🎹Hari sabtu dan sekolah mereka libur. Ino menepati janjinya pada Eve untuk menjenguk seseorang. Seseorang yang keluarga mereka kangeni.
Keduanya berdiri dalam diam,memandangi nisan didepan mereka. Eve naruh bunga krisan putih di depan nisan tersebut.
"Hai....Kak." sapa Eve pada orang yang namanya terukir di depan nisan tersebut.
Beristirahat dengan tenang anak tercinta
Cristhoper Adam Saka
"Kami semua kangen sama kaka. Maaf yah jarang dijengukin. Lagi sibuk sekolah." Diikuti tawa yang sarat kesedihan.
Ino yang berdiri disebelahnya meliriknya perlahan. Demi Tuhan, melihat ekspresi sedih diwajah kembarannya itu sangat menyiksa. Ia tidak suka itu. Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas dikepalanya.
"Sibuk sekolah apaan?? Jangan percaya kak! Dia sibuk pacaran sekarang. Udah berani dia kak,pacaran mulu kerjanya"
Terkadang Eve selalu bertanya-tanya,kakaknya ini terbuat dari apa sih? punya kepekaan gak sih?? Penghancur suasana banget!
"Kak kita ini lagi sedih. Gak usah ngajak berantem deh." Ujar Eve jengah.
"Lah malah ngegas dia"
"Aku nggak ngegas ka. Emang kaka nya aja yang salah. Kita di kuburan, sepi waktunya sedih-sedih. Jadi peka dikit dong ka!!"
"Tapi aku gak mau liat kamu sedih."
Bisa gak sih baper ama kembaran sendiri? Kalau dia kayak ginikan Eve jadi---
"Gak kuat aku,mau muntah mukanya tolong dikondisikan. Jelek banget soalnya"
----Marah banget sama dia!!!!! Kesel tingkat dewa. Jadi dengan kesadaran penuh, Eve menjambak rambut kakaknya di depan makam saudara mereka, melupakan tujuan utama mereka kesini yang katanya ingin melepas rindu.
Sepulang dari makam Adam,Eve diturunkan oleh Ino didepan kedai eskrim. Katanya Erik mau traktir eskrim.
"Traktir apa kencan nih?"
"Traktir ka"
"Iya. Kencan berbalut traktiran."
"Udah dibilangin ini Erik mau traktir aku. Udah janjian juga."
"Eleh eleh....aku juga tahu kok itu dia neraktir kamu. Tapi bisa bayangin gak cowok cewek makan eskrim berdua. Dikira kalian pacaran."
"Kami gak pacaran kak. Kami sahabatan."
"Serah deh serah. Turun dah,ribet omong sama kamu."
"Ini juga mau turun. Lebih ribet kakaknya daripada aku. Omongnya nyolot."
"Wah gak nyadar diri. Udah cepat turun sana. Lama banget."
Dengan perasaan kesal ia turun dari mobil Ino menuju kedai Eskrim tempat janjian.
Dia masuk dan mendapati punggung Erik sedang menunggunya.
Ia berjalan perlahan dibelakang cowok itu, hendak mengagetkan tapi yang terjadi malah justru dia yang kaget. Karena Erik tiba-tiba berbalik dan meneriakan BOO!
Mereka tertawa menyadari kekonyolan sendiri. Eve lalu duduk di depan Erik dengan Erik yang tersenyum padanya.
"Kenapa bisa tahu itu aku?"
Erik terlihat berpikir sebelum menjawab "Feeling?"
"Feeling?"
"Yap aku emang punya Feeling yang kuat banget sama kamu."
"Kenapa?"
"Karena.....aku sayang kamu" keduanya terdiam.
"Sebagai sahabat." Buru-buru Erik menyambung.
Keduanya terdiam lagi. Senyum diwajah Eve perlahan hilang tapi gadis itu kembali tersenyum walau tidak sampai mata. Kata sahabat selalu berada diantara mereka.
"Ahh sahabat. Iya. Kamu benar. "
"Aku pesan eskrimnya dulu."
Alasan Erik pergi memesan eskrim sebenarnya juga karena dia tidak sanggup melihat wajah sedih milik Eve di depannya.
Dia tidak akan kuat, sungguh. Yang ada malah nanti dia memeluk gadis itu dan mengatakan perasaannya yang sebenarnya pada Eve.
Demi Tuhan, Erik bahkan takut pada dirinya sendiri. Rasa posesif ini benar-benar membuat dia hampir gila. Dan dia tidak ingin gadis itu terluka karena dirinya.
Jadi lebih baik pertahankan hubungan persahabatan ini. Saat tiba waktunya, jadikan dia milikmu tapi sebelum itu pastikan tidak ada pria lain disekitarnya. Itu yang selalu dipikirkan Erik.
Ia kembali ke meja mereka dengan eskrim rasa vanila dan kopi di kedua tangannya.
Saat mendapati wajah bahagia Eve,cowok itu langsung memberikan eskrim rasa kopi padanya. Sedang untuknya sendiri yang rasa vanila.
"Kayaknya kalau mau menjenguk makam seseorang yang disayang,apalagi udah lama gak di jenguk biasanya pada sedih. Nangis-nangis gitu. Tapi kamu malah senyam-senyum. Gak keliatan jejak airmata juga." Tanya Erik dan mulai makan eskrim miliknya.
"Nah itu dia" kata Eve sambil menunjuk Erik seolah membenarkan ucapan cowok itu.
"Gimana mau sedih,kami berdua malah berantem tadi. Katanya aku gak boleh sedih. Muka aku jelek banget nanti. Yaudah aku jambak aja rambutnya."
Erik menanggapi dengan tawanya. Rasanya aneh mendengar kembaran itu bertengkar di tempat khusus orang meninggal.
"Kamu nggak kesurupan 'kan?" Masih dengan tawa kecil Erik bertanya.
"Yah enggaklah. Mungkin bukan aku yang kesurupan. Kakak tuh pasti kemasukan iblis jahat. Harus dibasmi itu iblis."
Tawa Erik makin kencang. Mendengar Eve yang merajuk dan memarahi kakaknya itu benar-benar membuat dirinya bahagia.
"Justru karena dia gak mau liat kamu nangis,dia malah buat kamu marah ama dia. Kamu masih ingatkan.. gimana Ino dulu."
"Dia sayang sama kamu. Karena itu dia gak mau kamu sedih dan merasa bersalah. Seperti dulu."
Eve terdiam mendengar ucapan Erik. Cowok itu benar,Ino menyayangi dirinya dengan cara yang berbeda. Ino tidak ingin Eve kembali seperti dulu. Tidak punya semangat hidup. Jadi dengan dengan cara selalu mengganggu Eve, Ino punya cara mengalihkan perhatian Eve pada hal yang membuatnya sedih.
"Dasar Ino menyebalkan!"
Erik hanya menggeleng kepala sambil terkekeh kecil. Bingung akan sikap Eve seperti ini. Bilang kesal,tapi sebenarnya sayang. Lalu sebuah suara dikepalanya seakan berkata pada Erik dan membuat ia terdiam seketika.
Bilang sahabat, tapi sebenarnya cinta.
🎹
KAMU SEDANG MEMBACA
DOUBLE E
Teen FictionHanya satu kalimat sederhana yang mengatakan aku membutuhkanmu. Diiringi denting piano ini,perasaan yang ingin kukatakan padamu. Je te veux. I want you