29. Iridescent (The Last Chapter)

2.1K 291 182
                                    

BGM by The Soul of Wind

Chapter ini lebih panjang dari chapter lainnya. Penulis sangat menyarankan untuk mendengarkan musik yang tersedia.

.

.

.

Darah menitik. Sakit kah?

Ia bahkan tidak dapat merajai diri sendiri.

.

.

.

.

Farlan terkulai dengan napas memburu. Belum sempat menepati perkataannya sendiri perihal membalas perbuatan Erwin, ia lebih dulu kewalahan menghadapi anak buahnya. Dasar payah, namun, dalam diam Farlan sedikit berbangga hati. Sebab, ia yang biasa menghindari kekerasan, kini turut andil memberantas sebagian sampah menyerupai manusia. Beberapa dari mereka sekarat, bersimbah keringat dan darah. Tempat kotor ini menjadi lautan merah.

Setelah memastikan bahwa tak ada lagi musuh yang berpotensi menyerang, Historia keluar dari tempat persembunyiannya. Ia segera berlari menghampiri Eren, diiringi segerombol air mata yang siap luluh lantak. Sakit sekali melihat pria itu terkulai lemah tak berdaya. "Kau sudah berjanji untuk terus hidup, bukan? Kumohon, bertahanlah." Historia berbisik.

Historia tersentak tatkala jemari dingin Eren perlahan menghapus jejak air matanya. Lantas menjawab dengan suara parau, "Aku tidak mengingkari janjiku, bodoh." Bukan mereda, tangis Historia malah semakin pecah. Masa bodohlah jika nanti Eren akan kembali menyuruhnya untuk berhenti berharap lebih pada hubungan mereka. Kenyataannya, Historia tidak pernah bisa menyerah. Sekeras apa pun ia mencoba.

Sedikit sudah bisa mengendalikan emosi, manik berkabut Historia menoleh ke berbagai sisi. Armin tengah mengobati luka Annie, sementara Jean yang juga terluka sedang sibuk melakukan pertolongan pertama pada beberapa anak buah Hulbert; lantas ke arah Levi yang sedang memukuli Erwin tanpa ampun. Netra Historia berhenti pada Mikasa. Ia tergeletak di lantai tak jauh dari tempat kedua pria itu adu jotos. Kulitnya pucat pasi; darah menghiasi kemeja cerahnya. "Tidak mungkin—" Napas Historia terasa sesak. Genggaman lemah tangan Eren membuat ia tak sanggup merangkak, apalagi berdiri; menghadap wajah sekarat sahabatnya.

"Jangan ke sana. Sekarang Levi tidak akan peduli jika kau tak sengaja terlukai olehnya. Lagipula, aku percaya Mikasa akan selamat."

Mengapa semua sahabatnya saling percaya terlampau dalam? Apakah hanya ia yang tak bisa demikian? Bagaimana jika kali ini Mikasa tidak pernah kembali ke tengah-tengah mereka?

Melihat Levi dan Erwin bertarung seperti orang gila, Historia yakin, pasti tidak akan berhenti sampai salah satu dari mereka mati. Lantas, bagaimana jika Levi kalah? Bukankah sekarang hanya Historia yang berpotensi bisa membantu? Kendati entah mengapa Levi menjadi jauh lebih kuat, ia tidak bisa menguasai diri sendiri. Hal yang jelas-jelas akan berdampak buruk.

Namun, Historia bisa apa? Pistol telah kehabisan peluru, kekuatan fisik bukanlah keunggulannya. Historia merasa frustrasi.

Seketika mata Historia membulat lebar-lebar kala mendapati Mikasa tengah berusaha berdiri seakan bangkit dari kematiannya. Perempuan bersimbah darah itu meraih sebilah pisau, lantas berlari kencang, kemudian menghunuskan pisau tersebut ke dalam tubuh Erwin hingga menembus jantungnya. Aneh, mengapa Erwin belum juga mati setelah tubuhnya terhunjam pisau berkali-kali? Kehilangan banyak darah, titik vital terluka, seperti bukan perkara besar.

Extricate [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang