membenarkan rambutnya yang model nya tidak asing di mataku. Sial. Itu Arda.

Aku meminggirkan mobil kemudian membuka sabuk pengaman kemudian turun. Ketika aku membuka pintu mulai terdengar komentar-komentar warga.

"Lah, bapak ojeknya tiba-tiba berhenti. Makannya Pak Gio ngerem anaknya jatoh makannya."

"Iya, emang ga bener. Ngerem kok gak liat belakang!"

"Eh, bapak nya tu ngehindarin kucing lewat mbak!"

Aku menyebrangi kerumunan lalu sampai di depan ketiga orang tadi. Warga, Pak Ojek, dan Arda. Benar itu Arda. Aku berusaha tenang sampai aku melihat tangan warga tadi hendak menampar Arda.

untitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang