Hari sudah sore, mataharipun bersiap meninggalkan langit menimbulkan warna oranye khasnya. Sebuah mobil berhenti di depan rumah mewah dengan gerbang tinggi di salah satu perumahan elite.
"Terima kasih," ucap seorang gadis yang duduk di samping kemudi.
Gadis itu hendak keluar jika saja lengannya tidak di tahan oleh sang pengemudi. Dahinya berkerut menandakan pertanyaan ada apa dalam benaknya.
"Kau tampak pucat. Apa kau sakit?" tanya Sehun.
Irene, gadis tadi menggeleng pelan, kemudian memegang kedua pipi putihnya. Apa iya dirinya terlihat pucat.
"Kau pasti kelelahan mengikuti acara ini sejak kemarin," kata Sehun lalu menempelkan tangannya di dahi gadis itu membuat Irene memundurkan wajahnya.
"Aku tidak papa," ucap Irene lalu segera membuka pintu mobil.
Sehun ikut turun membantu gadis itu mengeluarkan koper kecil dari bagasi mobilnya.
"Harusnya kau tak perlu mengantarku pulang, aku bisa naik taxi," kata Irene menyeret kopernya menuju gerbang.
"Tidak apa-apa. Jika tidak enak badan izinlah besok," kata Sehun.
Irene menatap bosnya itu dengan tatapan tak mengerti. Izin kerja? Mana mungkin ia melakukannya sedangkan posisinya adalah karyawan yang terbilang baru.
"Aku baik-baik saja, depyonim," ucap Irene.
Sehun berdecak, "Kenapa kau memanggilku depyonim lagi disaat kita hanya berdua begini?"
Irene tersenyum tipis, "Kalau begitu aku masuk dulu, sekali lagi terima kasih, Sehun," ucapnya lalu membuka pintu gerbang rumahnya.
Sehun mengangguk, lelaki itu maih berdiri di depan gerbang sembari memperhatikan gadis itu hingga masuk ke dalam rumah. Entah apa yang dirasakan Irene, yang ia lihat seharian ini gadis itu tampak pucat dan tidak bersemangat. Oleh karenanya lelaki tampan itu menawarkan untuk mengantar pulang Irene.
"Semoga dia memang baik-baik saja," ucapnya lalu berjalan menuju mobil.
***
Irene mengaduk-aduk makanannya tanpa minat. Seperti biasa makan malam ini ia menikmatinya di meja makan bersama keluarga kakaknya. Tetapi gadis itu tidak merasakan nafsu makan malam ini, padahal ia baru makan sekali tadi pagi itupun karena Joy yang memaksa.
"Ada apa, Rene? Kenapa tidak dimakan?" tanya Taeyeon yang memperhatikan sikap adiknya dari tadi.
Irene tersadar lalu menggeleng, "Tidak, eoni. Aku masih kenyang," balasnya.
"Irene eoni harus makan, eoni sendiri yang selalu menyuruhku makan banyak agar sehat, kan?" giliran si kecil Hani yang berucap sekarang.
Irene tersenyum mendengar Hani berbicara seperti itu. Ia mengusap puncak kepala Hani dengan sayang.
"Baiklah, kita harus makan banyak, Hani-ah," ucapnya pada gadis kecil itu.
Pada akhirnya Irene mencicipi sup ayam yang dibuat oleh bibi meskipun hanya beberapa sendok. Kemudian gadis itu pamit untuk lebih dulu pergi ke kamar.
Irene menarik bed cover ungu muda miliknya dan memandang langit-langit kamar sembari masih memikirkan sesuatu yang mengganggunya. Acara kantornya tadi malah membuatnya mengingat segala kenangannya bersama sang appa yang sudah lama ia lupakan.
Namun, jauh di lubuk hatinya ia merindukan sosok itu. Appa nya yang hanya ia jumpai sampai dirinya berusia sepuluh tahun saja setelah itu entah menghilang kemana. Eomma selalu meminta dirinya untuk melupakan segala hal tentang lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Live is So Mean | Hunrene ✓
Fanfic"Hidup itu sangat rumit seperti halnya cinta" Irene tidak tahu sejak ayahnya meninggalkan dirinya, kakak, dan ibunya ia merasa hidup tidak berwarna. Meraih impiannya menjadi seorang penulis tidaklah semudah khayalannya selama ini, dirinya malah terj...