🎹
"Rik,kalau soal yang ini gimana?" Eve mengangsurkan kertas cakarnya kepada Erik yang duduk disampingnya.
Erik menaruh buku yang ia baca dan meraih kertas Eve. Dilihatnya soal tersebut lalu dijelaskan secara mudah pada Eve. Saat gadis itu mengerti dan mulai mengerjakan soalnya kembali, Erik tidak lagi membaca bukunya.
Ia menyangga kepalanya dimeja menggunakan tangan kirinya sambil mengamati bagaimana wajah serius Eve yang mempesona baginya.
Sesekali keningnya berkerut saat ada soal yang sukar dipecahkan,atau bibirnya yang mengerucut dengan lucu itu. Jantungnya makin berdebar dengan kencang saat ini.
Gadis itu adalah dunianya sekarang.
Ia tidak tahu sejak kapan jantungnya berdebar tidak normal jika didekat Eve. Dulu hanya pertemuan-pertemuan tidak sengaja,lalu ia mulai tertarik dan ingin menjadikan Eve temannya.
Lalu sekarang saat sudah menjadi sahabatnya, yang Erik inginkan adalah memiliki gadis itu untuknya seorang. Terdengar egois memang,tapi dia tidak peduli.
Dielusnya rambut Eve dengan sayang dan gadis itu menatapnya seolah bertanya. Ia hanya menggelengkan kepalanya berkata tidak ada dan gadis itu kembali menekuni soal didepannya.
"Woi gak liat apa disini ada yang jomblo?"
Celetukan yang mengagetkan keduanya itu berasal dari Ino. Cowok itu duduk di sofa depan mereka dan sedang memainkan game di ponselnya.
Sebenarnya ia sudah memperhatikan tingkah Erik sedari tadi. Bagaimana cara Erik yang selalu memperhatikan Eve dan caranya dalam memandang adiknya itu. Jika ini Anime, mungkin saja mata Erik itu bergambar love saat melihat Eve.
"Makanya cari pacar. Si Tania itu,kan naksir lo. Pacarin aja dia." Saran dari Erik itu membuat ia bergidik. Pacaran dengan Tania? Yang ada dia tuli lama-lama karena mendengar suara cempreng Tania itu.
"Sama Karin aja kak. Dia temen aku, dia kayaknya naksir kakak deh." Sekarang malah Eve yang bicara.
"Anaknya cantik kok ka. Pintar lagi. Dia juga baik." Lanjut Eve.
"Hmm teman sebangku kamu?"
"Iya. Menurut kamu gimana? Cocok kan sama Ino?"
"Cocok sih...Tapi menurut aku Sarah dari kelas Bahasa itu cocok sama Ino."
"Sarah yang mana?"
"Sarah Bahasa itu loh. Yang ikut lomba debat itu."
"Oh bilangin. Nama Sarah anak bahasa itu banyak."
"Hmm....si April juga katanya lagi coba-coba dekatin Ino. Kamu setuju gak?"
"Kamu tahu banyak nama cewek yah?"
"Anak kelas kami ribut." Eve hanya menganggukan kepala bertanda paham.
Lalu kedua orang didepannya ini mulai sibuk membicarakan anak perempuan disekolah mereka yang cocok jadi pacar Ino. Ino hanya memandang keduanya datar.
"Sebelum ngomongin siapa yang jadi pacar aku. Sebaiknya kalian cari pacar dulu." Ucapan Ino menginstrupsi keduanya. Lalu jawaban yang tak disangka-sangka oleh Erik maupun Ino,keluar dari bibir manis Eve.
"Pacar aku 'kan Erik."
Sontak semuanya terdiam. Ino bahkan menjatuhkan hpnya, terlalu kaget mendengar jawaban dari Eve.
Erik disebelahnya juga tak bisa menutupi kekagetannya.
Dia....seriuskan?
Menyadari ekspresi terkejut dari Erik dan Ino, Eve hanya mengerutkan dahi.
"Kalian kenapa? Ada yang salah?" Tanyanya bingung.
"Kamu......serius?" Disebelahnya Erik bertanya pelan. Gadis itu masih saja memandang bingung kearah Erik. Dilihatnya pipi cowok itu memerah.
"Erik kamu sakit? Wajahmu memerah." Katanya khawatir.
"Eh bekicot,dia sakit karena kamu." Ino berkata sambil melempar stick eskrim yang dimakannya tadi.
"Emangnya aku kenapa?" Kedua cowok itu memiliki pemikiran berbeda saat melihat Eve yang bingung. Ino yang ingin mengatur ulang otak adiknya saking bodohnya Eve. Sedang cowok yang duduk disampingnya, menatapnya dengan perasaan bahagia yang membuncah. Rasanya ia ingin mencium gadis ini disini saat ini juga. Bolehkah?
"Ih nih ubur-ubur, kamu sama Erik udah pacaran?." Ino benar-benar akan membuang semua koleksi piringan hitam gadis ini kalau masih aja bolot.
Mendengar pertanyaan kembarannya itu, wajah Eve langsung memerah. Dia lalu menjawab pertanyaan kakaknya dengan gugup.
"Gak kok. Kami sahabat!"
"Lalu kenapa kau bilang kalau Erik adalah pacarmu?! Jangan asal ngaku kalau tidak benar! Kau lihat wajah anak itu sudah memerah! Kau harus tanggung jawab kalau anak orang baper!!"
Perkataan Ino membuat Eve menolehkan wajahnya memandang Erik yang masih menatapnya. Plus dengan wajah memerah dan senyum malu. Rasanya Ino ingin memaki wajah malu-malu milik Erik.
Sontak saja wajah Eve juga dirambati warna merah hingga ketelinga saat ia mengingat perkataan bodohnya itu.
Dasar mulut!
Dengan cepat gadis beranjak dan menaiki tangga, memasuki kamarnya. Detuman kencang pintu yang dibanting membuat Ino mengelus dadanya berulang kali.
"Dia Bolt yah?" Ino mencoba bercanda pada Erik. Tapi saat dilihatnya wajah cowok itu yang sama seperti tadi, wajahnya berubah datar.
"Sekarang udah tahu kan? Tinggal dari lo aja yang maju."
"Iya."
Lalu ada jeda yang panjang terjadi sebelum Erik melanjutkan ucapannya. "Gue masih gak percaya dia....." Erik menggantung ucapannya. Senyum diwajahnya tak lepas sedari tadi.
"Dia pinter banget nyembunyiin perasaannya. Lo juga tahu pasti. Tapi bisa-bisanya dia suka sama lo. Gak rela gue." Kata Ino membuat Erik menyeringai padanya.
"Pesona gue emang sekuat itu." Ino bergidik ngeri melihat Erik yang menyeringai padanya dan berkata seperti itu.
"Kalau Eve tahu sifat lo yang satu ini, dia pasti jauhin lo." Ino memberinya peringatan.
"Tenang aja. Sebelum dia tahu, gue udah jadiin dia milik gue seutuhnya."
Ino hanya menggeleng kepala melihat Erik. Ia tahu seperti apa sifat sebenarnya sahabatnya itu.
"Atur bukunya itu bawa keatas. Ngomongnya baik-baik sama adek gue. Jangan bikin dia takut ama lo."
"Gue emang selalu ngomong baik-baik kalau ama Eve." Katanya sambil memberesakan buku-buku milik Eve sebelum melanjutkan. "Hanya dia yang bisa ngontrol gue."
Setelah selesai memberesakan, Erik naik keatas meninggalkan Ino yang masih setia memandang punggung tegap cowok itu.
"Wuih serem banget." Ino menyandarkan punggungnya di sofa dan menghela nafas lelah. Pikirannya berkelana,memikirkan kedua orang itu. Apa yang terjadi pada Erik,jika adiknya tahu seperti apa cowok itu sebenarnya.
"Semoga hanya dia yang bisa."
🎹
KAMU SEDANG MEMBACA
DOUBLE E
Teen FictionHanya satu kalimat sederhana yang mengatakan aku membutuhkanmu. Diiringi denting piano ini,perasaan yang ingin kukatakan padamu. Je te veux. I want you