Mobil Megan telah berhenti di depan gerbang kos-kosan Tita. Mereka telah menghabiskan malam yang panjang di jalanan, bersenda gurau menjalin keakraban satu sama lain. Hal yang paling Tita sukai malam ini adalah saat Megan melepas jubah keangkuhannya dan menjadi pria biasa di depannya. Tidak ada kesombongan. Megan menjelma menjadi pria yang menyenangkan.
"Apa kamu beneran harus pulang?" tanya Megan tanpa mau melepas tangan Tita dari genggamannya.
"Harus," jawab Tita.
Megan mendesah. "Kenapa malam sesingkat ini, aku masih belum puas sama kamu."
"Kita masih punya waktu besok dan besoknya lagi," Tita mengingatkan, entah sebuah janji atau keinginannya sendiri.
Megan terkekeh.
Tita melepas jas Megan dan meletakkannya ke jok belakang. "Aku nggak mau capek karena harus cuci itu. Jadi mending kamu laundry aja," candanya.
"Hahaha."
"Good night, Megan..."
Megan menipiskan bibirnya, menatap Tita begitu dalam. Perlahan-lahan, dia mendekati bibir Tita. Megan sengaja memberikan jeda, tidak langsung menempelkan pada bibir Tita. Dia ingin melihat reaksi wanita itu, apakah akan menolak atau bagaimana. Tapi ternyaya Tita diam saja, membuat Megan makin mendekatkan bibir mereka hingga benar-benar menempel.
Ini kedua kalinya Tita menolak ciuman Megan, dia bahkan menikmatinya. Dengan mata terpejam, Tita membalas kecupan demi kecupan tanpa jeda itu. Nafas Megan menyentuh wajahnya, harum mint yang enak.
Tangan Megan bergerak merayapi tengkuk Tita, kemudian menarik kepala gadis itu kian dekat untuk memperdalam ciuman. Dia menggunakan lidahnya, bermain masuk ke dalam rongga mulut Tita yang hangat.
Tita merasa kian gemetar saat lidah Megan menyentuh lidahnya, meminta bermain bersama. Tita bukannya tidak pernah berciuman sedalam ini, dia pernah melakukannya bersama Arsen. Tapi itu sudah lama sekali hingga Tita lupa bagaimana rasanya ketika jantungmu seakan terlonjak sesak dibuatnya.
Megan menarik Tita kian dekat hingga tak ada lagi jarak pada bibir mereka. Dia memagut bibir atas dan bawah wanita itu bergantian, kemudian lidahnya kembali menerobos masuk untuk mengajak lidah Tita keluar dari zona amannya. Begitu lidah Tita terpancing untuk ikut merasakan rongga mulutnya, Megan langsung menghisap lidah itu dengan lihai.
Tita merinding seketika, ada getaran aneh menjalar di sekujur tubuhnya. Seperti dialiri sengatan listrik, dingin AC mobil Megan justru membuatnya kepanasan.
Cukup, Tita sudah merasa hampir sesak nafas. Mereka sudah berciuman terlalu lama, tanpa jeda sama sekali. Daripada beresiko pingsan karena kehabisan nafas, Tita lebih memilih untuk mendorong dada Megan agar ciuman berhenti.
Nafas keduanya tersengal-sengal, saling menerpa wajah lawan. Kening mereka menempel hingga jarak wajah sangatlah dekat.
"Jangan kecewain aku," bisik Megan sambil mengusap bibir Tita yang basah.
Tita tidak merespon. Dia sadar suatu saat nanti dia pasti akan sangat mengecewakan Megan.
"Kamu nggak mau turun?" tanya Megan.
Tita menatap Megan sambil tersenyum penuh arti. "Kenapa jadi kamu yang pengen aku pulang?"
"Tita... Jangan bikin aku harus culik dan bawa kamu ke apartemen aku," Megan mengerang.
Tita mengerutkan keningnya. "Kamu nggak pulang ke Rumah?"
Megan menggeleng.
"Kenapa?"
"Sejak Mama menikah lagi, aku milih untuk tinggal sendiri. Aku bukannya nggak suka sama suami Mama, Om Frans orang yang baik, makanya aku percaya titipin Mama ke dia. Tapi kalau aku di sana, nggak tau kenapa aku ngerasa kayak mengkhianati Papa aja."
Tita mendengar itu dengan perasaan sedih. Dia mengusap wajah Megan. "Papa kamu pasti banga sama kamu," ucapnya.
Megan mengambil tangan Tita dan menciumnya. "Andai Papa masih hidup, dia pasti akan setuju dengan pilihan aku."
Tita kembali dibuat bungkam, setiap Megan mengatakan hal-hal sejenis itu, dia pasti merasa bersalah.
"Ya udah kamu masuk gih. Besok aku jemput," suruh Megan.
"Eh, jangan!" larang Tita.
"Kenapa?"
"Aku nggak mau jadi pusat perhatian saat harus turun dari mobil kamu nanti."
"Apa salahnya?"
"Kita harus profesional, Megan. Di Kantor, kamu adalah atasan aku dan aku adalah bawahan kamu. Nggak boleh ada yang berubah."
Megan menghela nafas.
"Besok aku bakal berangkat bareng Marsya, jadi kamu nggak usah takut. Dia kan udah kamu bayar untuk jagain aku," sindir Tita.
Megan tertawa.
Tita memejamkan matanya saat Megan mencium keningnya. Ketika ciuman terlepas, mereka saling menatap dan tersenyum.
"Good night, Megan."
"Good night, Tita."
Namun apa yang terjadi setelah ucapan selamat malam itu, mereka tidak bisa menahan diri untuk kembali berciuman. Kali ini jauh lebih lama dan lebih dalam dari sebelumnya.
✿✿◕‿◕✿✿
Tita berbaring di atas kasurnya, menatap ke langit-langit kamar dengan senyum yang terus mengambang di bibirnya. Malam ini dia sangat bahagia, penyebabnya tentu saja Megan.
"Cieeeee yang senyum-senyum," goda Marsya yang tiba-tiba muncul tanpa sepengetahuan Tita.
"Ngagetin deh lo," omel Tita.
Marsya ikut berbaring di sebelah Tita, ikut menatap ke langit-langit kamar. "Gimana kencannya malam ini?" godanya.
"Kencan?" Tita memicingkan mata, "lo nggak berpikir gue sama dia abis ngapa-ngapain, kan?"
"Hahaha," Marsya tertawa.
Tita mendengus. Kemudian dia bercerita, "gue dikenalin sama Mamanya."
"Hah, serius?!" Marsya sontak duduk dengan wajah kaget. "Terus, lo nggak diapa-apain kan di sana? Nggak dihina, direndahkan atau semacamnya?"
Ternyata Tita normal saat memikirkan hal yang sama seperti yang Marsya tanyakan itu, awalnya. "Mamanya baik banget tau. Gue diterima dengan tangan terbuka," jawab Tita.
"Serius?!!"
Tita membekap mulut Marsya. "Ini udah malem, Bege! Lo mau satu kos-kosan bangun karena suara lo itu?" sergahnya.
Marsya mengangkat dua jari peace, Tita pun melepaskan bekapannya. "Jadi lo bakal jadi menantu keluarga Melviano dong?!"
"Melviano?"
"Ck! Masa lo nggak tau nama belakang keluarga Megan. Melviano itu semacam identitas mereka, yaitu Melviano grup. Mereka punya banyak banget perusahaan, bener-bener tajir melintir."
"Kok lo tau segalanya sih?"
"Kenapa heran? Nggak cuma gue kali yang tau segalanya tentang Megan, satu kantor juga kepo semua. Tapi satu hal yang kami nggak pernah tau, yaitu tentang kisah percintaan Megan. Soal itu, susah buat dicari tau. Makanya sempet beredar kabar kalau itu cowok homo. Sampai akhirnya lo dateng dan ngebuktiin segalanya, Megan ternyata normal." Marsya terkikik.
Tita memutar bola matanya. "Udah ah, gue mau mandi." dia langsung masuk ke kamar mandi.
"Gue balik ke kamar gue, ya!" pekik Marsya.
✿✿◕‿◕✿✿
Ebooknya ready ya, siapa tau ada yg mau bisa langsung chat ke WA 081377733341.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Boss!
RomanceMegantara Arion Melviano, seorang CEO muda, tampan dan penuh pesona. Dia tidak percaya pada wanita dan cinta sejak tunangannya memilih laki-laki lain yang lebih mapan di saat dirinya masih berstatus Mahasiswa. Lalu ada lagi seorang wanita bernama Ti...