-Bagian 12-

29 9 3
                                    

Langit cerah mulai berubah menjadi sedikit mendung, ah, Rayya tidak suka hujan, ia berharap sore ini hujan tidak menjatuhkan diri ke bumi.

Rayya kembali ke taman, karena Biru sudah bilang bahwa ia akan menjemputnya, padahal biasanya Biru slalu naik transportasi umum, entah bohong atau tidak, Rayya hanya menuruti perkataan lelaki itu.

Rayya memandangi langit yang mendung dengan cemas, seolah ia sangat khawatir jika hujan turun saat itu juga.

"Rayy" suara itu cukup membuat Rayya terdiam sebentar, sebelum tatapannya tertuju kearah lelaki yang berusaha untuk ia benci itu.

Melihat kemunculan Yudis, Rayya segera beranjak ingin pergi, tetapi tangannya ditahan oleh Yudis.

"Bisa gak sih kamu gak usah ganggu aku lagi?"
"Rayy, aku minta waktu kamu, aku mau semuanya jelas Rayy"
Rayya menghirup udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan kasar.

"Rayy, aku minta maaf sebelumnya," Biru menghirup udara dalam-dalam. "Kamu udah sering minta maaf, tapi kamu begitu lagi, begitu lagi" ucap Rayya memotong kalimat Biru.
"Rayy, jadi saat itu aku mempunyai sekretaris di kantor, dia baik, dan...karena suatu hal, aku harus datang ke rumahnya, di rumahnya aku disuguhi air mineral dan beberapa kue kering rasa cokelat, "
"Hmmm"
"Aku meneguk habis minuman yang aku pikir ya... air mineral biasa, tetapi setelah minum itu kepalaku terasa sangat pusing Rayy" -Rayya masih mendengarkan cerita Yudis dan menyimaknya.
"Aku gak sadarkan diri,"
"Sampai suatu ketika sekretaris yang sekarang menjadi istriku itu datang ke rumah, dan meminta pertanggung jawaban atas apa yang udah aku lakuin ke dia Rayy"
"Dia hamil?" tanya Rayya ragu.
"Iya, mungkin kamu akan berpikir kalau aku ini lelaki bejat Rayy, tapi aku yakin aku gak ngelakuin itu Rayy," -Rayya sedikit menggeser duduknya menjauh dari Yudis, ia tidak menyangka Yudis bisa seperti ini.

Yudis menatap Rayya dengan wajah lesu.
"Setelah itu mama sama papa memilih untuk menikahkan kami berdua, dan aku terpaksa harus ninggalin kamu Rayy," Yudis tak kuat untuk melanjutkan ceritanya, dadanya terasa sesak dan sakit.
"Maaf aku baru bisa jelasin ini semua sekarang, karena sebenarnya aku juga gak sanggup Rayy bilang ini ke kamu, sakit Rayy rasanya."

Tanpa Rayya sadari, air matanya jatuh begitu saja, dan tatapannya kosong, ia masih tidak menyangka, ternyata disaat Rayya mengalami peristiwa terburuk di hidupnya, Yudis juga mengalami hal yang menyakiti hatinya dan juga hati Rayya, tetapi Rayya masih mencoba menangkal penjelasan dari Yudis.

"Gak, kamu pasti bohong, pasti semua yang kamu ceritakan tadi itu semua bohong"
"Rayy... Apa aku pernah bohong sama kamu Rayy? Bahkan keputusan ini juga menyakiti hati aku Rayy" -Rayya berdiri dari tempatnya, ia berniat untuk pergi, tetapi lagi-lagi Yudis menarik tangannya, lalu mendekapnya.

"Yud, yang seharusnya kamu cintai itu Dhea bukan aku"
"Rayy, kalo aku cintanya sama kamu gimana Rayy?."

Rayya terdiam. Rintik hujan turun semakin deras, dan hal ini sangat tidak disukai oleh Rayya.

"Gak Yud, ini salah, kita gak seharusnya pelukan seperti ini, Yudis lepasin aku"
"Aku masih cinta sama kamu Rayy, Andai aja kamu tahu semua perasaan aku,"
"Kita perbaiki hubungan kita seperti dulu lagi ya Rayy...ya... "
"Kamu gila ya? Kamu udah berkeluarga Yud, jangan bawa aku jadi masalah baru dikeluarga kamu, Udah Yud, lepasin aku" Rayya mencoba untuk terus berontak, agar ia bisa lepas dari dekapan Yudis.

"Kak!, saya ngga nyangka anda berani memeluk perempuan itu, perempuan yang jelas-jelas anda tau bahwa se spesial apa dia di hidup saya. Gila. Saya ngga nyangka" ucap Biru menghampiri Yudis dengan wajah yang sangat menakutkan bagi Rayya.

"Rayy, ayo pulang" Biru segera menutupi kepala Rayya menggunakan payungnya, lalu merangkulnya, dan membawanya masuk kedalam mobil.

Rayya menangis, ia merasa bersalah dengan Biru, ia tau Biru mencintainya, ia juga tau bahwa Yudis itu kakaknya Biru, dan saat ini rasa bersalah memenuhi isi kepala Rayya.

Didalam mobil, Biru dan Rayya tidak mengeluarkan sepatah kata sama sekali, sampai akhirnya Rayya membuka suara.

"Biru..."
"Hmm"
"Aku minta maaf"
"Aku ngga marah sama kamu, dan aku ngga bisa marah sama kamu"
"Biru.."
"Rayy... Diam dulu ya." melihat ekspresi Biru dengan rahang yang mengeras, Rayya pun memilih untuk diam.

Ditengah keheningan yang memenuhi isi mobilnya, Biru menerka-nerka tentang hubungan apa yang ada antara Rayya dan Yudis kakaknya. Apa dulunya mereka adalah sepasang kekasih, atau apa.

🐬🐬🐬🐬🐬

Langit RayyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang