Satu.
Dua.
Tiga.
Belitan handuk itu kini terlepas. Tita hanya tinggal menunggu keajaiban agar Megan jangan bergerak atau salah satu sisi handuk itu akan bergeser dan memperlihatkan tubuhnya.
Megan menyadari itu, dia menaikkan sebelah alisnya untuk mengancam Tita. Ditambah lagi senyuman miring yang menunjukkan intimidasi tiada ampun.
"So... gimana kalau kita buat kesepakatan?" tanya Megan dengan nada mengancam.
Tita mendengus. "Ternyata selain lo itu nggak punya perasaan, ternyata lo juga licik," desis Tita.
Megan terkekeh.
Demi apapun Tita bisa merasakan sisi teratas handuknya itu mulai bergeser turun.
"Fine, apapun!" ujar Tita akhirnya.
Megan pun tertawa jahat. Dia segera melepaskan Tita dan membiarkan cewek itu membetulkan handuknya. Megan makin tertawa geli saat Tita berlari masuk ke kamar mandi setelah mengambil pakaian di lemari.
Lama kelamaan, Megan merasa nyaman berada di kamar sederhana itu. Meski rasanya panas, tapi ternyata ada sesuatu yang tidak dia dapatkan ketika berada di apartemen. Megan masih mencari tau, apa sesuatu itu.
Tak lama, Tita telah keluar dari kamar mandi dengan pakaian santainya. Dia terlihat marah pada Megan, tatapannya sangatlah tidak ramah.
"Gue mau hari ini lo gantiin Fandy, jadi asisten pribadi gue."
"Apa?!" pekik Tita.
"Fandy hari ini cuti, jadi gue nggak punya asisten. Lo kayaknya cocok untuk gue suruh-suruh."
"Ada perbedaan antara kacung dan asisten pribadi, Tuan Megan. Nggak perlu lo perhalus, lo minta gue jadi kacung lo kan?"
Megan tergelak tawa, Tita memang cerdas. Dia kembali menatap wanita itu di sela tawanya. "Pertama-tama lo balikin dulu hape dan dompet gue. Dua benda itu adalah hal yang sangat penting buat gue."
"Lo nuduh gue yang ngambil?" tanya Tita tersinggung.
"Emang siapa lagi? Gue sama lo, yang artinya cuma lo punya potensi paling besar untuk mengambil itu dari gue."
Megan memang kasar, tidak bisakah dia bertanya lebih dulu sebelum menuduh?
"Heh Singa, kalau gue tau dimana hape dan dompet lo, gue nggak akan ajak lo ke kamar gue ini sampe-sampe ngebuat gue harus tidur di lantai tadi malem."
Megan meneliti wajah Tita dan dia menemukan kejujuran di sana.
"Gue emang miskin, tapi menjadi pencuri bukanlah keahlian gue," ujar Tita kembali.
"Fine, kalau gitu temenin gue balik ke club buat cari hape sama dompet gue," ajak Megan.
"Udah ilang kali, Gan!"
"Tenang, gue pelanggan VIP di sana. Mereka nggak akan mengambil barang pelanggan yang ketinggalan."
Megan kemudian berdiri dan berjalan ke arah lemari Tita. Lalu dia mengeluarkan sebuah plastik dari dalam sana. "Gue nggak begitu kaget kalo lo sering masukkin cowok ke dalam sini," katanya sambil mengeluarkan sebuah kaus dari dalam plastik itu.
"Jangan!" Tita langsung merampas kaus itu.
"Pinjem, gue nggak mungkin pakek ini lagi. Bau, nggak betah gue," ujar Megan memaksa.
"Nggak boleh, ini buat seseorang." Tita meletakkan kaus itu di belakang tubuhnya.
"Cowok lo?"
"Nggak usah kepo deh."
Megan mencebik. Dia mengamati struk belanjaan dari kaus tersebut. Harga yang terbilang sangat murah, bukanlah kelas Megan. Tapi ada satu hal yang menarik perhatiannya, yaitu tanggal pada struk tersebut yang ternyata sudah sejak 3 bulan yang lalu.
"Kenapa nggak lo kasih ke dia?" tanya Megan, tetap saja kepo.
"Berisik!" Tita melempar kaus itu pada Megan. Dia memberikannya. Tita ingat kalau Arsen tidak menyukai kaus itu karena bukan dari brand favorite pria itu. Padahal saat itu, Tita membelinya dengan susah payah dari hasil kerja paruh waktunya, dengan tujuan Arsen akan menerimanya dengan antusias.
Megan senang, meksi murah tapi dia suka dengan modelnya yang simpel dan warnanya yang soft. Ditambah lagi, ukurannya pas di tubuh atletis Megan.
Tita sontak membalikkan tubuh saat Megan membuka pakaian dan bertelanjang dada di hadapannya. Pria itu memang tidak sopan, harusnya dia ke kemar mandi untuk berganti pakaian.
"Lo nggak pernah lihat cowok buka baju?" tanya Megan.
Jarak Megan yang begitu dekat di belakang tubuhnya, juga bisikan yang persis mengenai telinga, membuat Tita kaget dan sontak berbalik. Di depan matanya, Megan begitu dekat. Mereka saling berhadapan dengan tubuh yang nyaris menempel.
Nafas Tita naik turun berkat jantungnya yang berdegup kencang. Dia melangkah mundur untuk membuat jarak. Tapi kemudian terkesima dengan penampilan Megan yang begitu cocok memakai kaus itu.
"Lumayan," kata Megan memuji penampilannya sendiri.
Tita mencebik, "apa susahnya sih berterima kasih. Gue udah tolongin lo berkali-kali," omel Tita.
"Lo ajak gue kesini pakek apa?" tanya Megan, mengabaikan ucapan Tita tadi.
"Taxi," jawab Tita.
"Lo nggak punya mobil?"
Tita menggeleng.
"Oke, kalo gitu pesan Taxi online. Kita kembali ke club buat ambil barang-barang gue dan juga mobil," perintah Megan.
"Kenapa harus gue? Lo bisa sendiri kan?" tolak Tita.
Ini adalah hari minggu, Tita ingin menemui Arsen. Semalam, Arsen membatalkan janji dan mengubah rencana itu pada hari ini, maka Tita harus melakukan persiapan penuh.
"Lo lupa kesepakatan kita, Asisten?" Megan menekankan panggilan Asisten pada Tita.
"Errrggghhh!" Tita ingin sekali mencakar wajah Megan. Tapi sayangnya dia belum siap masuk penjara, sehingga kedua tangannya itu hanya berhenti di udara tepat di depan wajah Megan.
Tak bisa menolak, Tita pun menelpon Taxi.
Megan menyunggingkan senyum tipis, tanpa sadar dia menikmati setiap amarah Tita.
✿✿◕‿◕✿✿
Hayoooo yang udah mikir macem-macem siapa? Huhuhu.
Pengen mereka cepet jadian nggak nih?!
Megan-Tita? (selingkuh)
Arsen-Tita? (resmi)
Kalian lebih pro ke siapa?
Sampai ketemu lagi, bebs.
Love,
Moms.---------------
Ready ebook!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Boss!
RomantikMegantara Arion Melviano, seorang CEO muda, tampan dan penuh pesona. Dia tidak percaya pada wanita dan cinta sejak tunangannya memilih laki-laki lain yang lebih mapan di saat dirinya masih berstatus Mahasiswa. Lalu ada lagi seorang wanita bernama Ti...