-Bagian 6-

40 10 3
                                    

Biru bermaksud mendekati Rayya yang sedang duduk di bangku taman. Suasananya sangat teduh dan tenang.

Di bawah pohon rindang, Rayya mengayunkan kedua kakinya bergantian sembari memerhatikan burung-burung kecil di hadapannya yang sedang mencari makan. Angin berhembus pelan membuat helai demi helai rambut Rayya berterbangan. Rayya sedikit terganggu karena beberapa rambutnya mengenai bibirnya yang mungil.

Biru mendudukkan bokongnya di samping Rayya, sang puan masih belum menyadari keberadaannya. 

"EKH EKHEMM." Biru sengaja batuk kecil sebagai kode keberadaannya. 

Rayya menoleh. 

"EHHH! YAMPUNN NGAGETIN AJA TAU GAKK!" Rayya melotot sembari memukul pelan lengan Biru. 

"HHAHAHHA. Maaf, Rayy. Saya gak berekspetasi ekspresi kamu bakal sekaget itu."

"Gimana gak kaget, gak ada suara langkah kakinya sama sekali terus tiba-tiba ada wujudnya di sini. Yaa aku kaget."

"Hhhhah, Lucu banget kamu, Ray. Ikut saya yuk, Ray.  Ke tempat yang pasti bikin kamu senang, mauu?"

"HAHH Kemana?"

Tanpa menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Rayya, Biru justru segera menggandeng tangan Rayya dengan lembut dan memberhentikan bus Kopaja untuk mereka tumpangi bersama. 

Rayya berlari kecil mengekor di belakang Biru. Langkahnya yang tidak selebar langkah kaki Biru pun membuat Biru memperlambat laju kakinya.

Di dalam bus Kopaja yang melaju dengan kecepatan sedang, Rayya masih menerka-nerka kemana Biru akan membawa dirinya. Tetapi, daripada waktunya disita oleh pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya penasaran sendiri, ia memilih untuk mengalihkan perhatian ke luar kaca bus yang usang. Kacanya dipenuhi percikan debu, membuat pemandangan di luar sana pun tidak terlihat jelas. Rayya semakin bosan, wajahnya merenggut. Seharusnya ia tidak mengiyakan ajakan Biru, seharusnya ia tetap di taman bersama burung-burung kecil itu aja. Sayang sekali, Biru terlalu sulit untuk ditolak ajakannya. Dia cukup menyenangkan. 

Biru kembali menggenggam lembut tangan Rayya dan membimbingnya untuk turun dari bus. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Biru. Hingga akhirnya mereka melewati tempat yang penuh dengan barang rongsokan dan gerobak kayu. Rasa penasaran Rayya semakin menjadi-jadi. Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi kepala Rayya. 


Dia gak mungkin nyulik aku kann!? 


Biru melihat tersenyum Lily yang sedang terpana di depannya memegangi sekarung botol bekas yang sudah kumel. 

Lily masih memerhatikan siapa sosok perempuan cantik yang tangannya sedang digenggam oleh kakak pengajarnya itu.

Apa perempuan itu yang dimaksud Kak Biru? Wahhh berarti benar apa yang dikatakan Kak Biru waktu itu

"Kak Biruuu...." sapa Lily sambil berlari mendekati Biru.


"Haiiii.." Biru tersenyum ramah.
"Kak Biru aku kangen taukk."
"Iyaa maaf ya, Kakak baru sempat main ke sini sekarang."

Rayya masih memerhatikan adegan manis di depannya ini. Tangannya masih digenggam lembut oleh Biru, bahkan sekarang terasa sangat lembut. Seolah-olah Biru sedang menyampaikan perasaannya melalui kehangatan dan kelembutan genggaman tangannya.

"Kakak cantik ini... Kekasihnya Kak Biru ya?"
"Eh—" Rayya tersentak malu mendengar pertanyaan gadis kecil bernama Lily itu, ia cepat-cepat melepaskan tangannya dari genggaman Biru.

"Oh iyaa, kenalin ini teman kakak, panggil aja kak Rayya." Rayya tersenyum kaku dan melambaikan tangannya. Lucu sekali. 
"Ah, aku panggil peri cantik aja dehh. Boleh'kan kak?"
"HHAHA bagus jugaa. Boleh bolehh, asal jangan mimi peri ya." Biru tertawa menggelegar sambil melirik Rayya, sedangkan yang dilirik memukul pelan lengan Biru.

"Mimi peri itu siapa kak?" tanya Lily.
"Mimi peri itu saudara kembarnya Kak Biru." Biru masih menertawai celetukannya sendiri yang membuat Rayya juga ikut tertawa. Mata Biru menyipit hanya tersisa segaris, Rayya baru menyadari kalau laki-laki ini jika diperhatikan lebih lama, ternyata wajahnya manis juga.



🐳🐳🐳🐳🐳

Langit RayyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang