Arga menghentikan motor hitamnya tepat di depan gerbang sekolah menengah pertama. Ia melirik jam arloji hitamnya sebentar, sudah pukul 13.15 itu artinya sebentar lagi gerbang sekolah ini akan segera di buka. Baru saja Arga ingin memainkan game di ponselnya, ketika suara nyaring lebih dulu masuk dan menghentikan aktifitasnya.
"Abaaaaaang!" Gadis kecil dengan rambut kuncir kuda itu tersenyum ke arah Arga.
Arga yang merasa gemas langsung mencubit pipi gadis itu ketika sudah ada di depannya. "Jangan berisik, ayo naik!"
Gadis itu mengangguk dan langsung naik di motor besar Arga yang di bantu oleh cowok itu.
"Udah siap Ra?"
"Udah dong, let's go Bang!" Serunya yang langsung memeluk Arga dengan kencang.
Arga mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Tangan satunya di pakai untuk mengendarai, tangan satunya lagi di pakai untuk menahan lengan gadis yang duduk di belakangnya.
"Rara, bangun dek. Udah sampe." Kata Arga seraya menepuk lengan adiknya.
Rara langsung tersentak kaget. Hampir saja ia jatuh kalau Arga tidak sigap menahan tubuh adiknya.
"Ra! Kamu tuh jangan ceroboh dong, kalo jatoh gimana?!" omel Arga.
"Ih abang, iyaiya maaf." kata Rara yang langsung turun dari motor abangnya dan meninggalkan Arga yang mendengus sebal.
Arga langsung membuka helmnya dan bergegas masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam Bang,"
Arga tersenyum tipis, dan langsung menyalami telapak tangan pria paruh baya yang tengah memandang Arga dengan wajah penuh senyum di atas kursi roda di dekat meja makan.
"Papa udah makan?" Tanya Arga yang langsung duduk di depan Ayahnya.
"Udah, tadi Bi imah udah siapin."
"Udah minum obat juga kan Pa?"
"Udah Bang. Kamu ganti baju dulu gih, terus nanti makan siang temenin Rara."
Arga mengangguk patuh dan langsung bangkit menuju kamarnya di lantai dua. Ia menaruh tasnya di atas kasur dengan asal, lalu membuka kancing baju seragamnya dan menyisakan kaus putih polos yang pas di tubuhnya. Ia mebiarkan celana abu-abunya dan langsung turun ke bawah untuk mengisi cacing-cacing di perutnya.
"Iya Pa, boleh kan Rara ikut?" Tanya Rara yang tengah ngobrol dengan Dio.
"Yang ikut acaranya kelas berapa aja?"
"Kelas tujuh sama kelas delapan Pa, boleh kan Rara ikut? Ini terakhir Rara bisa ikut perkemaha di SMP Pa, karena tahun depan aku nggak bisa udah kelas sembilan, tahun kemarin juga kan gak di adain karena bentrok sama bulan Ramadan."
Dio berpikir sejenak, sebelum akhirnya tersenyum dan mengangguk. "Boleh deh, asal kamu harus jaga diri ya Ra?!"
Rara langsung tersenyum dan bangkit memeluk Ayahnya. "Makasih Papa ku sayang,"
"Sama-sama," jawab Dio seraya mengelus lengan Rara.
Arga yang baru tiba langsung duduk dan menyendok nasi beserta lauk pauknya. Ia memandang heran Dio dan Rara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga dan Alena
Teen FictionIni hanya kisah SMA pada umumnya. Namun cerita ini memiliki kesan tersendiri. Bagaimana bisa? Cowok yang memiliki trauma dengan wanita ternyata sudah lama memendam rasa pada seorang gadis yang kebetulan teman kelasnya. . Bagi Alena, Arga hanya sebat...