Pt. 34

28.6K 1.8K 208
                                    

Haebin tersadar setelah ia pingsan tak jauh dari ruang rawat Ny. Minji.

"Ji.. Jimin-ah.."

Ia bangkit duduk di atas sofa panjang yang berada di dalam ruang rawat Ny. Minji.

"Aku kenapa? Ahh.."

"Dokter bilang kau kelelahan.. Jangan paksakan dirimu.."

Haebin pun menatap ke arah Jimin, menatapnya dalam pria yang begitu ia cintai.

"Jimin-ah.. Maafkan aku.."

"Tidak perlu mengucapkan apapun padaku.. Istirahatlah.. Dokter bilang kau butuh istirahat.."

"T.. Tapi---"

Jimin langsung keluar dari ruangan tempat ibunya di rawat.

#time skip#

Keesokkan harinya, Ny. Minji di perbolehkan untuk pulang. Jimin dan Haebin mengantar kembali ke kediamannya.

"Eomma.. Sekarang istirahatlah.."

Ny. Minji mengangguk lalu ia mulai berbaring di atas ranjangnya.

Setelah itu ia berbalik badan menatap dalam ke arah Haebin yang berdiri tak jauh di belakang dirinya.

"Ada yang ingin ku bicarakan padamu.."

Ia keluar dan di ikuti oleh Haebin di belakangnya menuju halaman rumah.

"A.. Ada apa?"

"Terimakasih sudah mencari ibuku dan merawatnya.. Terimakasih sudah mempertemukanku dengannya.."

Haebin sedikit menyunggingkan senyumnya.

"Sama-sama.. Kau bisa bawa ibumu kembali ke Seoul setelah ia sembuh nanti.. Aku sudah membujuknya"

"Benarkah? Baguslah.." Sahut Jimin dingin lalu menghela nafasnya.

"...ada yang ingin ku bicarakan lagi padamu.. Tentang kontrak kita.. Aku.. Aku benar-benar akan mengakhirinya"

Haebin tersenyum kaku dan bergetar. Ia mencoba menahan perasaan sakit mendengar ucapan Jimin.

"A.. Ah.. T.. Tidak apa-apa.. A..aku mengerti" ucap Haebin gugup.

Tangannya gemetaran dan keringat dingin.

-- Jimin POV --

Sebenarnya aku tidak tega. Aku tau dia pasti sedih mendengarnya. Aku melihatnya, kedua tangannya yang gemeteran. Ingin sekali aku menggenggamnya, menenangkannya.

Tapi aku tidak bisa.

Mungkin memang ini yang terbaik.

Sebenarnya, ini tidak adil.

Dia berkorban banyak untuk mencari ibuku. Namun apa yang aku lakukan sekarang? Meminta untuk mengakhiri kontrak begitu saja.

"Maafkan aku.."

Dia menangis, aku mendengar isakannya.

"Ah.. Tidak apa-apa.. Tidak perlu minta maaf.. Memang aku lah yang salah.."

Ia meneteskan air matanya. Aku semakin merasa bersalah.

Tapi aku tidak bisa membiarkannya bersamaku selagi ia hamil.

Ya.. Dia sedang hamil. Ku yakin itu pasti perbuatan bejat sahabatku sendiri.

Marriage Contract (PJM) [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang