~Catatan hati seorang Kai~
Milan, 17 September 2019
Sayang... ini Kai, suami kamu...
Mungkin selamanya surat ini nggak akan sampai ke kamu. Tapi biarkan goresan-goresan tinta hitam ini mencurahkan segala isi hati yang selama ini hanya terpendam.
Terimakasih sayangku, kamu sudah hadir menjadi penyempurna kehidupan Mas. Mas sangat beruntung memiliki kamu. Maaf kalau selama ini Mas belum bisa ngasih kebahagiaan buat kamu.
Mas masih ingat, gimana kamu jadi pusat kehidupan Mas sejak tujuh tahun yang lalu. Tujuh tahun delapan bulan tepatnya. Bukan sebuah pertemuan yang manis, dan bukan memori yang indah untuk dikenang. Saat itu, kita sama-sama berada di titik terbawah kehidupan kita. Kamu yang terlihat sangat rapuh menangisi kepergian orang tuamu. Ingin rasanya aku datang, bersimpuh di hadapan kamu, dan meminta maaf sedalam-dalamnya walau aku tahu permintaan maafku nggak akan bisa merubah apa-apa. Jika saja bisa, ingin ku tukar nyawaku dengan kedua orang tuamu karena rasa bersalah ini benar-benar membunuhku dari dalam. Andai saja aku bisa lebih hati-hati, tidak akan ada yang terluka.
Sejak saat itu aku hanya bisa melihatmu dari jauh. Kakek melarangku untuk bertemu kamu. Dengan keadaanmu yang masih labil, tidak mungkin aku muncul dan memperkenalkan diri di hadapanmu. Yang aku lakukan hanyalah menjagamu dari jauh. Menggengam tanganmu saat kau tertidur di ranjang rumah sakit. Mengelus rambutmu saat mulut kecilmu itu memanggil-manggil nama ayah dan ibumu. Tahukah kamu, saat itu hatiku hancur berkeping-keping, seiring air mata yang terus mengalir dari kelopak matamu yang tertutup.
Sejak saat itu aku berjanji, berjanji pada kakekmu, pada mendiang orang tuamu, dan berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku akan menjagamu seumur hidupku. Ya, mungkin memang semua ini berawal dari rasa bersalah, tapi aku juga tak mengerti kenapa hati ini akhirnya bertekuk lutut padamu. Aku mencintaimu, Klee. Sangat mencintaimu.
Waktu itu, waktu Sigra membicarakan semua lelaki yang pernah singgah di hatimu, aku marah. Dan saat Galvin degan terang-terangan menunjukkan ketertarikannya padamu aku juga marah. Apalagi saat begitu banyak lelaki di pesta yang menatap lapar ke arahmu, mengodamu, dan memujamu meski hanya dalam hati mereka, aku marah. Ingin ku tarik mata mereka yang dengan tidak sopannya meniti setiap lekuk tubuhmu. Dan saat itu aku sadar, sudah tidak ada jalan keluar bagiku untuk melepaskan diri dari jerat pesonamu sayang. Perasaan ini bukan lagi perasaan bersalah. Namun, aku sudah benar-benar jatuh cinta padamu, Klee...
Aku pernah bersimpuh di hadapan kakekmu, menangisi kebodohanku, dan mengais maaf darinya. Aku berjanji padanya bahwa aku akan melakukan apa saja untuk menebus dosa-dosaku. Hingga akhirnya kakekmu mengirimku ke Aussie. Dia bilang, aku harus menjadi seseorang yang bisa diandalkan agar bisa menjagamu. Untuk itu aku belajar dengan sungguh-sunguh. Memastikan nilai-nilaiku sempurna, dan sukses dengan karirku. Semua itu hanya untukmu Klee...
Kamu tahu sayang, saat-saat yang paling aku sesali selain tujuh tahun yang lalu adalah saat tidak sengaja aku membentakmu. Aku benar-benar menyesal. Tidak seharusnya aku meninggikan suara di hadapanmu. Kamu itu berlian yang paling ingin aku jaga agar tidak tergores maupun retak sedikitpun. Namun ternyata, malah aku yang menggores luka di hati kamu. Maafkan aku sayang... aku benar-benar minta maaf.
Meskipun aku tau hemofilia yang diderita Chelsea termasuk kategori ringan, namun aku panik. Sekelebat memori kematian mbak Kanya dan juga otang tua kamu berputar kembali di otakku. Aku kalut. Aku tidak mau tenggelam untuk kesekian kalinya dalam lautan rasa bersalah yang tiada berujung. Aku takut Klee... aku takut menjadi penyebab orang lain menderita lagi.
