Perempuan itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Kepalanya terasa pusing. Ruangan yang didominasi oleh warna biru muda itu terlihat berputar-putar.
Hal pertama yang muncul di depan matanya adalah wajah tenang seorang wanita paruh baya yang dahinya tertekuk.
"Mama?"
Perempuan paruh baya itu menoleh. "Ditha?"
Belalai panjang yang mendominasi tubuhnya cukup mengganggu pandangan Drupadi. Ia berusaha keras mengingat semua yang terjadi. Ini? Pura? Mobil? Mama? Selang? Infusan? Rumah sakit?
Kepala Drupadi terasa benar-benar pening. Seorang dokter masuk ke dalam ruangan itu dengan beberapa suster. Dokter perempuan itu memeriksa tubuh Drupadi dengan seksama. Ia kemudian tersenyum dan melepas beberapa belalai dari tubuhnya.
"Selamat, Bu. Drupadi baik-baik saja. Ini benar-benar keajaiban Tuhan. Mulai sekarang, Drupadi akan dipindahkan ke ruang rawat."
"Terima kasih, Dokter!"
Drupadi tersenyum pada ibunya. Wajah itu menangis sambil menciumi punggung tangannya. Air mata berderai di pipi yang mulai kendur itu. Drupadi ikut menangis, ia sungguh bahagia bertemu ibunya. Drupadi pikir kehidupannya akan berakhir begitu saja. Ternyata, Sang Hyang Widhi begitu menyayanginya hingga Drupadi hidup lagi setelah kecelakaan itu.
"Papa?"
Sosok lelaki berkulit tidak terlalu putih itu tersenyum pada putrinya yang terbaring lemah. Kedua orang tua yang selama ini selalu tak bisa berada di sisinya itu akhirnya berkumpul di sini, di tempat ia terluka.
"Mbak Citra," lirihnya.
Kendati tubuhnya terasa sakit dan lemah, tetapi Drupadi betul-betul bahagia. Dalam hidupnya, ia hampir tak pernah lagi menyaksikan keluarganya utuh berkumpul di satu tempat yang sama lagi semenjak ayah Drupadi menyatakan bahwa ia tak lagi mencintai istrinya. Kenyataan pahit itu menghantam Drupadi yang masih kecil ketika itu. Meskipun hingga hari ini kekayaan keluarganya tetap dikelola bersama, tetapi ia tak pernah bahagia seperti kelihatannya. Drupadi rindu kasih sayang keluarga. Drupadi rindu diperlakukan hangat.
Dua tubuh dewasa lainnya memasuki ruangan setelah Drupadi dipindahkan ke ruang rawat inap. Seorang lelaki sebaya atau lebih tua dari ayahnya memakai papan nama R. Arya Wirasena, ME. Di sampingnya seorang perempuan yang usianya tak terlihat jauh berbeda dengan lelaki itu berdiri anggun dan tersenyum pada Drupadi. Meski tak terdapat papan nama, Drupadi tahu bahwa wanita ini adalah istri dari lelaki itu.
"Ditha, ini Om Arya dan Tante Tresna. Mereka orang tua Prana," ujar Samantha—nama ibu Drupadi adalah Rr. Samantha.
Prana? Drupadi tersenyum sedikit. Kedua orang itu mendekati Drupadi yang masih berbaring.
"Apa kabar, Sayang?" tanya Tresna.
"Seperti kelihatannya, Tante," jawab Drupadi.
Perempuan paruh baya itu tersenyum mengusap rambut Drupadi.
"Prana juga sering datang ke sini," kata Citra yang masih duduk di sofa rumah sakit.
Prana? Kemari? Untuk apa? Bahkan pertunangan mereka saja belum berlangsung. Apa pentingnya Prana datang kemari menjenguknya?Menunjukkan perhatian yang begitu dalam seolah-olah mereka telah kenal lama supaya dicap baik oleh keluarga?
"Di mana Prana, Tante?" tanya Drupadi akhirnya.
"Dia tidak datang. Prana sedang menghadiri undangan ke luar negeri untuk jurnalnya yang tembus internasional," jawab ayah Prana.
Drupadi membulatkan bibirnya. Cukup hebat.
"Nanti kalau sudah sembuh betul, Ditha mesti menemui Prana yang sempat tertunda, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Tale Of True Love (Selesai)
Ficțiune istoricăTerbangun dari tidurnya. Drupadi menyadari ada sosok lain di balik selimut putih yang ia kenakan. Tubuhnya terasa hangat oleh pelukan tubuh lain. Oh tidak! Siapa gerangan yang berani melakukan hal tidak senonoh kepada Drupadi yang terhormat. Merasa...