35 % [ L E P A S K A N ]

1K 141 22
                                    

Jalani saja sampai kita ketemu jawabannya
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah bertemu di depan lift, Singto dan Krist memasuki lift dan meuju rooftop yang mereka maksud. Didalam lift tersebut mereka hanya diam, memandang pantulan wajah mereka di dinding lift, dan terus berfikir, apa yang harus mereka katakan nanti, apakah akan baik untuk kedepannya? apakah ini akan menjadi sebuah kesalahan?

Perjalanan karir mereka sampai saat ini tidaklah mudah, kalian tau sendiri itu. Dan itu akan sangat bodoh jika semua ini akan rusak begitu saja hanya karna satu buah kata.

Perasaan

Ting!

Pintu lift itupun terbuka, dan langsung terlihatlah pemandangan kota Bangkok dari sudut pandang dari rooftop gedung tersebut. Singto mendahului keluar dari lift tersebut dan disusul dengan Krist, berjalan menuju pembatas rooftop tersebut.

Angin yang berhembus menyapa mereka disana membuat rambut beberapa helai rambut mereka ikut merasakan angin tersebut dengan terus berkibar disana. Mereka memandang sekumpulan gedung-gedung dan bangunan-bangunan yang terlihat kecil disana, terlihat lebih menarik di pandang dari pada sosok yang ada di samping mereka.

"Apa yang kamu rasakan saat ini, Kit?"

"bahagia" Krist tersenyum setelahnya

"atas?"

"Semuanya"

"Apa aku salah satunya?" Singto tersenyum dan mengalihkan pandangannya pada sosok disebelahnya itu.

"Tentu!" Krist pun juga mengalihkan pandangannya ke arah Singto. Mereka saling melempar senyum.

"Lalu, apa yang ingin kamu bicarakan?" Singto memasukkan tangannya di saku celananya.

"Aku tau P'Sing memperlakukanku dengan cara yang  berbeda dengan orang lain"

"tau dari mana?"

"Apa P'Sing pernah dengar kalau orang yang penasaran bisa melebihi intel?"

"Haha, benar. Dan kamu menemukan fakta itu?"

"Iya, dan apa itu karena murni P'Sing menganggapku sebagai adik?"

"Bukankah aku pernah mengatakannya, kalau kamu ku anggap adik kandungku?"

"Tapi kenyataannya?" Krist mengangkat alisnya. Berniat menggoda kakaknya ini.

"Mungkin lebih? Entahlah dari kapan, tapi saat itu aku masih terus berpikir memang begitu bukan perlakuan kakak terhadap adiknya? Aku tidak tau apa yang salah disana, aku hanya ingin bersenang-senang dengan peranku sebagai kakakmu, apalagi setelah kamu mengatakan kalau kamu bukan... gay? Aku tahu itu, dan aku pun sama. Tapi setelah kamu menyatakan itu berulang kali, aku jadi sedikit merasa sakit? Ah, bukan hanya sedikit kupikir.  Maka dari itu aku sering mengabaikan pesanmu, berusaha untuk menjauhimu ketika kita tidak sedang kerja bersama, paling tidak sampai aku tidak lagi merasakan sakit. Tapi yang terjadi setelah bertemu kamu apa? aku berpikir bagaimana aku bisa menjauhimu?"

"Maaf atas perkataanku"

"Bukan, bukan itu inti pembicaraanku tadi. Kamu tidak salah disitu. Yang aku bicarakan apakah perasaan seperti itu termasuk perasaan sebagai kakak terhadap adiknya?" Singto menghela nafasnya. Sedikit ada rasa lega disana, pertanyaanya selama ini tersampaikan, walaupun belum ada jawabannya disana.

"Yang ku tau, rasa sayangku pada Kat memang besar, aku pun akan protektif jika ada lelaki yang mendekatinya, itu hanya karna aku tidak ingin dia ada di tangan laki-laki yang salah. Dan jika adikku mengatakan dia bukan penyuka sesama, yang ada aku lega, bukan sakit"

Upgrade Status [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang