Jan lupa baca Peka Seni juga ya WOKWOKWOK
monggo lanjut.Doyoung's point of view
Suatu hari ada seorang bocah tiga tahun yang terjebak di rumah sambil melihat ibunya berjongkok ketakutan di pojok ruangan dengan barang-barang rumah yang terlempar ke arahnya.
Pelakunya tak lain dan tak bukan adalah ayah bocah itu.
Dan, omong-omong, kebetulan sekali bocah itu adalah aku.
Pemandangan seperti ini sudah makananku sehari-hari. Dari bangun pagi sampai hendak tidur selalu terjadi. Di meja makan, di dapur, di kamar, di dalam mobil, bahkan sering kali di kamar mandi rumah.
Satu-satunya tempat yang membuatku rehat dari hal ini hanya di teras rumah dan saat keluargaku pergi liburan. Ayahku akan menjadi sosok yang sangat manis, berwibawa, sayang keluarga, dan mencintai istrinya setengah mati.
Aku masih ingat bagaimana Ayah merangkul Bunda sangat lembut sambil menciumi rambutnya ketika kami makan bersama di salah satu restoran ternama di kota ini. Juga ingatan tentang beliau yang membawa kami ke kantornya. Semua karyawan memuji betapa cantiknya Bunda serta bagaimana aku dan kakakku tumbuh sehat.
Ya, hal-hal itu hanya terjadi di tempat umum. Sampai di rumah, Ayah kembali menjenggut rambut Bunda dan membantingnya ke lantai hanya karena Bunda tidak banyak bicara di depan rekan kerjanya, atau bagaimana aku yang Ayah banjur dengan air karena berpakaian lusuh, atau bagaimana Kakak yang dipukulnya berkali-kali karena merengek tidak mau pulang di depan karyawannya.
Sampai akhirnya, aku dan Kakak mendapati Bunda tergeletak di lantai dengan luka sayatan di pergelangan tangannya yang beliau celupkan ke dalam ember berisi air hangat.
Ayah menangis sejadi-jadinya di depan pusara Bunda, membuat semua orang prihatin dan simpati pada kami. Semua orang percaya pada pernyataan Ayah bahwa Bunda memang menderita bipolar sejak sebelum menikah. Hal itu bahkan tidak disanggah orangtua Bunda. Keduanya percaya bahwa Bunda memang agak bermasalah setelah menikah.
Dan jatuhlah aku serta Kakak sebagai kambing hitamnya.
Orang-orang mulai berspeskulasi. Mereka bilang Bunda terkena baby blues yang tak kunjung hilang dan membuat Bunda depresi setiap kali melihat kami. Sejak saat itu, simpati makin mengalir pada Ayah yang masih sering menyeburkanku ke dalam bak mandi dan membanting Kakak hanya karena kami terlalu banyak diam.
Aku tidak pernah paham apa yang ada dipikiran Ayah.
Beliau orang yang amat sangat disegani di kantor dan dipandang sebagai general manager yang berdedikasi tinggi pada keluarga dan pekerjaannya. Sejauh ini, selain masalah kelakuan Ayah yang tak aku mengerti, semuanya sempurna. Aku disekolahkan di sekolah swasta ternama, barang-barangku tak ada yang tak bermerek, bahkan Tetronida yang terkenal sebagai sekolah mahal nan mewah serta bergengsi bukan ukuran Ayah. Masuk ke sekolah ini sama saja seperti Ayah membeli satu box air mineral botol di grosir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Trouper
FanfictionJadi panitia pensi sebenarnya tidak ada keren-kerennya... ... apalagi kalau harus menjadi panitia sekaligus korban pemain sandiwara ulung yang mampu melakukan apa pun. Termasuk mengancam nyawamu. "Apalagi yang semesta rahasiain dari gue?" © April, 2...