Jujur, hatiku sakit melihat kamu bekerja siang malam untuk sesuatu yang bahkan hati kamu nggak mau. Aku tahu, sebenarnya jauh di lubuk hati kamu, passion kamu bukan untuk bekerja di bidang yang sama dengan ayahmu. Aku tahu itu. Tapi kamu sendiri memejamkan mata, menulikan telinga, menutup hati karena ambisi untuk merebut kembali apa yang sudah diperjuangkan ayahmu. Karena itu aku menyiapkan hal ini, sebuah kejutan yang mungkin bisa membuatmu berubah pikiran.
Untuk itu aku membutuhkan Chelsea. Kau salah paham tentang Chelsea, istriku... Chelsea sudah seperti keluarga bagiku. Di saat aku merasa asing dan seorang diri di negeri orang, dia datang merangkulku seperti keluarga. Hanya dia orang berdarah Indonesia yang aku kenal di sana. Tidak ada hubungan romantis di antara kita. Mungkin karena dia mendalami ilmu psikologi, dia mampu membantuku keluar dari jurang rasa bersalah yang selama ini menguburku hidup-hidup. Dia memberiku semangat untuk menghadapi hidup ini. Setiap kali aku bercerita tentangmu, dia mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Bahkan tak henti-hentinya dia meyakinkaku bahwa suatu saat nanti aku pasti bisa membahagiakanmu Klee. Setiap aku menangis karena rasa bersalahku padamu, dia terus menempaku agar menjadi kuat, sehingga bisa menjadi tempat untukmu bersandar.
Aku meminta bantuan pada Chelsea untuk memberikan sebuah kejutan kecil ini padamu sayang. Hanya dia orang yang bisa aku andalkan untuk mewujudkan kejutan ini. Kejutan kecil yang sudah aku siapkan jauh-jauh hari di kota Milan. Tapi ternyata, usahaku untuk memberikan kejutan ini membuatmu salah paham. Membuat kita saling bertengkar dan akhirnya kamu pergi menjauh dariku.
Aku sakit sayang... Hatiku sakit malam itu saat menemukan kamu sudah tidak ada lagi di apartement kita. Lemari bajumu kosong, dan kau tidak bisa dihubungi sama sekali. Ingin ku merutuki diriku sendiri. Aku tenggelam sekali lagi dalam sumur rasa bersalah yang begitu dalam dan tak berdasar. Hidupku hancur tanpa kamu istriku.
Apalagi saat aku tahu apa yang bajingan itu perbuat pada belahan jiwaku malam itu. Aku benar-benar brengsek, tidak becus menjaga bidadari sepertimu. bahkan sampai sekarang aku masih menyesal. Sangat menyesal. Andai saja waktu itu aku lebih hati-hati dan tidak kehilangan ponselku, mungkin waktu Chelsea tahu kamu di Malang, dan Sigra mendapat kabar jika kamu sudah kembali ke Macau, aku bisa tahu dan bisa segera menyusul kamu ke sana. Dengan begitu aku bisa mengajak kamu pulang, dan malam itu tak akan pernah terjadi.
Ya Tuhan.... sungguh aku ini lelaki tidak berguna. Kau hukum saja aku, tapi jangan sakiti istriku. Dia berhak bahagia. Aku rela menggantikan semua kebahagiannya dengan penyiksaan yang tiada akhir. Aku rela ya Tuhan. Tolong, biarkan dia bahagia.
Sejuta anak panah menikam dadaku, melihat kamu yang menangis rapuh di sudut rumah sakit. Dengan tubuh yang dipenuhi oleh luka dan lebam. Ah.. rasanya hatiku hancur tak bersisa. Tanganku mengepal menahan marah. Marah pada bajingan yang sudah melukaimu. Dan marah pada diriku sendiri karena tak bisa menjagamu.
Sayang.. aku janji setelah ini aku tak akan membiarkan kamu terluka lagi. Aku tak akan membiarkan kamu menderita lagi. Apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia. Membuat senyum itu kembali menghias wajah istriku yang cantik. Dan membuat tangismu tak mau lagi singgah di pelupuk matamu.
Sungguh, bukan maksudku menyembunyikan semua ini. Setiap hari, aku berpikir bagaimana cara untuk memberi tahu yang sebenarnya. Tapi mulutku kaku, hatiku menciut, setiap kali bayang-bayang kekecewaanmu menghantui diriku. Apakah setelah mengetahui kebenarannya kau masih bisa menerimaku? Ataukah kau akan kecewa dan pergi meninggalkanku? Klee... sayangku... istriku... maafkan aku, karena ulahku kau kehilangan kedua orang tuamu. Maafkan aku..
Dari suamimu yang sangat menyesal
-Kai-
KAMU SEDANG MEMBACA
In Between
FanfictionSuatu hari Krystal menemukan dirinya sudah sah menjadi istri pengacara muda orang kepercayaan kakeknya, Kai. Tidak ada pilihan lain bagi Krystal selain menerima pernikahan ini. Lalu apa jadinya jika sang suami menuntut Krystal untuk memberinya ketur...