🥂This kiss...

40.1K 2.1K 102
                                        

Ehm, jangan baper ya... Wkwkwk

💕💕💕

Mata Tita terbelalak lebar merasakan hangat bibir Megan yang merangkum lembut bibirnya. Lumatan-lumatan bibir Megan, terus bermain di atas bibir Tita yang diam tak bergerak. Tita merasa jantungnya berdisko, riak bergelombang menguasai perutnya. Sekujur tubuh bagaikan terbakar, panas dingin bersamaan.

seharusnya, Tita mendorong Megan menjauh, karena pria itu tidak memaksa sama sekali. Tapi hal gila yang Tita lakukan adalah memejamkan mata menikmati ciuman itu, juga menggerakkan bibir membalas setiap kecupannya. Lebih tidak masuk akal lagi, Tita merangkul leher Megan hingga ciuman mereka menjadi semakin dalam dan panas.

Megan pun sangat menikmati rasa manis dari bibir Tita. Tangannya bergerak mengusap punggung belakang wanita itu, menariknya kian merapat ke tubuhnya.

Streeeetttt.

"Pak Megan, saya..."

Megan dan Tita refleks menjauhkan diri. Keduanya menatap ke arah yang sama dengan wajah kaget. Terlebih Tita, dia secara spontan mengelap bibirnya dengan punggung tangan.

"Ma-maaf... Saya nggak tau kalau..." Marsya meringis. Dia tak berani menatap Megan, namun melotot pada Tita.

Tita setidaknya masih bisa bersyukur karena Marsya yang ada di situ, bukan karyawan lain.

Megan mengamati Tita sesaat, lalu Marsya. "Kamu masuk, ada yang mau saya bicarakan."

Marsya makin meringis. Dia terpaksa menutup pintu dan masuk ke dalam. Tebakannya, dia akan segera dipecat atau dimutasi ke anak perusahaan karena baru saja memergoki atasannya berciuman dengan staff magang di kantor.

Megan duduk ke kursinya.

Marsya menyikut Tita, tapi yang disikut diam saja dan tetap berdiri di situ tanpa pergerakan.

"Duduk," suruh Megan.

Marsya merasa nafasnya berat. Seperti ada bisul di pantatnya, untuk duduk saja susah setengah mati.

"Sebelum saya, kamu boleh sebutkan apa tujuan kamu ke Ruangan saya?"

"I-ini, Pak. Rincian data gaji karyawan untuk bulan ini." Tangan Marsya gemetar saat memberikan berkas yang dibawanya ke meja Megan. Marsya menoleh ke belakang, dia rasanya sudah tidak tahan ingin menginterogasi Tita soal yang tadi.

Tanpa diduga, Megan langsung menandatangani berkas yang Marsya berikan itu tanpa membacanya lagi. Biasanya, Megan akan menyuruh Marsya untuk menaruhnya di meja, lalu beberapa hari kemudian baru Marsya bisa mengambilnya.

"Bapak nggak baca dulu?" tanya Marsya heran.

"Selama ini laporan kamu selalu benar, tidak pernah ada masalah," jawab Mega.

Anggap saja itu pujian, Marsya senang setengah mati. Dia menoleh ke belakang dan tersenyum lebar pada Tita.

"Sekarang giliran saya mau bertanya," ujar Megan lagi.

Marsya kembali gemetar, seperti duduk di kursi panas sebuah kuis berhadiah ratusan juta rupiah. AC di Ruangan ini mati, ya?

"Kamu, temannya Tita, kan?" tanya Megan dengan serius.

"I-iya, Pak." sekali lagi Marsya menoleh ke arah Tita, menanyakan ada apa lewat gerakan muka. Tapi Tita malah menggeleng, karena dia juga tidak tahu kenapa Megan menanyakan itu.

"Saya punya tugas tambahan buat kamu, dan ini adalah prioritas kamu di atas tugas-tugas lainnya," perintah Megan.

"Tugas apa, Pak?"

Hey, Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang