-Bagian 10-

33 9 4
                                    

Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama di Kota Tua, Biru memutuskan untuk pulang, bukan kerumahnya, tetapi kerumah Rayya, seperti yang ia katakan, ia akan menculik Luna lagi.

Sesampainnya dirumah Rayya, Biru tidak membawa Luna kemana-mana, hanya mengajaknya bermain ayunan-yang berada di halaman kecil depan rumah Rayya.

"Kak Biru sering-sering kesini ya"
"Iya, Kalau ngga sibuk kita main bareng, tapi jangan ajak Kak Rayya yaa.Galak soalnya."

"Biru...Aku mendengarnya"
"Eh, kirain ngga dengar"

"Hhhhaa Kak Biru cocok deh sama Kak Rayya"
"Iya memang cocok, tapi kakak kamu jual mahal banget sih, padahal dalam hatinya suka, ya kan?"
"Iya tuh, terlalu lama jomblo kak"

"Ohhh, jadi Luna ikut-ikutan juga nih ngomongin kakak?"
"Eh, ngga kok"
"Ajaran Biru ngga baik"
"Hhhaha, maaf Rayy. Oia, aku pulang dulu ya Rayy, ada pesanan dari pelanggan belum aku kerjakan"
"Oh, Yasudah, hati-hati dijalan"
"Ciee... Kamu mulai perhatian ya"
"...."

***

05:00

Rayya bangun dari tidurnya, lalu tangannya menggerayangi isi laci mejanya, mencari ikat rambut. Setelah merapikan tempat tidurnya, ia membangunkan Luna untuk segera mandi lalu sholat.

Setelah memastikan Luna masuk ke kamar mandi, ia segera menuju ke dapur untuk membuatkan sarapan nasi goreng untuk Luna.

Tak cukup waktu lama untuk Luna bersiap memakai seragam sekolahnya, dan sholat, ia menyusul ke dapur, untuk sarapan. Setelah sarapan dan minum, ia segera berpamitan dengan Rayya, dan berangkat ke sekolah menggendarai sepedanya.

Sepeninggal orang tuanya, Rayya menjadi pribadi yang lebih mandiri, sebelumnya pun ia sudah mandiri, karena orang tuanya tidak pernah memanjakan anak-anaknya, dan sekarang Rayya menjadi seorang kakak yang tegas, dan sangat bertanggung jawab untuk masa depannya dan masa depan Luna.

Dibilang rindu, ya pasti, namanya orang yang paling kita sayang, dengan cepat meninggalkan kita di waktu yang sama.

~
7 tahun yang lalu, kedua orang tua Rayya mengalami kecelakaan pesawat, saat kedua orang tuanya ingin menjemput Rayya dan Luna-yang saat itu dititipkan dirumah bibinya yang berada di Jakarta. Kepulangan kedua orang tua Rayya tidak lain hanya untuk membawa Luna dan Rayya ke Inggris dan menetap disana.

Naas, ditengah perjalanan menuju Jakarta, pesawat yang ditumpangi oleh kedua orang tua Rayya mengalami kebakaran di sayap kanannya, menyebabkan pesawat itu oleng dan meledak sebelum jatuh di laut.

Kabar tentang kecelakaan pesawat itu membuat hati Rayya sangat tidak tenang, sebab, dari data korban ia bisa memastikan kalau itu ibunya dan ayahnya.Benar saja. Kedua orang tuanya menjadi korban dari kecelakaan pesawat tersebut.

Itu adalah masa-masa yang sangat berat bagi Rayya, dimana ia harus hidup berdua dengan adiknya, sedangkan, bibinya seakan sudah tidak peduli lagi dengannya, perhatiannya tidak lain tidak bukan hanya untuk mendapat perhatian dan sanjungan dari kedua orang tuanya , tetapi Rayya bukanlah seorang yang memilih untuk terus larut didalam kesedihannya, ia akan memulai semuanya dari nol, dengan adiknya yang saat itu masih berumur 4 tahun.
~

Dan inilah Rayya yang sekarang.

08:00

Rayya melangkahkan kakinya keluar rumah, lalu menuju ke halte bus seperti biasanya.Setelah mengerjakan tugas-tugasnya yang sudah menumpuk dan pesanan-pesanan baju pengantin dari pelanggannya, atau sekadar mengukur pakaian batik yang akan dijadikan baju couple ala-ala pasangan muda jaman sekarang. Walaupun ia mempunyai karyawan, Rayya tidak ingin kerjannya hanya duduk didalam ruangan ber AC nya, lalu membuat desain gaun yang cantik, ia lebih memilih berbaur dengan pelanggannya.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul 12:00, waktunya jam makan siang. Setelah mengkomandokan karyawannya untuk beristirahat terlebih dahulu, ia pun memilih untuk makan siang di warung kaki lima yang menjual bakso didepat taman yang letaknya tidak begitu jauh dari butiknya.

Rayya memang seperti ini, ia lebih suka makan dipinggir jalan, makan apa saja, asalkan tempatnya nyaman baginya, ia tidak akan banyak komen.

Setelah menyusuri jalanan sempit yang mengantarkannya ke area taman, ia segera menghampiri gerobak bakso, dan memesannya dengan level yang sedang, setelah menghabiskan semangkuk bakso tanpa micin, ia memilih untuk duduk ditengah taman yang sejuk.

Memperhatikan anak kecil yang sedang tertawa riang sambil main perosotan, ia juga melihat anak kecil yang menangis karena terjatuh setelah main kejar-kejaran, melihat anak laki-laki yang dengan lincahnya mencoba merebut bola yang sedang dimainkan oleh ayahnya, dan pemandangan yang lainnya.

Saat sedang asyik memperhatikan, ia dikagetkan dengan tepukan yang ditujukan dipundaknya, membuatnya seketika menoleh melihat siapa yang menepuk pundaknya.

"Yudis." ucap Rayya pelan, namun ekspresi wajahnya terlihat kaget.
"Hai Rayy," Yudis mendudukkan bokongnya diatas bangku taman, membuat Rayya reflek menggeser duduknya.
"Kamu apa kabar?"
"B-a-baik"
"Dulu kita dekat banget, sekarang jadi canggung gini ya"
"I-iyya, mungkin, emm... Ada apa sama kamu?"
"Ngga ada apa-apa, aku cuma ngerasa ada yang belum selesai"
"Semuanya udah selesai"
"Rayy... Aku tau aku salah," Yudis mencoba menggenggam tangan Rayya, namun Rayya melepaskannya.
"Aku tau semuanya udah beda, tapi izinin aku untuk jelasin semuanya Rayy"
"Udah ngga ada yang perlu dibahas lagi Yud, dulu kamu menghilang gitu aja, dan sekarang kamu muncul untuk memberi penjelasan soal semua kejadian pahit saat itu? Telat Yud"
"Rayy... Aku mohon, Aku ngga minta kamu buat nerima aku lagi, tapi izinkan aku untuk menyelesaikan semuanya"
"Yud... Kamu lupa ya? Bahkan kamu sendiri yang membuat kita jadi usai, kamu yang memilih pergi ninggalin aku, disaat aku benar-benar butuh kamu Yud, kamu ngga tau gimana hancurnya perasaan aku saat itu, kamu tuh jahat Yud, jahat banget"
"Rayy.... "



🐬🐬🐬🐬🐬

Langit RayyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang