[10]

274 16 22
                                    

"Ini masih jauh ya?" tanya alena.

"Udah, kalau lo ngantuk. Lo tidur aja, dari pada lo brisik ganggu gue nyetir" seru julian menjawab pertanyaan alena, yang memang sudah ia lontarkan beberapa kali.

Alena melirik kesal pada julian. Rasanya baru kali ini ia dijutekin seorang lelaki.

"Asem banget sih aku, semobil sama sidingin ini" seru alena membatin.

Alena memutuskan untuk duduk diam ditempatnya. Alena menyandarkan punggungnya dengan posisi ternyaman. Matanya masih terus menatap keluar jendela, melihat-melihat kendaraan yang berlalu lalang dan juga rerumpuatan bahkan pepohonan hijau yang menyambut mereka.

Tapi, lama kelamaan. Hawa ngantuk menyelimuti mata alena, suda berapa kali ia menguap disaat matanya masih fokus pada jalanan disampingnya.

"Hm, tidur jugakan lo" bisik julian pelan saat melihat alena tertidur disebelahnya.

"Lagian, ngapain sih. Main pakek jauh-jauh begini" serunya lagi menggerutu teman-temannya.

Fokus julian kembali kejalanan, ia harus segera sampai ditempat tujuan. Karena, ridwan dan juga albi sudah sampai lebih dulu.

.
.
.
.

"Iya gita. Suamiku, benar-benar frustasi. Selama ini dia selalu optimis untuk menemukan putri kami yang hilang. Tapi, akhir-akhir ini dia serasa menyerah akan keadaan. Aku bingung, bagaimana caranya mengembalikan semangatnya lagi" seru nyonya anindia pada seorang teman yang ia panggil gita.

"Anin. Mungkin, suami mu sudah sangat lelah. Sudah berapa tahun ia mencari, dan hasilnya sama sekali tidak terlihat" seru nyonya gita atau bisa disebut anggita.

"Anggita arahma. Bagaimana pun, usaha suamiku tetap membuahkan hasil. Walau pun hanya sekedar petunjuk" jawab nyonya anindi membela sang suami.

"Petunjuk? Maksudmu?" cicit nyonya anggita.

"Iya. Dia mendapat pentunjuk, seorang gadis yang tinggal diperumahan kelas menengah. Rumah besar peninggalan orang tuanya" jawab nyonya anindia.

"Apa kamu yakin? Kamu tidak akan salah orang lagi bukan?" seru nyonya anggita.

"Aku sudah memastikan. Dan benar, disana ada seorang gadis yang tinggal sendri. Parahnya, aku mengenal gadis itu!!"

"What. Seriously! Kamu sudah.. Memastikan?" ujar nyonya anggita terkejud.

Nyonya anindia hanya menjawab dengan anggukannya. Dia diam, memikirkan bagaimana caranya agar gadis yang dimaksud bisa menjalankan tes DNA bersamanya suatu saat.

.
.
.

"Tuan, kita sudah lama mengintai. Apa tidak ada kemungkinan untuk kita masuk dan mengambil segalanya?" tanya seseorang dengan masker berwarna putih.

"Tunggu saja. Gadis itu sudah lama menjadi incaran semua pengusaha, hanya untuk mengait ayah kandungnya" ucap lelaki lain dengan pakaia jas serba hitam yang duduk menghadap jendela sebuah perusahaan.

"Benar! Tapi, jika terlambat. Bisa saja, gadis itu lebih dulu diambil pengusaha lain" lanjut lelaki bermasker putih.

"Aku tau dan aku tidak bodoh. Maka dari itu, kemana pun dia pergi. Aku tetap bisa mengawasi"

Lelaki yang duduk dikursi kebesarannya berdiri, memperlihatkan sebuah GPS yang sengaja ia pasang diponselnya.

"Gadis itu, pergi jauh dari jakarta? Untuk itu, siapkan anak buahmu. Dan ikuti dia" seru lelaki tadi memberi perintah.

Sedangkan lelaki bermasker putih hanya bisa menunduk dengan hormat dan pergi melaksanakan perintah tuannya.

"Pramana, lihatlah. Seberapa sanggup kamu mencari putrimu" serunya dengan senyum tipis mengerikan.

Ketika Bad boy Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang