3. Malu

2.3K 97 4
                                    

Vira's POV

Tinggal sendiri di usiaku yang terbilang masih sangat muda, bukanlah hal yang selalu ku keluhkan.

Ayah dan Ibu memilih bercerai ketika aku masih duduk di bangku SD. Ayah pergi entah kemana, dan Ibu pergi ke Malaysia menjadi TKW. Sedangkan Aku?

Aku hidup bersama kakak pertamaku di kampung sampai SMP kelas 9. Ketika dia menikah, aku memutuskan untuk merantau ke Kota, agar aku nggak merepotkannya lagi.

Aku tinggal di Kost-an nggak jauh dari sekolah, supaya menghemat biaya transportasi. Sebenernya lebih tepat sebuah rumah besar dengan banyak kamar yang disewakan, kamar mandi masing-masing di dalam, dan di setiap lantai ada 1 dapur di pojok.

Kamarku berada di lantai 2. Nggak kebayang betapa sakitnya betis ku tiap hari naik turun tangga di sekolah dan di Kost-an. Kasihan betisku:(

"My lovely kasur. Im coming,babe!"

Baru aja aku mau membuka pintu, hpku bergetar notif line masuk.

Kutil Tokek

Dede: para kutil, jan lupa bsk ulangan kimia. belajar goblok!

Vira: anjrit w aja baru nyampe dpn pintu kostan

Niko: nyontek aja lah

Rianti: pale lu bau soto. ama bu Wati mana bisa nyontek

Niko: anjrit anjrit anjrit baru inget w

Vira: w mo ke perpus dpn pom bensin. mo ikut g?

Niko: ngapain ke perpus?

Vira: maen congklak

Dede: ngakak

Vira: ya belajarlah kutil!

Sinta: g tq.

Niko: tq next.

Rianti: ogah.

Vira: kutil! Read by 4

Ini pantat aku aja belum menyentuh kasur, tapi mau bagaimana lagi. Besok ulangan kimia dan bu Wati nggak akan biarin muridnya nyontek.

Setelah ganti baju, aku langsung menuju perpustakaan daerah. Kesana hanya butuh 1 kali naik Bus.

Aku memilih perpustakaan bukan karena aku anak rajin, disini ACnya banyak jadi sekalian buat ngadem. Hitung-hitung hemat listrik di kost-an karena nggak ngidupin kipas angin. Aku cerdas ya,'kan?

Duduk dibilik paling belakang, pasang earphone di telinga, dan ngeplay lagu-lagu Aesthetic seperti lagunya Wun Two•Penthouse–Again.

Mencoba untuk memahami materi Polimer, dan udah 15 menit aku nggak ngerti-ngerti juga. Ini aku nya emang nggak berbakat belajar atau materi di buku nya yang kurang lengkap?

Mungkin baca buku lain tentang polimer bakalan buat aku ngerti. Semoga.

Aku menyusuri rak buku berplang KIMIA, kemudian menemukan materi Polimer. Niatku ingin mengambil buku, tapi nggak ada ujan, nggak ada angin, buku di satu deret rak itu jatuh semua.

Apes banget sih! Ceroboh mulu dah gue.

Sepasang mata menatapku. Sang pemilik mata berdiri di hadapanku, jarak kami terpisah oleh rak buku.

Kacamata yang dikenakannya nggak asing bagiku, begitu juga bentuk alis dan gaya rambutnya.

Si Ketos?!

Luar biasa apes! ketemu si curut satu ini lagi.

"Apa lo liat-liat gue?" tanyaku ngegas.

Dia menaikan alisnya sebelah, dan menatapku datar tanpa ekspresi.

"Daripada lo angong gitu, mending nih bantuin beresin buku yang jatoh."

Dia masih diam.

"Ini pasti karena lo juga kan?"

Dia masih diam.

"Kan lo juga ada disitu,"

Dia masih diam juga.

"Ngomong sama batu!"

Baek baek lo, gue tampol bentar lagi nih.

Dia berjalan ke arahku,

Nah gitu dong,

Dan ternyata lewat begitu aja di depanku.

Maen-maen nih orang!

Reflek buku yang ada di genggamanku, langsung ku layangkan ke arah dia.

Bruk,

Tepat sasaran. Head shot.

Dia berbalik, "Cewek bar bar,"

Aku mengambil buku hendak melayangkan lagi ke dia, tapi tiba-tiba dia lebih cepat menahan pergelangan tanganku.

Dia mendorong pelan tubuhku hingga punggungku menyentuh rak buku. Tangan kanannya menahan pergelangan tangan kiriku, dan tangan kirinya berada di sampingku.

Aku terkunci.

"Berani?"

"Lo kira gue takut?"

Dia pikir nyaliku akan ciut? Oh tidak semudah itu ferguso.

Cetak,

Ku benturkan dahiku ke hidungnya.

"Aduh," dia mengaduh pelan kemudian kepalanya ditundukkan.

Aku masih belum bisa bergerak, karena tanganku belum dilepas.

Ketika aku menunduk, ku lihat darah ada di lantai.

Rey meringis kesakitan.

Nah loh, napa nih curut?

Dia menengadahkan kepalanya. Barulah aku melihat darah keluar dari hidungnya.

Panik.

Dengan cepat aku mengelap hidungnya dengan ujung bajuku. Biar gini juga aku punya hati, nggak tega lihat dia berdarah.

Dia cuma diam.

Darahnya belum berhenti juga. Ku naikkan sedikit ujung bajuku, untuk sedikit menyumpal hidungnya. Alhasil darahnya menyerap di ujung bajuku.

Tiba-tiba dia melongo melihat ke bawah, kemudian mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Perut kamu keliatan,"

"Perut?" aku membeo, lalu melihat ke bawah juga.

"Nggak usah diliat!" ucapku ngegas.

"Nggak sengaja," balasnya santai.

Sialan! Menang banyak dia!

"Nyari kesempatan!"

"Iya."

"Huh?"

"Bra kamu warna hitam."

SIALAN! AKU MALUUUUU...

•••

A/n : Cerita saya memang ngebosenin abis. Banyak typo. Kurang panjang. Acak-acakan. Maklumlah saya masih belajar. Tapi cerita ini MURNI hasil pemikiran saya sendiri, jadi maaf bila ada kesamaan tokoh atau tempat dan tolong jangan Mengcopy cerita saya tanpa persetujuan saya. Terimakasih😊

[Saya sangat butuh kritik dan saran kalian, don't be silent readers guys!]

-Yo

My Cool KetOsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang