MDP 23

100 13 11
                                    

.
.
.
.
.
Sanjana mencoba mengerjap, namun sungguh berat. Begitu ingin mencari tahu apa-apa yang ada dibalik keburaman itu. Kehangatan di area kaki hingga dadanya bisa ia terima, selimut bercorak Leopard melakukan tugasnya dengan baik. Ia mencoba ingin terlelap lagi, tapi sentuhan di kepalanya datang lagi. Apapun itu, bisakah ia bertanya pada pikirannya sendiri? Ia sedang terjaga juga sedang lelah. Nampaknya, situasi antara sadar dan tidak sadar membuat otot tubuhnya enggan bekerja sama untuk bangkit mencari tahu.

'oh, itu mungkin saja Munni,' putusnya. Sama sekali tak ada niatan berpikir lebih jauh.

Sanjana bahkan memutuskan bergerak sedikit mencari tempat ternyaman untuk merebahkan kepala di sisi yang lain. Bahkan meskipun matanya sedang tertutup, nalurinya mengatakan bila kini ia sedang diawasi.

Tenaganya terlalu diforsir habis, kegiatan syuting tadi hampir-hampir membuat ia tumbang. Setelah cuti berhari-hari, ia harus menebus ketertinggalan dengan langsung mengambil beberapa scene dalam dua hari penuh ia kembali mengikuti syuting. Sudah bisa dipastikan ini akan sangat berat, tapi mau bagaimana ini sudah ia setujui dalam kontrak.

Secara samar-samar, ia masih ingat melakukan adegan lari sejauh satu kilometer, itu pun diulang tiga kali adegan. Sekumpulan bandit mengejarnya untuk menagih hutang keluarga yang telah jatuh tempo. Ia juga masih sangat ingat melakukan adegan jatuh ke kolam renang dalam acara lari-lariannya itu. Hingga Neeraj memutuskan semua itu sempurna adalah waktu makan malam saat semua orang sedang senang-senangnya merayakan malam Minggu di negara besar. Ah, Sanjana tidak mengambil pusing. Ia lebih memilih langsung menikmati jatah makan malam yang telah disiapkan oleh Munni dan langsung tidur cepat.

Ia manusia biasa, bukan Catwoman dengan kelincahan luar biasa atau Charles Angels yang telah terlatih untuk tidak pernah lelah, otot-otot kakinya terasa sedang ditarik-tarik, serta tulang-tulangnya terasa sangat berat untuk sekedar berguling di ranjang. Yah, dia memang telah sadar bila sedang kelelahan berat. Yang ia butuhkan adalah istirahat total, tidak peduli apa pun lalu esok hari bisa kembali berteriak lepas.

Ada suara gumaman yang tertangkap, seperti melodi pengantar tidur pembawa ketenangan. Sanubarinya bisa-bisa bereaksi meledak-ledak, denyut jantungnya ia yakin sedang berdesir hebat. Tetapi, lagi-lagi saat ia akan membuka mata, sentuhan lembut di kepalanya yang berulang-ulang membuatnya tidak bisa bangkit.

Sanjana seolah kembali ke masa lalu. Dulu, ketika masih duduk di taman kanak-kanak sang ibu memarahinya lantaran ia adu mulut dengan seorang teman. Karena ia menolak berdamai, ia dimarahi habis-habisan sampai menangis keras sembari berlari mencari ayahnya di sekeliling rumah. Lalu, sentuhan penuh kasih sayang sang ayah di rambutnya mampu membuat ia berhenti menangis dan berangsur-angsur tenang.

Sentuhan itu, sama seperti saat ini. Ia menjadi terlena, pelan-pelan kembali dalam dunia mimpi. Hangat, tenang, nyaman. Sanjana bertaruh siapapun yang melakukan ini padanya adalah seseorang yang juga sangat berharga baginya.

                                 *   *   *

Itu pagi yang membingungkan, Sanjana perlahan-lahan membuka mata tapi belum memutuskan untuk bangkit dari ranjang. Ia khawatir menatap cahaya matahari dibiarkan menunggu lama dibalik tirai jendela yang masih tertutup. Padahal, ini sudah hampir waktunya lunch dan Munni tak pernah melakukan ini bahkan sampai tidak membangunkannya tepat saat sarapan.

Telinganya menangkap bunyi yang tidak biasa terdengar di kamar mandi, sebuah mesin meraung-raung tapi tidak cukup keras untuk digunakan merusak apapun. Dan lagi, suara kran air yang baru saja dibuka itu, Sanjana meyakini ia tidak lagi jatuh dalam mimpi.

Sanjana tergerak untuk menyingkap selimut, lalu menuruni ranjang dengan gerakan pelan. Hawa dingin keramik menimbulkan sengatan merinding pada seluruh tubuh. Ia berdehem pelan, melirik pada apapun benda di sekeliling yang bisa digunakan untuk menyerang--kalau-kalau dibalik kamar mandi itu bukan sahabat seperjuangannya selama ini .

Mera Dil Premee ✓ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang