08 회

12.9K 2.4K 329
                                    

Taeyong mengatur nafasnya yang memburu. Setelah tadi mengejar Coco saat keluar dari klinik, akhirnya ia bisa terbebas dari bayang-bayang omelan mematikan Youngjae, sang pemilik. Meskipun pria itu adalah temannya sendiri, namun Taeyong sudah cukup tahu bagaimana reaksi Youngjae ketika tahu bahwa Coco hampir saja pergi.

Sudah pasti pria itu akan memukulinya, pikir Taeyong. Coco bahkan lebih berharga bagi Youngjae ketimbang kekasihnya sendiri.

Coco sudah aman ditangan Lisa, wanita itu pun telah membawa anjing poodle milik Youngjae kembali ke klinik. Sedangkan Taeyong kini masih beristirahat didepan sebuah toko swalayan dua puluh empat jam, tak jauh dari tempat dimana ia menangkap Coco tadi.

Taeyong memejamkan mata, ia bisa merasakan keringatnya mengalir deras dibalik kemeja navy yang ia kenakan. Namun, kedua netranya kembali membola saat merasakan sebuah benda dingin menempel pada pipinya.

"Thanks," ucap Taeyong melihat Jaehyun dengan senyum lebarnya berdiri disamping tempat duduknya saat ini. Pria itulah yang menempelkan minuman kaleng pada pipinya.

Jaehyun ikut duduk disebelah Taeyong, menenggak minumannya sejenak sebelum kembali memerhatikan lekukan wajah nyaris sempurna pria disampingnya. Sadar jika tengah diperhatikan, Taeyong melirik Jaehyun hingga tatapan keduanya bertemu.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Tanya Taeyong lalu meletakkan minumannya diatas meja.

Jaehyun tersenyum tipis, "Kau sangat tampan,"

"Terima kasih," jawab Taeyong.

"Dan cantik," sambung Jaehyun yang membuat kedua pipi Taeyong merona.

Sial, kenapa ia menyebutku cantik?!

Taeyong mengerucutkan bibirnya, "Memangnya aku ini wanita apa." Ia menggerutu.

"Memangnya hanya wanita yang bisa dipanggil cantik?" Jaehyun menyela, "Buktinya kau cantik, padahal kau ini pria."

Taeyong memutar bola mata malas, "Terserah," pasrahnya, "Ngomong-ngomong kenapa kau datang ke klinik? Jika kau kekurangan vitamin datanglah ke dokter manusia, bukan dokter hewan."

"Salah sendiri," Jaehyun melipat lengan didepan dada, "Kenapa kau tak memberiku nomor ponselmu?"

Pria berlesung pipi itu menatap Taeyong intens, "Jika kau memberiku nomor ponselmu aku hanya perlu menelfonmu dan mendengar suaramu sebagai obatku."

Rupanya ia masih belum menyerah.

"Memangnya untuk apa aku memberimu nomor ponselku? Kita tak berteman dan tak ada hubungan apa-apa." Taeyong berucap dengan nada tenangnya, "Dan suaraku tidak mengandung vitamin, maaf."

Jantung Jaehyun bagai dihujam belati tajam, mendengar Taeyong mengucapkan hal itu membuatnya merasa tak dianggap. Apa ia harus berusaha lebih keras lagi? Pikirnya.

"Kalau begitu jadilah temanku."

Tapi aku ingin menjadi kekasihmu.

"Lalu?" Taeyong mengangkat alis, iris kelamnya masih terfokus pada Jaehyun disampingnya.

Jaehyun menipiskan bibir, mendekati Taeyong hingga bahu keduanya bersentuhan, "Menurutmu?" Ucapnya dengan nada seduktif.

Jika Taeyong memiliki sayap, mungkin saat ini ia telah terbang dan melayang-layang di udara. Mendengar suara berat Jaehyun saja sudah membuatnya mabuk, kadar alkohol bahkan tak bisa menandinginya.

"Menurutku?" Taeyong mengulang ucapan Jaehyun, "Menurutku untuk apa kita berteman? Kita saling mengenal hanya karena Ruby adalah pasienku kan?"

"Wah, ternyata kau pilih-pilih juga." Jaehyun mendesis, "Padahal sebuah hubungan biasanya berawal dari status teman."

"Huh?"

Jaehyun menggeleng, "Tidak, tidak. Lupakan."

Apa susahnya bilang suka?

Taeyong menghembuskan nafasnya pelan sebelum beranjak dari kursi, "Kalau begitu aku kembali ke klinik dulu," ucapnya, "Terima kasih karena sudah membantuku mengejar Coco tadi."

Pria berjas putih dengan dalaman kemeja berwarna navy itu berjalan pelan meninggalkan Jaehyun yang masih terdiam di depan toko tadi. Diam-diam Taeyong mengulas senyum penuh kemenangan, terlebih ketika mendengar pria berlesung pipi itu meneriakkan namanya.

Menghentikan langkah sejenak, Taeyong berbalik lalu mengangkat alis, "Kenapa?" Tanyanya pada Jaehyun yang berlari kearahnya.

Taeyong dapat melihat pria dihadapannya mengatur nafas. Namun selang beberapa detik kemudian akal sehat Taeyong seolah lenyap. Ia mati-matian untuk tak memejamkan mata saat merasakan tangan hangat Jaehyun menangkup kedua pipinya.

Dan saat bibirnya tiba-tiba dibungkam oleh milik Jaehyun, Taeyong merasa ribuan kupu-kupu dari surga berpindah tempat kedalam perutnya.

Lagi Jaehyun, aku ingin lebih.

"Brengsek!" Umpat Taeyong lalu mendorong kuat dada pria berlesung pipi itu.

Plak!

Pipi kanan Jaehyun memanas ketika telapak tangan Taeyong mendarat mulus diwajahnya.

"Kau bajingan menjijikkan!"

Taeyong mengusap bibirnya dengan punggung tangan, "Apa kau ini gila hah?!"

"Ya, aku gila karenamu!" Balas Jaehyun dengan nada suara yang meninggi seolah tak ingin kalah dari Taeyong.

Taeyong menganga tak percaya, "Apa kau ini penyuka sesama jenis?" Tanyanya lalu menggeleng pelan, "Aku sungguh kasihan dengan kekasihmu, Jaehyun."

"Jika kau kasihan padanya seharusnya kau tak membuatku jatuh cinta padamu Lee Taeyong."

Bagus, level pertama selesai.


ㅡto be continued

ㅡto be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Loving Her Boyfriend | Jaeyong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang