Jam di dinding putih rumah sakit itu menunjukan pukul 10:12 AM, Nathan bangun dari pingsannya. Kepalanya pusing, matanya berat, dan badannya terasa lemas . Saat ia bangun, ia tak mendapati satu orangpun di dalam ruangan, dan akhirnya ia memutuskan untuk menekan tombol “help!” di sisi atas tempat tidurnya. Tak lama kemudian seorang suster datang
“uhm.. dimana wanita yang tadi bersamaku?” tanya Nathan
“Oh, ia ada di ruangan sebelah.” jawab suster
“Bisakah aku mendatanginya?” pinta Nathan
“Baiklah” kata Suster menyetujuinya.
Tubuh Anna terlihat tenggelam di tempat tidur itu, separuh wajahnya tertutupi oleh masker yang menyuplai oksigennya, dan di tangan kirinya terdapat infuse seperti Nathan. Nathan berjalan mendekatinya sambil menarik infusnya, lalu ia duduk di sisi kanan tubuh kecil Anna. Nathan menatap Anna dengan tatapan penuh kasih, Nathan meraih tangan kanan Anna, digenggamnya tangan mungil pucat dengan cat abu abu di kuku Anna.
“Maafkan aku, Anna. Maafkan aku” bisik Nathan berkali kali sembari mengelus punggung tangan Anna. Suara Nathan mengecil sembari air mata mengalir di pipinya, diusapnya air mata yang mengalir di atas pipinya. Nathan beranjak dari duduknya lalu mencium kening Anna, dan sekali lagi Nathan menatap Anna dengan penuh kasih. Nathan lalu pergi kembali ke kamarnya dan meninggalkan Anna sendiri.
----
10 hari berlalu, perban di dahi kanan Nathan sudah dilepas tetapi mata Anna tak terbuka sedikitpun. Mrs. Perkins yang merupakan satu-satunya orang terdekat Anna selain Nathan menghabiskan 10 harinya bersama putri semata wayangnya itu. Nathan teringat dengan beasiswa yang ia punya jadi Nathan memutuskan untuk pergi menyiapkan berkas berkas yang harus ia urus. Nathan berpamitan dengan Mrs. Perkins lalu meninggalkan Mrs. Perkins bersama Anna.
Nathan pergi kembali ke rumahnya, menyiapkan berkas berkasnya dan akan menyerahkan berkasnya pada Mr. Smith, saat Nathan sedang menyiapkan berkasnya, ponselnya bergetar.
“Anna is calling”
Nathan sangat senang mengetahui bahwa Anna menelponnya, dengan segera Nathan mengangkatnya dan didapatinya suara Mrs. Perkins
“Nathan, it’s me. Anna sudah siuman” kata Mrs. Perkins
“I’ll be there in 15 minutes!” jawab Nathan lalu bergegas pergi ke rumah sakit.
--
Sesampainya di rumah sakit Anna berlari menuju ruangan Anna tetapi, saat ia sudah sampai di depan ruangan ada Mrs. Perkins yang sedang menutup mulutnya dengan tangan kanannya, dokter dengan beberapa lembar kertas di tangan kanannya, dan seorang lelaki dengan pakaian pendeta sedang berbicara. Nathan yang merasa bingung langsung menyertakan dirinya dalam pembicaraan
“Ada apa ini?” tanya Nathan memotong pembicaraan. Semua diam tak satupun berani menjelaskan apa yang sedang terjadi. Nathan yang bingung karena pertanyaannya tak di jawab menoleh kearah Mrs. Perkins yang daritadi hanya menangis sesenggukan sambil menutup sebagian wajahnya itu
“Ada apa?” tanya Nathan sekali lagi dan kali ini ia mendapat jawaban
“Kami tak tahu harus berbuat apa. Kemoterapi tak mungkin dilakukan lagi karena tubuhnya yang lemah akibat kekurangan darah saat kecelakaan 10 hari yang lalu.” kata si dokter. Mata Nathan menyipit, ia berusaha mencerna perkataan lelaki dengan jas putihnya itu, Nathan yang tak mengerti menunjukan wajah bingungnya
“What do you mean?” tanya Nathan langsung ke topik pembicaraan
“Anna ca-can’t last lo-longer than 2 months” kata Mrs. Perkins dengan terbata bata
“WHAT?!” kata Nathan kaget dan marah, ia langsung menerobos Mrs. Perkins yang menghalangi jalan. Nathan mendorong pintu ruangan itu dengan keras dan saat hatinya terbakar emosi, dilihatnya sesosok gadis kecil dengan baju pasien rumah sakit sedang tidur meringkuk ke arah kiri. Hati Nathan luluh melihat Anna yang badannya semakin kurus meringkuk di sisi tempat tidur. Nathan mendekatinya dengan perlahan, ia duduk di sisi kiri tempat tidur. Ia meletakan wajahnya di atas kasur, sejajar dengan wajah Anna.
Tak lama mata Anna terbuka, dan bertemulah mata mereka. Nathan yang melihatnya spontan mengukir senyuman di wajahnya. Anna pun juga membalas senyuman Nathan
“I’m sorry” kata Nathan masih dengan posisi wajahnya yang sejajar dengan Nathan
“No, you’re not sorry. You’re the love of my life.” kata Anna lalu tersenyum. Nathan menikmati pemandangan indah di depan matanya. Mereka saling berpandangan, dan sesekali tangan Nathan memperbaiki poni Anna yang terjatuh. Mereka berpandangan cukup lama sampai ponsel Nathan bergetar, Nathan yang menyadarinya melepaskan pandangannya lalu mengangkat teleponnya
“Ya?” jawab Nathan
“It’s Mr. Smith. You have to submit your data. 10 hari lagi akan Natal.” kata Mr. Smith
“Oh ya, aku akan mengumpulkannya hari ini” jawab Nathan sambil melihat lurus keluar jendela
“Baiklah, aku menunggu di kantorku” kata Mr. Smith mengakhiri panggilannya. Nathan menghela nafas panjang, sebenarnya ia tak yakin dengan apa yang akan ia lakukan tapi…..
“Kau mengambil beasiswa itu ya?” suara kecil Anna memecah pikiran Nathan
“Ehm, actually I’m not really sure about this” kata Nathan canggung
“You deserve it” kata Anna lalu mengukir senyum di bibirnya yang pucat itu.
“…but I don’t wanna leave you..” kata Nathan dengan nada frustasi
“you’re not gonna leave me, I’m the one who gonna leave this world” jawab Anna dengan tenang. Nathan yang sedang frustasi semakin dibuat frustasi dengan perkataan Anna
“….no, no darling. You’re gonna survive, don’t you?” kata Nathan sambil memegang tangan Anna
“… I’m not sure, Nath. The world is getting bigger and harder”
“No, you’re not. No matter how small we are, when we are together everything seems so easy” kata Nathan lalu mencium kening Anna.
----
HE
HE
HE
I'M REALLY SORRY. I'm so sorry that I haven't post anything in the past 3 weeks. I'm so busy with all the stuffs going on in the school.
I'm so sad to tell you this story going to end soon (3 parts left)
PLEASE
PLEASE, don't mad at me. I'm really sorry
Please votes and comments! :)xx
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Disease
Teen Fiction"what kind of a guy fall in love with a dying girl?"