6. Marah

703 48 6
                                    

Vanya menatap ke jendela yang berada di dekat pintu masuk rumah nya. Belakangan ini, Vanya merasa begitu kesepian, karena Daddy nya sedang berada di luar kota. Vanya merindukan Daddy nya. Satu-satu nya orang yang sudah membesarkan Vanya dengan kerja kerasnya.

"Kenapa Daddy belum telfon Vanya?" Ucap Vanya bermonolog. "Sesibuk itu ya Daddy kerja buat hidupin Vanya?" Lanjutnya lagi disertai dengan kekehan kecil namun ada rasa sakit yang muncul dihati nya.

Ponsel yang sedari tadi di pegang Vanya bergetar. Vanya mengernyit ketika di layar ponsel nya tertera nama Diba.

"Halo."

"Vanya siap-siap gih, dua puluh lima menit lebih lima menit lagi gue sampe rumah lo."

Vanya sedikit menjauhkan ponselnya ketika mendengar suara cempreng Diba.

"Ngapain?"

"Gue pengin beli novel"

"Tumben banget lo beli novel? Bukannya lo bilang waktu itu enggak suka baca, ya?" Tanya Vanya heran.

"Pasti ada sangkut paut nya sama oppa-oppa lo itu? Ya, kan?" Tebak Vanya.

"Hehe.. Tau aja jubaedah. Udah cepetan temenin gue ya! Gue enggak nerima penolakan, titik!"

Sambungan telfon terputus membuat Vanya mendengus. Mau tidak mau Vanya segera bersiap-siap mengganti baju nya.

***

Valas berdecak kesal, sudah beberapa kali Valas menghubungi Vanya namun tidak ada jawaban dari Vanya. Kemana dia? Pikiran Valas sudah tidak bisa positif lagi. Valas yang sedari tadi duduk di meja makan seraya meminum segelas air putih langsung beranjak ke kamar untuk mengambil kunci mobil nya.

Delvin dan Bella yang tengah berduaan di ruang keluarga menatap Valas heran, ketika Valas nampak terburu-buru dengan raut wajah yang sangat tidak bersahabat.

"Siapa yang berani nya membangunkan macan lagi tidur?" Tanya Delvin.

Bella menggidikkan bahu nya.

Tidak butuh waktu lama, Valas sudah keluar dari kamar dan langsung menuruni tangga.

Baru saja Delvin ingin bertanya, Valaa sudah mengucapkan, "Mah, Pah, pergi."

MY BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang