22

2.9K 681 133
                                    

Gwensa

Begitu motor Hendery memasuki gang rumahku, aku langsung menyuruhnya berhenti.

Ia membuka helmnya. "Rumah elo di mana?"

"Itu," kutunjuk rumahku dengan dagu.

"Yang ada BMW parkir depannya?"

"Mobil Doyoung," jelasku.

Hendery langsung mengangkat alisnya. "Kenapa? Nggak mau bocahnya ketemu sama gue?"

"Iya," anggukku. "Lagian gue mau ngomong dulu sama elo. Kalo kita berhenti depan rumah gue, udah pasti Doyoung langsung keluar rumah."

"Oke." Hendery memangku helmnya dan melipat tangannya di atas helm. "Jadi, kenapa?"

"Yang pasti gue mau minta maaf. Gue tau elo nggak tau apa-apa tapi, sumpah, gue emang numbalin elo."

"Gue... tumbal?"

"Gue butuh mastiin apakah dugaan gue bener atau enggak. Dan caranya untuk tau... dengan mancing pelakunya."

"Lo yakin ngomongin hal itu di sini? Elo sendiri tau tadi kita diikutin."

"Dari tadi gue cek, kayaknya udah nggak ada yang ngikutin kita." Aku menggigit bibir, ragu juga bagaimana mengatakannya pada Hendery. "Diliat dari responnya sekarang, info yang gue bilang di depan elo emang bener. Sekarang pesan gue, kalo ada apa-apa kasih tau gue."

Hendery terdiam sejenak. "Gue ngerasa nyawa gue terancam."

"Memang."

Hendery masih bergeming. Kali ini wajahnya terlihat agak keder. Tangannya tiba-tiba mengarah ke kepalaku. Sebelum aku sempat menghindar, Hendery mengusapnya. "Apa pun buat elo, Gwen. Termasuk kalo gue harus dikejar-kejar oknum psiko."

"Omong-omong," aku menyingkirkan tangan Hendery dari kepalaku, "berhenti bikin Doyoung gue cemburu sih."

Seketika Hendery terkekeh. "Doyoung gue?"

"Iya, Doyoung gue!" tegasku seraya cekikikan.

"Kok tiba-tiba jadi cringes gini sih elo?"

Aku menunduk. "Karna gue nggak tau apakah gue masih punya waktu buat ngeklaim dia milik gue apa enggak."

Sejenak, hanya hening di antara kami sampai akhirnya Hendery mengusap pelan pundakku.  "Oke, gue ngerti, dia pasti mikir yang aneh-aneh ya soal gue?"

"Dia kan jadi mikir elo rivalnya."

"Emang iya."

Aku langsung tertawa mengejek. "Udah sih, Hen."

Hendery mengangkat kedua tangannya persis seperti buronan tertangkap bahas. "Iya, iya. Gue nggak akan ngegodain elo lagi depan si Doy-Doy. Tapi, apa ini artinya elo inget gue?"

"Butuh beberapa hari sampe gue inget kalo itu elo."

Hendery menyengir. "Gila ya, harusnya gue yang jadian sama elo setelah menantian sekian lama!"

"Dih," cibirku. "Ya udah, gih pulang. Udah jam setengah enam."

Ia mengangguk. Setelah mengenakan helm dan menyalakan motornya, Hendery melambaikan tangannya. "Dah, Gwen!"

Aku membalas lambaiannya singkat dan buru-buru ngacir ke rumahku.

Bunyi berderik langsung terdengar ketika aku membuka pagar rumahku yang otomatis membuat Doyoung muncul dari depan pintu. Awalnya ia terlihat hepi sampai tiba-tiba ia melipat tangannya di dada dan berjalan ke arahku.

The TrouperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang