🎹
Hari sabtu merupakan jadwal Eve terapi. Dan ia sedang mengalami hal yang paling mendebarkan sedunia. Bahkan saat ia memainkan lagu Moonlight karya Beethoven saja tidak semendebarkan ini.
Ia berada diatas motor Erik yang dikendarai oleh cowok itu dan sedang memeluk cowok itu dari belakang!
Ok...ok... Ini sebenarnya hal biasa,tapi karena kemarin ia mendapat informasi tak terduga dari kembarannya,maka hal seperti ini terasa sangat canggung dan sekaligus mendebarkan.
Masih jelas diingatannya jawaban Ino untuknya. Bahkan kembarannya sendiri sadar!
Sepulang sekolah dua hari lalu,ia mencoba bersikap biasa saja pada Erik. Bahkan menganggap hal itu bukan apa-apa baginya. Erik juga kelihatan biasa saja. Dan itu buat Eve bimbang.
Lalu entah Setan apa yang menghasutnya, ia lalu mengatakan kegundahannya pada Ino kembarannya. Lalu jawaban Ino ini membuat ia makin mati kutu jika berhadapan dengan Erik.
"Baru nyadar kamu kalau dia suka dan sayang ama kamu?"
Jawaban yang paling....sebenarnya ia harapkan. Tapi situasi yang akan tercipta karena dirinya yang tidak ia sukai. Dia tidak bisa mengontrol sikapnya didepan cowok itu.
Kalian pasti akan mengerti kalau diposisi Eve. Dia belum pernah berpacaran dan untuk pertama kalinya orang yang ia sukai juga menyukainya.
Lalu ibunya malah meminta bantuan Erik mengantar Eve kerumah sakit untuk terapinya dan disanggupi cowok itu. Dan yang lebih membuatnya syok adalah Erik tidak mengendarai mobilnya seperti biasa tapi motor.
Rasanya ada niat modus gitu.
Dengan kaus warna putih yang dibalut jaket kulit coklat ditambah jeans hitam dan sneakers putih, membuat cowok itu terlihat berkilau dimata Eve. Apalagi dengan rambut berantakan miliknya.
Eve kadang bertanya,ini malaikat atau manusia? Indah banget.
Eve sendiri hanya mengenakan kaos merah milik Ino dengan hoodie hijau miliknya dan celana jeans biru muda dengan sedikit putih plus sneakers. Rambutnya ia gerai saja tanpa aksesoris apapun. Hmm ngomong-ngomong sneakers itu,couple loh. Mereka membelinya saat natal tahun lalu.
Sesampainya dirumah sakit, Eve segera turun dari motor Erik dan membuka helmnya lalu menyerahkannya pada Erik. Ia menyisir rambutnya dengan jemarinya tapi aktifitasnya terhenti saat tangan Erik menggantikannya dalam merapikan rambut.
Sialan jantung! Lo mah bikin gue mati disini?!
Eve terus merutuki jantungnya yang berdetak tak karuan. Ia takut jika Erik akan mendengar detak jantungnya ini.
"Udah rapi. Ayo" Erik lalu membawanya masuk sambil menggandeng tangannya lembut.
🎹
Hari ini hanya melakukan chek-up saja dan sedikit terapi untuk melatih otot jarinya masih kaku disaat tertentu.
Eve sendirian diruangan dokter ini karena Erik memiliki urusan yang harus ia selesaikan dulu.
"Kau terlihat lebih baik daripada terakhir kali. Sepertinya kau sedang bahagia." Kata dokter yang membantunya itu. Eve hanya tersenyum menanggapinya.
"Dulu kau mati-matian tidak mau terapi dan terus menangis. Lalu akhirnya menghilang dan sekarang kau disini untuk melakukan kembali terapi. Ada apa? Aku penasaran pasti ada sesuatu yang membuatmu kembali kesini." Dokter itu memberika segelas coklat hangat pada Eve yang duduk di sofa. Kemudian ia ikut duduk di depan Eve,dengan membawa berkas.
"Hanya seseorang."
"Wah...apa dia orang yang sama yang membuatmu terlihat bahagia?"
Eve tertawa mendengar pertanyaan doktet wanita ini. "Apa itu terlihat jelas?"
"Tentu saja. Kau lebih hidup dan penuh motivasi."
"Dia ingin melihatku bermain piano lagi." Satu pernyataan dari Eve membuat dokter muda tersebut diam. Hal ini disadari Eve.
"Ada apa?" Tapi pertanyaan Eve dijawab pertanyaan lagi oleh Dokter itu.
"Kau suka sekali piano yah?"
"Aku suka sekali piano dan aku ingin menjadi pianis terkenal seperti kakak. Anda tahu Cristhoper Adam? Dia kakakku" ucap Eve penuh bangga. Dokter itu tersenyum dengan lembut pada Eve.
"Kau harus menjaga tulangmu Evelyne."
"Tentu saja. Ini terakhir kalinya aku melukai tanganku." Ujar Eve sambil mengatupkan kedua tangannya kedada.
"Tapi Evelyne, aku membaca laporanmu ini, kau harus menjaga tanganmu. Jika tidak dia tidak akan bisa digerakan lagi."
"Apa maksud dokter?"
"Cedera yang kau alami pada jarimu sangat parah Eve,bahkan syarafmu putus dan tulang jarimu retak."
"Ditambah lagi kau absen dalam terapi selama beberapa bulan dan jarang chek kesehatanmu. Seharusnya kau yang paling tahu soal ini bukan? Bahwa itu akan berakibat buruk untukmu."
Eve terdiam mencerna perkataan dokter didepannya. "Apa maksudmu?"
"Apa kau ingin bilang,aku tidak bisa memainkan piano lagi?!"
"Kau masih bisa bermain. Tapi kau harus lebih berhati-hati. Kondisi jari-jarimu sekarang dalam keadaan yang rentan. Bukankah kau sendiri yang bilang kalau tanganmu kadang gemetar dengan sendirinya dan juga kram tiba-tiba. Aku rasa ada masalah dengan sarafmu."
"Lalu jika kau memaksakan dirimu Evelyne, kau harus siap tidak bermain piano lagi. Jadi aku sarankan segala aktifitas yang memberatkan jarimu harus kau kurangi."
Eve masih terdiam,mencerna perkataan dokter wanita didepannya.
"Apa ini salahku? Karena menghentikan terapi?" Dokter itu terdiam nendengar pertanyaan Eve. Ia tahu pertanyaan itu ditujukan bukan untuknya tapi untuk gadis itu sendiri.
"Ini bukan salahmu. Aku mengerti perasaanmu waktu itu. Bangun dari koma dan mendapati kakakmu meninggal juga kedua tanganmu yang tidak bisa digerakan. Kau merasa kau tidak punya mimpi lagi makanya kau berhenti terapi. Kau berpikir buat apa melakukakan hal yang sia-sia kalau kau saja tidak bisa lagi bermain piano."
"Anda benar."
"Tapi Eve, sekalipun kau melakukan terapi,tetap saja kau tidak bisa sembarangan lagi memainkan piano. Terapi yang dilakukan ini hanya untuk melenturkan kembali otot-ototmu pasca koma dan melenturkan kembali jarimu. Tidak ada jaminan bahwa kau bisa dapat bermain lagi."
"Bukan maksudku untuk melarangmu Eve. Kau masih bisa bermain,hanya saja harus lebih berhati-hati. Dan memperhatikan kondisimu."
"Aku...tidak akan bisa...menjadi seorang pianis terkenal? Aku tidak bisa....mengelilingi dunia untuk tur? Aku tidak bisa mengadakan resital piani?!" Jemari dan suara Eve sekarang bergetar.
"Sayangnya.... Iya."
Lalu....bagaimana dengan impiannya? Keinginan kakaknya? Keinginan keluarganya? Dan....permintaan Erik?
Ini salahnya...
Semua salahnya...
Jika saja waktu itu dia tidak memaksa kakaknya untuk melihatnya mengendarai mobil, jika saja waktu itu ia......
Tapi semuanya sudah terlambat.
Pikiran itu kembali menghantuinya. Semuanya sudah terlambat. Apa yang harus ia lakukan?
.
🎹
KAMU SEDANG MEMBACA
DOUBLE E
Teen FictionHanya satu kalimat sederhana yang mengatakan aku membutuhkanmu. Diiringi denting piano ini,perasaan yang ingin kukatakan padamu. Je te veux. I want you