10. Mulai Terkuak

247 39 14
                                        

Naruto menemani Sai dan Shikamaru untuk sarapan di meja makan. Sementara itu, Hinata bersama Ino  berada di kamar atas.

"Tuan Sai, sebelumnya apa profesi Anda?" tanya Shikamaru sekadar berbasa-basi sambil menggigit sepotong sandwich buatan Ayame.

"Melukis," jawab Sai dengan singkat.

Pyar!

Secara mengejutkan ada suara benda pecah belah terjatuh. Tentu saja mereka terperanjat dan menghentikan acara sarapan.

"Paman, kau menjatuhkan sesuatu?!" teriak Naruto.

"I-iya, Tuan. S-saya tidak sengaja," jawab Kakashi dari arah dapur. Suaranya kentara dengan rasa ketakutan.

"Hmm ... tidak apa-apa, Paman," ucap Naruto saat melihat dari celah pembatas kaca, si pelayan pria itu gemetaran. "Bi! Tolong bantu Paman Kakashi membersihkan pecahan beling!" Ia memaklumi, mungkin gelas atau piring itu tak sengaja kesenggol, terlebih mengingat mata Kakashi yang belum pulih dari cakaran kucing.

"Naruto, kalau boleh tahu, mata Paman Kakashi yang selalu ditutup itu sejak kapan?" tanya Shikamaru seraya melirik pria berambut kuning kemudian ia kembali menggigit roti sandwich-nya sementara Sai hanya menyimak sambil menikmati sarapan.

"Nanti, kau tanya saja sendiri," jawab Naruto tanpa menoleh. Tak sengaja ia memperhatikan isi sandwich-nya. "Hei, apa ini?" Pria berambut kuning itu meraih serta mengangkat sarapannya tepat di depan wajah. Ia melihat sesuatu yang bergerak di dalam lipatan roti dan perlahan membukanya.

"Oow!" Ketiga pria itu memekik bersamaan. Mata mereka melotot sempurna menatap dengan horor ke roti sandwich yang dipegang Naruto.

"Cacing?!" teriak Naruto sangat syok.

"Kami-Sama!" Wajah Shikamaru langsung pucat pasi.

"I-itu men-ji-ji-jikan," ucap Sai gemetaran dan tubuhnya lemas seketika.

Ketiga pria di meja makan itu saling berpandangan dengan wajah berkerut dan mulut terbuka. Tanpa aba-aba, mereka berlarian ke kamar mandi dan berdesakan di pintu, berebut untuk masuk.

***

Keadaan Ino jauh lebih baik dari malam sebelumnya. Wanita itu mulai bisa diajak berbicara dengan normal karena telah kembali menjadi dirinya. Hinata setia menunggu dari pagi setelah mengantarkan sang suami untuk bekerja hingga sebatas teras.

"Ino, bagaimana perasaanmu? Apakah sudah merasa lebih baik?" tanya istri Sasuke. Ia memandang lekat ke manik mata wanita yang baru terbangun dari tidur. Si pemilik wajah cantik bagai boneka itu menoleh lalu tersenyum tipis dan mengangguk. Hinata membantunya bangkit untuk duduk menyandar pada bahu ranjang.

"Kau lapar? Sebentar, biar kuambilkan sarapannya dulu ke bawah," lanjut istri sang pengacara. Namun, Ino segera memegang tangannya serta menggeleng.

"Tidak, aku tidak ingin makan apa pun, terima kasih. Mmm ... kalau tidak keberatan, temani aku saja, bagaimana?" balas wanita berambut pirang itu. Meskipun suasana di kamar sangat terang dan udara segar berembus dari jendela yang terbuka lebar, perasaan Ino masih tidak enak dan sedikit trauma.

Hinata tersenyum tulus lalu mengangguk. "Baiklah, nanti kalau kau lapar, bilang saja, ya," ucap si calon ibu bermata rembulan itu.

Dinding Menangis (Revisi)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang