Malam yang dingin disertai hujan petir. Ilona menatap hujan yang turun dari langit lewat jendela. Sesekali dia menyesap kopinya yang masih hangat. Dia memikirkan banyak hal yang terjadi dalam hidupnya. Dikhianati sahabatnya—Karmila yang diam-diam menjalin hubungan dengan kekasih yang sudah setahun lebih bersama. Beberapa bulan setelah perpisahan menyakitkan itu, sebuah pesan dari mantan kekasihnya mengejutkannya. Mengabari bahwa mantan sahabatnya sakit dan memintanya untuk menemui mereka. Ilona menggeleng ironi.
Dia sadar bahwa dalam setahun ini dia banyak berubah. Pengkhianatan dan kebenciannya pada Erick adalah penyebab pasti perubahannya. Dulu, dia gadis yang polos. Tidak suka berteriak, tidak suka mengumpat dan membenci orang-orang jahat. Dia tersakiti dan akhirnya menyerah. Memilih menjadi antagonis dalam film yang dimainkannya. Dia benci menjadi antagonis tapi sekarang dia merasa setara dengan Amarta—ibu mertuanya yang antagonis.
Erick yang hendak membuat teh, namun dia melihat istrinya yang menatap kosong hujan di luar sana saat menuju dapur. Penampakkan petir tidak membuat Ilona menutup gorden. Erick tak paham akan karakter Ilona. Satu sisi dia membenci Ilona sama bencinya dengan kadar kebencian Ilona terhadap dirinya. Tapi, di sisi lain, dia berharap hubungannya dengan Ilona membaik. Dia berharap bisa memamerkan kemesraan di hadapan ibunya. Meskipun hanya pura-pura. Sayangnya, setiap kali dia berniat menggenggam tangan Ilona atau memeluknya, Ilona selalu menghindar. Dan terkesan canggung.
Tanpa berkata apa pun, Erick menggeser gorden. "Ada petir." Ujarnya dingin.
Ilona hanya diam. Dia menatap kosong suaminya. "Terkadang aku ingin petir mengenaiku." Gumamnya.
"Apa?" Erick bertanya heran.
Ilona menggeleng. "Tidak." dia teringat perkataan Sasa soal jaminan finansial yang diterimanya dari Erick. "Sasa resign." Sebuah pernyataan meluncur dari kedua daun bibirnya.
"Ya," sahut Erick.
"Dia bilang kamu menjamin kehidupannya."
Erick terdiam sesaat. "Ya," jawabnya.
"Kamu gila ya," ada nada emosi di balik perkataan Ilona. "Kamu membuang uang untuk wanita pujaanmu itu."
"Ilona, kamu tidak paham."
"Tidak paham apa? Kamu pikir aku bego? Aku tidak bisa terima kamu memberikan uang pada Sasa."
"Itu uangku," sanggah Erick mencari pembelaan sendiri.
"Tapi setelah pernikahan kita, uangmu adalah uangku juga." Ilona maju beberapa langkah. Matanya berkilat emosi. "Kamu membiayai perempuan yang bisa menghasilkan uang sendiri sedangkan di luar sana ada banyak orang yang kelaparan."
Erick mengulurkan lehernya hingga dia bisa mencium aroma Ilona. "Aku berhak menggunakan uangku." Katanya tajam.
"Aku berhak atas uangmu juga." Balas Ilona tak kalah tajam.
Mereka saling bersitatap dalam tatapan yang tak mau dikalahkan. "Kamu ingin aku bilang pada Sasa kalau aku tidak bisa membiayainya lagi?"
"Ya," ujarnya mantap.
Erick tersenyum tipis. "Aku tidak mau harga diriku jatuh dihadapannya."
"Oke," Ilona melipat kedua tangannya di atas perut. "Kalau itu maumu. Tinggal pilih, aku bilang pada ibumu soal ini atau aku bilang pada Sasa kalau kita sudah menikah." Ancam Ilona.
Erick menyipitkan mata. "Kamu mengancamku?"
Ilona mengangkat sebelah alisnya seraya tersenyum.
Erick semakin mendekat hingga jarak antara wajah mereka hanya satu senti. Dia menarik rambut Ilona hingga Ilona mendongak dan kedua matanya membulat. "Erick apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan ketakutan yang jelas tidak bisa ditutupi.
Pria itu hanya menatap Ilona. Tatapan yang entah bermakna apa. Dia senang melihat Ilona dalam keadaan ketakutan. Sedangkan Ilona berusaha melepaskan rambut panjangnya yang lurus dari tangan Erick. "Lepaskan!" pekiknya.
"Aku tidak ingin melepaskannya sampai kamu memilih tidak memberiku pilihan ancaman apa pun atau kita tidur bersama malam ini?"
"Sinting!" umpat Ilona.
Erick tersenyum sinis. Dia puas karena Ilona hanya akan takluk saat ancaman 'tidur bersama' diluncurkan kedua daun bibirnya.
"Pilih mana?"
"Lepaskan aku!" pekik Ilona lagi.
"Tidak akan, Ilona. Sampai kamu memilih satu diantaranya."
Sebelum Ilona menjawab, ponselnya berdering. Erick melepaskan rambut Ilona dan melangkah menuju ponsel Ilona yang berada di atas meja. Sebuah nomor asing. Tanpa menatap Ilona, Erick menjawab ponsel itu.
"Ilona, ini aku, Arun. Karmila sakit dan dia memintaku untuk menghubungimu."
Erick menatap Ilona yang terdiam dan menunggu Erick berkata pada ponselnya. Ilona tidak tahu bahwa penelpon itu adalah mantan kekasihnya. Dia mendekati Erick.
"Aku suami Ilona. Jangan ganggu istriku lagi, oke? Dia sudah bahagia di sini bersamaku." Lalu Erick mematikan ponsel secara sepihak tanpa menunggu jawaban Arun.
"Siapa?" tanya Ilona. Meskipun Erick sudah melepaskan rambutnya tapi dia masih merasa takut Erick melakukan hal-hal tak terduga lainnya. Dan yang paling mengerikan adalah Erick berhasil menguasainya.
"Mantan kekasihmu."
***
Gimana menurut kalian cerita ini? Mau di nexttt???
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Wedding [Complited√]
Romance[Cerita private follow terlebih dahulu ya] Rate #1 Romancestory 6 juni 19 Rate #1 Perfectlove 6 juni 19 Rate #1 novelcinta 6 juni 19 Rate #2 hotcouple 6 juni 19 Rate #1 Sweetromance 27 juni 2019 Demi tradisi perjodohan Ilona dan Erick menikah. Namun...