Setibanya diruang kesehatan Farha langsung di tangani oleh anak PMR. Mereka melepaskan sepatu dan kaus kaki Farha, dan mulai memberi minyak kayu putih di kening dan hidung cewek berambut ikal itu berharap bangun dari pingsannya.
Alena yang sedari tadi menunggu di luar bersama Rizki terlihat sangat panik. Ia terbayang wajah pucat dan dinginnya tangan sahabatnya.
Alena reflek menoleh ketika decitan pintu rerdengar dari arah ruangan Farha. "Gimana temen gue Ta?"
"Udah sadar, lo bisa masuk."
Tanpa basa-basi Alena langsung menerobos pintu ruangan itu, dan mendapatkan Farha yang sedang memijat pelipisnya.
"Far, lo udah bangun? Perut lo masih sakit? Kepala lo pusing?" Farha mengerjapkan matanya beberapa saat seraya mengernyit ketika kepala dan perutnya terasa nyeri. Ia merutuki dirinya yang lupa sarapan pagi tadi.
"Udah deh lo gak usah maksain bangun kalo masih pusing, tiduran aja." Ucapnya lagi dengan sedikit nada khawatir seraya menahan bahu Farha yang ingin bangun.
"Gue nggak papa Alena," Farha berusaha meyakinkan dan langsung duduk di atas ranjang ruang kesehatan.
Tidak apa-apa bagaimana? Wajah Farha sangat pucat. Badannya pun terlihat sangat lemas dan tak berdaya.
"Makanya lo itu kalo misalnya sakit gak usah maksain! Lo juga pasti gak sarapan kan? Atau lo kemaren gak makan? Lo tuh kenapa sih susah banget kalo di suruh makan? Padahal lo cuma di suruh makan, bukannya di minta nenggak rac-"
"Ssstttt, kepala gue makin pusing denger lo ngoceh terus Na, elah."
Alena langsung berdecak sebal, seraya mengambil semangkuk bubur yang sudah di siapkan oleh petugas PMR.
"Yaudah sekarang lo makan nih, gak ada nolak-nolak. Lo harus makan!" Farha menerimanya dengan sangat terpaksa.
"Thank you my dear,"
Alena memutar bola matanya malas. "Lo habisin makanannya terus istirahat. Nanti ada anak kelas 10 yang jagain lo. Gue balik ke kelas dulu, pasti Bu Tika bakal marah kalo gue nggak ada di pelajaran dia. Ngga papa kan?"
Farha hanya mengangguk sebagai respons, karena saat ini ia tengah melahap bubur ayamnya yang masih hangat.
"Nanti istirahat gue langsung kesini kok, bye Far." Kata Alena yang langsung meninggalkan temannya. Saat keluar dari UKS, Alena tidak mendapati Rizki disana. Alena mengangkat bahunya acuh, mungkin cowok itu sudah kembali ke kelasnya.
Kali ini Alena bukannya tidak setia kawan. Tapi ia memang tidak bisa izin di pelajaran yang ia sendiri adalah penanggung jawab pelajaran tersebut.
Kaki jenjang Alena menyusuri koridor sekolah yang nampak sepi karena proses belajar mengajar sudah di mulai sejak lima menit yang lalu.
Tok tok tok
"Permisi, maaf bu saya telat." Sapa Alena ketika ia berhasil membuka pintu kelasnya dan langsung menyalami guru berawak besar itu.
"Tidak apa-apa Alena, langsung duduk di bangku kamu saja."
Alena menghembuskan nafas pelan mendengar jawaban Bu Tika. Ia mengangguk patuh dan langsung duduk di bangkunya.
Sesampainya di bangku, Alena langsung memasang wajah sebal. Ia benar-benar masih merasa jengkel dan gondok dengan teman sebangkunya yang jelas-jelas tadi berhasil membuatnya emosi di lapangan sekolahnya.
Arga, yang notabennya teman sebangku Alana tidak tahu harus berbuat apa. Ia sendiri tidak mengerti mengapa dirinya begitu tega membiarkan gadis terjatuh di atas kakinya. Bahkan untuk menyingkirkan kepala gadis itu dari sepatunya saja Arga tak sanggup saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga dan Alena
Teen FictionIni hanya kisah SMA pada umumnya. Namun cerita ini memiliki kesan tersendiri. Bagaimana bisa? Cowok yang memiliki trauma dengan wanita ternyata sudah lama memendam rasa pada seorang gadis yang kebetulan teman kelasnya. . Bagi Alena, Arga hanya sebat...