The Secret Wedding - 6

97.3K 4.2K 43
                                    

Ilona

Aku tak pernah menyangka kalau setelah perpisahan dan setelah ucapan kasar yang pernah aku luncurkan pada Arun dan Karmila membuat mereka kembali menghubungiku. Aku benci dua orang itu. Aku benci karena pernah pecaya pada mereka. Aku benci karena dikhianati. Aku bahkan tak pernah membayangkan hal semacam ini terjadi padaku. Karmila sahabat terbaikku selain Mona. Aku tidak ingin bertemu mereka lagi. Tapi, Arun bilang Karmila sedang sakit. Arun tidak mungkin menghubungiku kalau Karmila hanya sakit biasa.

Aku masih membayangkan suara Erick yang bicara di telepon. "Aku suami Ilona. Jangan ganggu istriku lagi, oke? Dia sudah bahagia di sini bersamaku." Lalu mematikan ponselnya. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Arun kalau aku sudah menikah setelah—hanya enam bulan lalu kita berpisah.

"Kamu masih berhubungan dengan mantanmu itu?" suara Erick menghentikan pemikiranku. Aku mendongak. Dia mengulurkan sebuah roti dengan selai cokelat.

Aku meraih roti selai cokelat dari tangan Erick. "Terima kasih."

Erick tersenyum tipis. "Hari ini aku akan pergi dengan Sasa. Aku tidak akan ke kantor."

Sejak dia menarik rambutk, aku berusaha untuk bersikap wajar. Mencoba merelakan Erick membiayai Sasa. Tapi, aku akan membuatnya berhenti membiayai Sasa. Aku janji.

"Terserah." Ujarku kemudian menggigit roti selai cokelat.

Erick duduk di hadapanku. "Dengar, jangan bilang apa pun pada ibuku dan Sasa, Ilona. Kita sepakat untuk saling merahasiakan apa pun dari luar."

Aku menatapnya tajam. "Merahasiakan?" sebelah alisku terangkat. "Kamu sendiri yang membuka pernikahan kita pada—" aku terhenti sejenak. "Arun." Aku menelan ludah.

Erick tertawa renyah. "Jadi, kamu tidak ingin mantan kekasihmu itu tahu kalau kamu sudah bersuami?"

"Kalau kamu memberitahu Arun kenapa aku tidak boleh memberitahu Sasa?" kataku dengan nada dan ekspresi yang masih datar.

"Itu beda, Ilona. Sasa masih kekasihku dan Arun bukan kekasihmu lagi."

Aku menggeleng tak percaya. "Itu egois namanya, Erick." Kataku lalu bangkit bersiap pergi ke kantor.

"Semakin hari aku pasti semakin sinting hidup dengan dia." Gumamku seraya berjalan meninggalkan Erick.

***

Sebenarnya aku ingin sekali memberitahu Mona bahwa aku dan Erick adalah pasangan suami-istri. Aku ingin cerita banyak hal pada Mona. Tentang perjodohan dan semua hal yang terasa semakin membebaniku. Apalagi soal Amarta. Tapi, aku tidak berani. Aku takut ada yang mendengar pembicaraan aku dan Mona. Aku juga takut melihat ekspresi Mona saat aku memberitahu sebuah rahasia. Aku adalah istri dari bosnya dan bosku sendiri.

Setelah sekian lama menatap Mona yang sedang memainkan ponselnya, aku memilih menceritakan soal Arun dan Karmila.

"Mon," Mona menoleh.

"Apa?" tanyanya dengan ekspresi wajah polos.

"Kemarin, Arun mengirim sms dan memberitahu kalau Karmila sakit. Dia bilang Karmila ingin aku menemuinya."

"Arun—mantanmu?" dahinya mengernyit.

Aku mengangguk. Aku hendak melanjutkan cerita bahwa tadi malam Arun menelponku dan yang mengangkatnya adalah Erick.

"Sakit apa si Karmila?"

"Aku tidak tahu." Kataku seraya mengangkat bahu.

"Kamu mau menemui mereka?"

Aku kembali mengangkat bahu. "Aku sudah menganggap mereka mati, Mon."

"Hahaha, emang harus begitu. Anggap saja mereka mati. Dan mendingan nomor Arun diblock." Sarannya.

"Aku sudah block nomor lamanya dan dia hubungi aku dengan nomor baru."

"Block lagi." Katanya enteng.

"Ya, memang lebih baik seperti itu. Tapi, kalau Karmila ternyata sakit parah gimana, Mon? Meskipun dia sudah berkhianat, tapi dia pernah jadi sahabat terbaik aku."

"Jawabannya ada di dalam hati kamu." Mona kembali memainkan ponselnya.

Aku memutuskan untuk mengikuti saran Mona. Lebih baik memblock mereka yang menyakitimu. Dengan begitu, aku tidak akan merasa gelisah atau penasaran lagi. Kalau Karmila memang sedang sakit dan sakitnya parah, mungkin itu semacam karma.

***

Secret Wedding [Complited√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang