7. Ada Teror lagi

216 32 3
                                    

"Silakan masuk, Tuan Nara." Naruto mempersilakan tamunya duduk di sofa. Ia melihat ada gelas dan suguhan di meja. "Hm ... ada tamu rupanya." Pria berambut pirang itu bergumam sambil menganggut-anggut. "Tunggu sebentar," pintanya pada si tamu. Naruto bergegas ke dapur untuk mencari Ayame.

"Oh, Tuan." Ayame terkejut dengan kehadiran Naruto yang tiba-tiba.

"Tamu siapa, Bi?" tanya laki-laki kaya raya itu mengabaikan ekspresi pelayannya.

"Ouw ...!" pekik Ayame. "Tu-tuan. Eh a-ano i-itu ... tamu Tuan Sasuke."

Sudah kuduga, pikir Naruto. "Buatkan minuman satu lagi, Bi. Aku pun ada tamu." Naruto melangkah ke pintu belakang, celingak-celinguk mencari keberadaan Sasuke.

"Apakah Tuan mencari Tuan Sasuke?" tanya Kakashi datang menghampiri tuannya.

"Ah ...." Naruto hendak mengatakan sesuatu dengan telunjuk diacung-acungkan di depan Kakashi.

"Mereka di gudang," jawab si pelayan setia itu. "Kemarin, Tuan Sasuke memintaku untuk membersihkannya."

Naruto mengangguk-angguk lalu mengalihkan topik pembicaraan. "Ah iya, tempo itu aku menawarkan operasi untuk matamu, bukan? Nah, kali ini kau jangan menolak," pungkasnya seraya mengamati mata Kakashi yang ditutupi kain.

"Tidak perlu, Tuan. Saya mulai terbiasa dengan mata satu seperti ini." Kakashi menolak secara halus. "Baiklah, saya pamit mau bekerja kembali."

Naruto tersenyum miring menatap punggung Kakashi kemudian ia kembali untuk menemui tamunya.

"Hahaha ... maaf, aku agak lama. Tadi, mencari-cari sahabatku, yah yang kuceritakan itu," pungkas Naruto. Ia bergabung, duduk di sofa tunggal sebelah tamunya.

Lukisan pernikahan sebesar pintu mendapat atensi dari si tamu. Ia mengamatinya sambil menarik napas panjang. Hmm ... lukisan seperti hidup. "Istrimu?" tanyanya. Naruto menjawab dengan mengedikkan bahu tanpa ingin mengatakan sesuatu. "Hmm ... jadi begini, Tuan Naruto. Aku hanya meminta izinmu agar aku bebas melakukan apa pun dalam penyidikan nanti begitu juga untuk anak buahku," ucap si tamu. Sebenarnya tanpa izin dari Naruto, sang detektif sudah mempunyai wewenang karena memang tugasnya.

"Hahaha ... tentu saja, Tuan. Silakan lakukan tugasmu. Oh iya, kalau memang harus menginap pun aku sudah menyiapkan tempat," jawab Naruto.

"Mmm ... begini, Tuan. Kita harus merahasiakan ini terhadap siapa pun! Bahkan kepada pelayan maupun sahabat Anda. Tak ada yang boleh mengenaliku." Nara menjelaskan sambil menatap serius ke Naruto.

Si tuan rumah mengangguk dan bertanya, "Apakah tidak ada seorang pun yang boleh mengetahuinya? Oh, kalau begitu kukenalkan Anda sebagai sahabatku. Bagaimana?" usul Naruto.

"Ya, itu bagus. Aku pun tadi ingin mengatakannya. Jadi, kumohon kita jangan terlihat canggung. Lagian, bukankah kita memang sahabat lama, hahaha ...." Si tamu tertawa lepas, ia mengingatkan Naruto yang terlihat bengong seketika.

"Ma-maksudmu?" tanya si tuan rumah kebingungan.

"Ah, lupakan. Kau tidak mengingatku, itu lebih bagus. Jadi, mulai sekarang kita harus terlihat seperti teman lama. Kau cukup memanggilku Nara, dan aku memanggilmu, Naruto. Oke?" Orang yang mengaku bernama Nara itu menjelaskan ke pria yang dari tadi hanya mendelongop kebingungan, dan melepaskan kekakuan dalam sapaan.

"Sebentar. Apakah aku mengenalmu sebelumnya?" Naruto masih penasaran, tetapi sudah tidak kaku lagi seperti awal-awal tadi. Diamati pria di depannya dengan saksama tanpa berkedip.

"Hei ... sudah kubilang, lebih bagus kalau kau tak mengenalku. Nanti kalau urusan ini sudah beres, akan aku jelaskan semuanya, oke," jabar Nara mendelik dan menelengkan kepala untuk meyakinkan Naruto.

Dinding Menangis (Revisi)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang