MDP 6

154 48 32
                                    

.
.
.
.
.
Kalender Vogue bergambar Priyanka Copra sedang dalam pose tertawa lebar dengan rambut mencuat ke segala arah mengatakan ini adalah hari minggu ketiga di bulan Februari.
Sanjana yang masih tidak percaya berjalan lebih dekat ke dinding dan melotot senang saat kenyataan itu tetap saja tak berubah sedikit pun.

"Surat itu datang lagi, surat itu datang lagi." Kesenangan itu digambarkan dengan dirinya yang melompat-lompat gembira di atas ranjang. Meskipun tahu deritan per sudah memperingatkannya bila ini adalah hal biasa bagi seorang artis figuran yang karirnya mulai menanjak naik di kancah entertainment dunia keartisan, ia seolah tak peduli dan tak pernah bosan untuk melakukannya lagi dan lagi.

Di dalam laci almarinya yang sangat terjaga keamanannya itu, Sanjana menyimpan berlembar-lembar kertas surat beserta amplop demi untuk membuatnya tak mudah rusak juga untuk menjaga kesterilan seperti saat pertama kali Sanjana terima. Sebuah surat spesial dengan rangkaian kata-kata indah bak seorang pujangga--yang datang di tiap bulan pada minggu ketiga--telah membuatnya sangat merasa dihargai hingga selalu menunggu-nunggu surat itu datang melebihi menunggu pakaian baru tiba.

Ia tak habis pikir ada apa dengan surat itu, mulanya, surat itu datang seperti surat-surat penggemar yang lain--penuh dengan kata sanjungan juga penuh dengan kata-kata pujian. Tapi, kegigihan surat dengan pengirim yang sama dan gaya bahasa yang sama membuat Sanjana benar-benar merasa menerima sebuah cinta yang begitu dalam.

Di dalam surat itu, tak pernah ada kalimat ungkapan 'aku mencintaimu karena ... aku menyukaimu sejak ... aku ingin hidup denganmu untuk ... aku berjanji akan melakukan apapun bila kau ...' tapi sebuah kalimat seakan-akan pengirim itu telah mengenalnya lama dan tahu seperti apa yang saat itu ia rasakan.

Di mulai dari surat yang ketiga, waktu itu ulang tahun kedua orang tuanya akan segera tiba dan ia sedang dalam kebingungan lantaran tak memiliki ide apapun untuk memberikan orang tuanya hadiah. Surat itu selalu datang di hari yang aneh di mana petugas pos selalu saja libur tapi tak pernah telat untuk meletakkan amplop bergambar hati di dalam kotak surat di depan rumah.

Bulan berikutnya, surat itu datang lagi untuk menghiburnya yang sedang bersedih lantaran anjing kesayangannya mati keracunan hingga ia terdorong untuk melakukan pemakaman layak dan belajar untuk merelakan sesuatu yang telah pergi.

Sanjana begitu yakin tak pernah begitu saja mengumbar kehidupan pribadinya melalui akun media sosial atau curhat melalui akun gosip manapun sesuatu yang sedang ia rasakan. Bahkan Muni juga saudaranya yang lain tak akan bisa mengerti dirinya dengan mudah. Hanya surat itu yang bisa mengerti dirinya. Sanjana meyakinkan diri.

Ia kini sedang mulai memantau situasi dari tirai jendelanya ke arah gerbang rumahnya dengan dua orang petugas keamanan sedang berjaga. Tak ingin ketahuan anggota keluarga lain atau ia akan menerima pertanyaan-pertanyaan tak penting membuatnya harus ekstra hati-hati mengambil surat itu dari kotak pos depan rumah.

Sanjana merasa aman, hingga ia membuka pintu melewati lorong juga pintu-pintu kamar lain dengan mengendap-endap. Kemarin, ia sudah mendengar bila kini Paman Lalit dan Bibi Shagun sudah ingin kembali ke ibu kota untuk mengecek perusahaan di sana, itu memberinya peluang lebih leluasa karena yakin bila ayahnya juga Rohan pasti sedang mengantar mereka ke bandara. Kini tinggal ibu, saudara dan tamunya yang tertinggal.

Dirasa keadaan masih sepi pada area ruang tamu, Sanjana tak menunggu waktu lagi untuk berlari menuruni tangga menuju pintu utama.

"Suratku... suratku... tunggu aku."

Inilah sisi buruknya memiliki halaman rumah yang sungguh-sungguh luas, memerlukan waktu dan tenaga lebih hingga mungkin akan membuatnya dicuragi seseorang dari dalam rumah karena berlari kesetanan tanpa adanya alasan pasti.

Mera Dil Premee ✓ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang