Jennie POV
"Iri? Aniya! Kalau pun ada lelaki yang ingin mengajakku makan malam, aku akan lebih memilih makan malam bersama adik - adikku.", kataku.
"Jinjja? Hanya bersama Haru dan Ella? Bagaimana denganku?", tanya Hanbin oppa.
"Kau? Pergilah bersama Hayi eonni!", kataku.
"Baiklah. Seperti yang kau bilang, aku tak boleh membuat Hayi menunggu. Jadi, aku pergi dulu eoh?", kata Hanbin oppa sambil melepaskan rangkulannya.
Dia berbalik untuk pergi, tapi tiba - tiba langkahnya terhenti.
"Em, apa kau ingin sesuatu? Akan kubelikan nanti setelah makan malam.", kata Hanbin oppa sambil berbalik menghadapku.
"Aniya. Aku hanya ingin kau pulang membawa kabar bahagiamu. Dan hati - hatilah di jalan.", kataku sambil tersenyum agak paksa.
Aku mengingat lagi apa yang baru saja kukatakan. Kabar bahagianya. Aniya, aku tak menunggu itu.
Aku menunggu Hanbin oppa mengatakan bahwa dia ditolak. Itulah yang kutunggu sebenarnya."Aigoo, rasanya aku ingin memelukmu. Tapi, aku benar - benar sudah tak punya waktu lagi. Gomawo, Jen. Aku menyayangimu. Kalau begitu doakan aku, eoh? Semoga malam ini tidak mengecewakan. Aku pergi.", kata Hanbin sambil tersenyum dan melambaikan tangannya lalu dia benar - benar pergi.
"Aku juga menyayangimu, oppa. Bahkan aku mencintaimu. Tapi, maaf oppa. Aku tak bisa melihatmu bahagia bersama Hayi eonni atau gadis lainnya. Aku berharap Hayi eonni akan menolakmu malam ini.", harapku.
Lalu aku melanjutkan acara memasakku.
|°•○●○•°□■□°•○●○•°|
Setelah makan malam, aku menyuruh Haru dan Ella untuk belajar di kamar masing - masing. Aku? Aku memang membawa buku ke ruang santai, tapi aku tak membacanya karena aku tak fokus.
"Apa mereka sekarang sudah selesai makan malam? Apa oppa sudah menyatakan cintanya? Apa Hayi eonni menerimanya? Ais, bagaimana jika iya?", kataku berbicara sendiri.
Sudah cukup lama aku ada di ruang santai sambil memikirkan Hanbin oppa. Sungguh pikiranku tak bisa lepas darinya.
"Yak! Kau belum tidur?", tanya seseorang di belakangku.
Lalu aku melihat kearah belakang, dapat kulihat Hanbin oppa yang sedang berjalan ke arahku.
"Hem, aku sedang belajar.", bohongku.
Bohong? Tentu saja, tak mungkin aku mengatakan padanya jika sedari tadi aku memikirkannya.
"Geurae, tapi ini sudah malam. Tidurlah.", katanya yang sudah duduk di sampingku.
"A ... ah, ne. Aku akan tidur.", kataku sambil membereskan buku yang sedari tadi tertutup karena aku tak berniat membukanya.
Yak! Tapi apa ini? Dia tak bercerita? Aku bahkan menunggunya dan memikirkannya sedari tadi. Apa aku harus bertanya padanya? Aku sangat penasaran.
"Oppa.", panggilku.
Aku menatapnya, tiba - tiba detak jantungku berdetak kencang.
Dia sangat tampan malam ini. Aku bahkan tadi tak menyadari penampilannya karena aku terlalu kesal padanya.
Jika begini, aku tau jawabannya. Pasti Hayi eonni menerimanya."Wae?", tanya Hanbin oppa.
"Ah, aniya.", kataku lalu bangkit untuk pergi kekamar.
Tapi, Hanbin Oppa menarik tanganku. Akhirnya akupun duduk kembali.
"Jen, aku di tolak.", kata Hanbin oppa.
Mwo? Jinjja? Wha, daebak. Terima kasih, Tuhan.
Tapi, aku tak boleh terlihat senang bukan?Kulihat Hanbin menundukan kepalanya.
"Oppa, gwenchana. Mungkin, Hayi eonni ingin fokus pada sekolahnya. Kalian kan sudah berada di kelas akhir.", kataku sambil mengusap - usap pundaknya.
Tapi, Hanbin oppa malah menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Oppa, lebih baik kau istirahat. Kau pasti lelah.", kataku.
Tapi, Hanbin oppa hanya diam. Apakah dia sangat sedih?
Tapi, aku sangat bahagia.
Lalu, aku harus bagaimana?"Oppa.", panggilku sambil memeluknya.
Kurasakan pergerakan tangannya yang membalas pelukanku.
"Jen, gomawo. Kau selalu ada untukku disaat suka maupun duka.", katanya sambil mengeratkan pelukannya.
Sungguh, aku ingin waktu berhenti sekarang juga.
"Ne, oppa. Aku pasti akan selalu ada untukmu, kapanpun itu.", kataku.
"Karena kau segalanya bagiku.", lanjutku (dalam hati).
"Tapi, Jen ....", kata Hanbin oppa gantung.
"Aku tidak di tolak. Tapi, aku diterima.", teriak Hanbin oppa sambil melepaskan pelukanku.
Dapat kulihat, Hanbin oppa tersenyum bahagia.
"Mwo?", tanyaku lirih.
Sungguh aku sangat terkejut sekaligus kecewa.
"Hayi menerimaku, Jen.", kata Hanbin sambil memegang tanganku.
Sungguh, aku tak tau harus bagaimana menanggapinya sekarang.
Dia membohongiku! Hanbin oppa membohongiku!Aku tak tau kapan air mata ini turun.
Tapi, kenapa aku menangis dihadapan Hanbin oppa?"Yak! Kenapa kau menangis? Mian, aku tak bermaksud membohongimu. Aku hanya bercanda tadi.", kata Hanbin khawatir.
"Jen, mian. Jangan menangis, eoh?", kata Hanbin oppa sambil menghapus air mataku.
"Kau jahat oppa, bisa - bisanya kau membohongiku?", kataku sambil bangkit dan pergi ke kamar meninggalkan Hanbin oppa sendiri di ruang santai.
Aku menangis karena dia membohongiku. Tapi, satu alasan kuat kenapa aku tak bisa mengontrol diri untuk tak menangis di depannya.
Yah, karena Hanbin oppa bilang dia diterima oleh Hayi eonni.
Itu artinya, Hanbin oppa sudah ada yang memiliki sekarang.Lalu, aku harus bagaimana sekarang? Apa aku harus menyerah? Apa aku harus menghapus perasaanku pada Hanbin oppa?
Tapi, aku tak bisa.Jennie POV End
.
.
TBC.Gimana part 15nya all? 😁
Jangan rame diawal aja ya, dipart-part selanjutnya tolong ramein juga 🙏
Ah iya, jangan lupa vote ya sebagai tanda kalian dukung aku. 🙏🏻
Bagi yang belom follow aku, tolong follow ya. 🙏🏻
Gomawo, all. 🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
True Destiny
FanfictionTak ada satupun manusia yang mengetahui takdir hidupnya , termasuk tentang jodoh. Kim Hanbin dan Kim Jennie, seperti apakah takdir mereka yang sebenarnya? Sudah sejak lama, mereka ditakdirkan menjadi adik dan kakak. Tapi, apa memang itu takdir merek...