Epilogue : Seeds and Soil

349 42 31
                                    

"Aku mau tteokbokki di pasar Hongdae. Tidak mau dari yang lain. Tiga kotak."

Hyunsik tersenyum puas menatap sekantong kue beras berbumbu pedas di tangannya. Beruntung ia menemukan satu kedai tteokbokki yang buka dua puluh empat jam, meski harus berkeliling sekitar setengah jam lamanya di antara udara dingin malam menjelang fajar.

Sepanjang kehamilan Seunghee empat bulan terakhir, mungkin inilah yang paling heroik bagi Hyunsik untuk memenuhi keinginan si buah hati di dalam perut sang istri. Seunghee membangunkannya pukul satu pagi dan tiba-tiba meminta tiga bungkus tteokbokki untuk dimakan tengah malam begini.

Bisa saja ia tak mengindahkannya dan kembali tidur nyenyak, namun tidak bisa. Wajah memelas sang istri membuatnya tak tega.

"Tteokbokki dari Hongdae. Tiga kotak," ucap Hyunsik sambil menaruh hasil jerih payahnya itu di atas meja makan.

Seunghee tersenyum lebar. Matanya berbinar-binar seolah tteokbokki adalah harta karun terpendam yang selama ini ia cari. Tak berlama-lama, ia segera membuka satu kotak dan mencicip potongan tteok pertama.

"Kau tahu, sayang? Anak dari pemilik kedai itu adalah penggemarku. Dia senang sekali aku datang ke kedainya, lalu meminta tanda tangan-"

"Enak. Enak sekali," gumam Seunghee dengan mulut penuh, tanpa sedikit pun mendengarkan cerita bahagia suaminya.

Pria itu hanya berdecak pelan. Ya sudah, ceritanya nanti saja.

Namun setidaknya perjuangannya melawan angin malam demi tiga kotak tteokbokki yang masih berasap itu tidak sia-sia.

Menatap sang istri menyantap kudapan pedas itu membuat air liurnya bersekresi lebih cepat dari biasa. Dengan santai ia mengambil satu kotak yang lain, kapan lagi bisa ikut santap tengah malam dengan bebas?

Tiba-tiba tangan mungil sang istri mencengkram lengannya, lengkap dengan sepasang alis yang beradu. "Tidak boleh."

Pria itu menelan ludah dalam-dalam, sedikit kesal. Rasa pedas kue beras itu sudah terasa di ujung lidah, namun sang istri yang sedang ngidam itu melarangnya untuk menyantapnya barang sepotongpun.

"Maksudku," Seunghee menusuk tiga potong tteok sekaligus dan menyodorkannya tepat di depan mulut Hyunsik "Aku ingin menyuapimu. Aaaa."

Sikap menggemaskan sang istri membuat rasa kesalnya terbang seketika. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, segera ia lahap tiga potong tteok itu sekaligus dan mengecapnya dengan nikmat.

"Aku sangat menyusahkanmu, ya?" celetuk Seunghee, kembali menyuapi suaminya. "Maafkan aku. Lain kali kubuat kau lebih susah lagi."

Hyunsik tersenyum kecut. Dijawilnya hidung bangir sang istri dengan gemas.

"Anak kita ada karena aku. Aku harus bertanggungjawab, bahkan jika harus bangun tengah malam untuk memetik bunga edelweiss di puncak gunung jika itu yang dia inginkan," ucap Hyunsik dengan mantap.

"Benarkah?" Seunghee membelalak takjub. "Kau bersedia pergi ke puncak gunung sekarang juga?"

Wajah Hyunsik pucat seketika, merasa salah bicara. "Ya.. tapi.. jangan malam ini dulu, kumohon. Ayah lelah dan ingin makan tteokbokki bersama Ibumu. Ya?" ucapnya sambil mengelus perut sang istri yang mulai menyembul dibalik dress tidur biru langit itu. Seunghee terkikik puas.

Satu kotak sudah tandas, Seunghee siap mengeksekusi kotak tteokbokki yang kedua, masih ditemani cengkramanya bersama sang suami yang dengan senang hati disuapi tteok demi tteok olehnya.

Apartemen Hyunsik yang dulu ditinggali seorang diri kini terasa lebih hangat karena hadirnya seorang wanita yang dicintainya. Bahkan dalam beberapa bulan kedepan, mereka akan menyambut kedatangan satu penghuni baru.

Hyunsik Junior!

Atau mungkin, Seunghee Junior.

Satu hari, satu minggu, satu bulan, dan kini mereka sudah menginjak usia pernikahan ke-enam bulan. Pelan namun pasti, dua individu menyatu dalam satu kehidupan. Bukan tanpa pertentangan, selisih pendapat terkadang muncul kembali di tengah perjalanan. Tapi seperti halnya kerikil pertama yang mereka temui di awal, mereka terus berusaha untuk melewatinya dengan baik bersama-sama.

Seperti benih yang tertanam di gundukan tanah, begitulah cinta. Ketika ia bertemu tanah yang tepat, ia akan tumbuh menjadi tanaman yang bermanfaat.

Namun, perihal menumbuhkan cinta tidaklah sesederhana itu. Tanaman yang baik membutuhkan asupan air yang cukup, sinar matahari yang menghangatkan, sedikit pupuk bila diperlukan. Proses yang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, membutuhkan ketelatenan dan kesabaran untuk memeliharanya menjadi tanaman yang baik.

Begitulah cinta. Jika tak terpelihara, matilah ia.

Cinta telah bertumbuh; mengakar kuat, bersemi bunga, hingga mulai melahirkan buahnya. Merawatnya memang tidak mudah, tak jarang angin besar datang dan menggoyahkannya. Namun mereka tidak menyerah. Berpupuk keyakinan dan kepercayaan, mereka yakin tonggak cinta akan tetap berdiri tegak untuk waktu yang lama.

*

SAY YOU LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang