Karena emoji bulannya sudah habis, ini menjadi cerita terakhir dari buku Nadir.
Zhong Chenle adalah seorang penari. Di rumah saat ada waktu senggang ia akan menari dan ia mengajar kelas tari di salah satu sekolah menengah atas di kotanya seakan seluruh kehidupannya adalah menari. Semua orang bilang bahwa Chenle adalah orang yang beruntung karena memiliki wajah yang tidak jelek, keluarga yang berkecukupan, bakat menari yang sangat luar biasa, dan kekasih seorang pengusaha muda yang sangat sukses. Tetapi, Chenle tidak berpikir seperti itu. Tidak. Maksudnya ia bersyukur akan wajah, keluarga, dan kemampuan menarinya, tetapi untuk yang terakhir ia sama sekali tidak merasa bahwa itu adalah hal yang istimewa.
"Chenle, Sabtu depan aku akan mengajakmu makan malam romantis. Dandan yang cantik, oke?" Wong Yukhei mengelus rambut Chenle sebelum melajukan mobilnya kembali. Chenle hanya menghela nafas dan masuk ke dalam rumahnya. Mandi dengan air hangat sepertinya akan menenangkan pikirannya.
"Ah, sial." Chenle menggerutu saat menemukan bahwa pengatur suhu bathtub-nya sedang tidak berfungsi. Lelaki manis itu melangkahkan kakinya dengan malas ke arah dapur. Ia terpaksa harus memasak air untuk mandi.
Sembari menunggu air matang, Chenle bermain dengan ponselnya. Ia mengetikkan beberapa kata yang menyatakan bahwa ia tidak bisa latihan hari Sabtu karena ada urusan dan mengirimkannya pada Chittaphon.
Chenle meletakkan kepalanya di meja makan dan menangis tanpa suara. Ia tidak butuh makan malam romantis, ia hanya butuh Yukhei berada di sisinya saat ia sedih, sakit, atau sedang mengikuti perlombaan tetapi lelaki itu tidak pernah mengabulkannya.
💓
Dreamies adalah nama tim tari yang beranggotakan 12 lelaki manis dan tim ini sudah sering menjuarai lomba antar universitas dan kali ini mereka mendapat kesempatan untuk mengikuti lomba tari kontemporer antar provinsi yang akan dilaksanakan sebulan lagi.
"Renjun, ayo latihan. Daritadi kau main ponsel saja."
"Jungwoo, tolong ambilkan handukku. Bukan yang itu! Yang merah!"
"Hahahahaha!"
"Jaemin, jangan tertawa keras-keras."
"Sebentar-sebentar, aku tidak bisa mendengar apa yang kau katakan." Chenle berjalan keluar dari ruang loker dan memilih untuk pergi ke balkon agar bisa mendengar suara kekasihnya.
"Jadi kau akan datang ke gladi bersihku?" Chenle diam dan mendengarkan jawaban kekasihnya sebelum membuka suaranya lagi, "Baiklah. Jangan bohong."
Chenle sama sekali tidak bermaksud untuk mengintimidasi. Ia hanya terlalu lelah karena sudah berkali-kali Yukhei berjanji akan datang melihatnya menari dan sebanyak janji itu terucap maka sebenyak itulah janji itu kehilangan arti.
Lagu Long Way Down milik Tom Odell bergema ke seluruh penjuru ruangan saat Chenle masuk kembali ke dalam studio tari. Ia dapat melihat ketua mereka yang bernama Chittaphon sedang menunjukkan koreografi. Chenle mendudukkan dirinya di sebelah Jaemin dan berbincang dengan suara kecil agar tidak terdengar oleh Chittaphon.
"Kau tahu? Perenang bernama Jisung itu menyukaimu." Jaemin menunjuk kolam renang dalam ruangan yang tidak jauh dari tempat mereka berlatih. Chenle dapat melihat seorang laki-laki jangkung sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk, tetapi ia tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas.
"Darimana kau tahu?"
Jaemin tertawa, "Ia adikku."
"Oh ya?" Chenle membelalakkan matanya, "Aku tidak tahu jika kau-"
"Zhong Chenle! Park Jaemin!" Chittaphon memberi isyarat seolah sedang memotong leher ketika kedua anak lelaki itu menoleh ke arahnya.
💓
Latihan selesai pukul tiga sore. Chenle membereskan barang-barangnya dan berbincang dengan Haechan dan Jaemin sebelum memutuskan untuk pulang.
"Kurasa Mark dan Jeno datang bersamaan untuk menjemput kami." kata Haechan.
Ya. Chenle juga harus memberitahu Yukhei bahwa ia telah selesai latihan. Bukan mengharapkan dijemput, tetapi hanya agar lelaki itu tidak marah.
"Aku sudah selesai." ujar Chenle setelah mendengar suara kekasihnya di seberang telepon, "Kau boleh menjemputku jika kau sedang tidak sibuk."
Selama menunggu Yukhei, Chenle membuka playlist-nya dan mengeluh ketika menyadari bahwa dirinya lupa membawa earphone.
"Permisi." Chenle menoleh ketika mendengar suara di belakangnya.
"Ada bunga untukmu."
Chenle mengambil setangkai bunga mawar yang diserahkan oleh orang itu, "Dari siapa?"
"Dari Park Jisung."
Chenle tertawa kecil, "Maksudnya dari kau sendiri?"
Jisung tampak terkejut, tetapi ia tersenyum, "Kau tahu?"
"Tahu."
"Jenius."
"Hehe."
Mereka saling tersenyum selama beberapa detik.
Belum, ini belum berarti bahwa Chenle menyukai laki-laki jangkung di hadapannya ini. Ia hanya ingin bersikap baik pada adik temannya.
"Oh! Aku harus pergi!" ujar Chenle ketika ponselnya bergetar. Ia memasukkan bunga mawar yang baru saja Jisung berikan ke dalam tas, tanpa tahu bagaimana perasaan Jisung ketika melihat Yukhei menjemputnya. Ah, untung saja Park Jisung bukan orang yang pantang menyerah.
💓
Cerita ini lebih dari 1 chapter ya.
🦄nanapoo
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] nadir | jichen
Hayran Kurguーᴋᴀᴛᴀ orang nadir itu luar biasa. kata chenle nadir itu jisung. ©jaeminuman yang terinspirasi oleh fiersa besari, 2018 highest rank : #2 in chensung