Adik Kakak

5 0 0
                                    

Eve sedang menyetel piano tua diruang music yang tak terpakai lagi saat Ino datang membawa tas plastic berisi roti dan air mineral untuknya.

Kurasa Erik lebih tahu tentangmu daripada aku. Ucapnya sambil berjalan mendekati Eve yang masih serius.

Bukan. Itu hanya karena kami berdua saja yang berani keruangan ini.

Ruang music itu katanya memang berangker oleh warga sekolah. Apalagi dengan lokasi yang berada dibelakang sekolah dekat gudang dan toilet lama. Hanya sesekali dikunjungi jika memang sangat diperlukan.

Padahal selama beberapa bulan ini, Eve dan Erik baik-baik saja. Tidak mengalami kejadian aneh apapun seperti berita yang beredar disekolah.

Katanya piano tua di ruangan itu bisa berbunyi sendiri walau tidak ada yang bermain. Jika mereka ingin tahu dan mau menelusuri lebih jauh, mungkin mereka akan tahu kalau Eve yang memainkan piano itu.

Aku juga akan berani kesini kalau kau memberitahuku sedari awal. Ujar Ino membela dirinya.

Ditaruhnya tas plastic di dekatnya dan duduk melihat apa yang dilakukan oleh kembarannya ini.

Makan dulu. Kata Erik kau belum makan dari tadi.

Erik kemana?

Ada urusan dengan Osis. Dia yang menyuruhku datang kesini mengantar ini. Dia pikir aku tukang suruh apa?

Eve terkekeh sambil meletekan alat penyetel lalu duduk disamping Ino. Dibukanya plastic tersebut dan diambilnya air mineral. Ino juga mengambil roti dan membukanya sebelum diberikan pada Eve yang langsung memakannya.

Pelan-pelan. Lapar banget yah? Tanya Ino yang langsung diangguki Eve.

Ino berdiri dan berjalan kearah piano lalu menekan tuts-nya satu persatu.

Kamu masih ingin bermain piano? Tanya Ino dengan suara lirih.

Eve menghentikan kunyahannya dan menoleh kearah Ino. Iya.

Ino menghembuskan nafas keras sebelum kembali menatap Eve.

Aku.

Aku baik-baik saja. Ujar Ino memotong perkataan Eve. Kau selalu mengatakan itu, tapi apa kau benar baik-baik saja?

Ino kembali menghela nafas keras sebelum kembali duduk disamping gadis itu.

Ini mengenai masa depanmu Evelyn. Aku mendukungmu Evelyn, namun kau juga harus memikirkannya baik-baik.

Aku sudah memikirkannya matang-matang. Aku akan membuktikan pada Papa dan Mama kalau aku bisa. Bahkan jika jari-jariku terpotong sekalipun, aku akan tetap memainkan piano.

Ino hanya terdiam memandang kembarannya sendu. Dalam hati ia berdoa semoga ini baik-baik saja.

Eve tengah menonton televisi saat Ino turun kelantai bawah untuk mengambil minum.

Nonton apaan sih? Ino bertanya karena melihat Eve yang serius menonton.

EBUSSETTTT!!! Teriak Ino saat melihat kearah televise.

Eve memandangnya datar karena teriakan Ino membuat ia kehilangan focus pada film didepannya.

Kamu duduk sendiri di sini malam-malam dan nonton yang begituan??!! Ino tidak mempedulikan tatapan Eve dan malah melototkan matanya.

Kenapa? Tanya Eve dan kembali memusatkan perhatiannya pada film yang ditonton.

Kenapa??!!! Itu film hantu itu kan? Yang suster-suster itu??!! Ino mengguncang bahu Eve dengan cukup kencang.

Iya.terus kenapa?

Gak takut kamu?

Gak.

Nanti malam jangan masuk kamar aku dan ngadu kalau kamu takut. Katanya Ino lalu berlalu kekamarnya.

Eve hanya mengedikan bahu acuh dan kembali melanjuti nontonnya.

Dasar dianya aja yang penakut, rutuk Eve dalam hati.

Untuk saat ini, ingin sekali Eve memaki Ino. Disaat seperti ini bagaimana bisa cowok itu menutup pintu kamarnya tanpa memedulikan gedoran dan teriakan dari Eve.

Sial sial sial

Eve merutuki dirinya sendiri sekarang.

Betapa bodohnya ia tadi,kenapa juga harus menonton film hantu.

Ia juga merutuki film itu. kenapa tidak dari tadi saja menakutkan,kenapa harus saat ia akan tidur?!!

Sosok suster itu terus menari dikepalanya. Bisakah kau pergi sebentar? Aku takuttttt, rutuk Eve takut namun hanya bisa dalam hati.

Ino!! Buka sialan!! Eve masih setia menggedor pintu kamat kembarannya. Sudah tak ia pedulikan tata karma. Yang ia tahu sekarang adalah ia bisa tidur tenang malam.

INO AKU GAK BERCANDA YAH MAU DOBRAK NIH PINTU!!

Eve juga tidak akan mau melakukan ini jika tidak dalam keadaan terdesak.

Rumah yang gelap plus orangtuanya tidak pulang. Ayahnya masih kerja jam segini sedangkan ibunya masih dirumah bibi dan katanya kan menginap.

Double shit.

Ka InoEve takut.bukain pintunya ka kini Eve mengandalkan air matanya demi membujuk Ino. Ia tahu Ino itu tidak kuat kalau Eve sudah mengeluarkan airmatanya.

Ia masih menangis di depan pintu kamar Ino. Tak lama kemudian pintu didepannya terbuka dan muncul Ino.

Tuh kan!

Tapi Ino menatap Eve dengan senyum mengejek.

Masuk. Suruhnya dan diikuti Eve. Ia menutup pintu dan masih memandang Eve dengan sorot mata mengejek.

Udah tahu takut, masih aja nonton. Kan rasain kan. Sial kenapa Ino selalu benar?

Tadi gak seram. Pas tidur baru rasain serammnya. Ujar Eve sewot.

Mau ngelak kamu? Udah salah masih ngeyel. Tidur sana. Eve berjalan menaiki tempat tidur untuk tidur namun matanya masih menatap kearah Ino.

Kakak gak tidur? tanyanya pelan.

Ino yang awalnya ingin ke kamar mandi,mengehentikan langkahnya lalu menaikan sebelah alisnya.

Kenapa? Takut ditinggal sendiri? tanyanya mengejek. Eve memanyunkan bibirnya dan mendumel dalam hati.

Sial.

Triple sial!!!

Ino membaringkan tubuhnya disamping Eve yang masih matanya masih melotot.

Kenapa belum tidur? Ino kini memiringkan tubuhnya agar dapat melihat wajah Eve dengan jelas.

Masih takut? Eve hanya mengangguk.

Ino mengatur selimut Eve dan mengelus rambutnya sebelum menggenggam tangan Eve.

Sedari kecil jika mereka tidur bersama,Ino selalu menggenggam tangan Eve. Dan hal itu bisa membuat keduanya dapat tidur nyenyak.

Dalam hatinya Ino menerka apa yang akan dilakukan Erik jika cowok itu melihat adegan ia tidur seranjang dengan Eve, walaupun mereka adalah saudara kembar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DOUBLE ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang