Kenyataan yang Harus Diterima (2)

181 6 2
                                    

Sang Mi’s POV

            Seminggu sudah aku berada di rumah sakit ini untuk pemulihan, aku sudah tidak sabar bertemu dengan Sung Min oppa, bagaimana keadaannya sekarang? Mudah-mudahan dia tidak parah sepertiku. Selesai melakukan therapy, aku sengaja berkeliling rumah sakit sekaligus menanyakan kamar oppa, tapi aku malah merasakan sesuatu yang ganjil di sini. Di rumah sakit ini aku tidak menemukan pasien atas nama oppa. Apa mungkin oppa dipindahkan ke rumah sakit lain untuk mendapatkan perawatan lebih baik atau mungkin eomma yang tidak ingin Sung Min oppa berada di rumah sakit yang sama denganku. Baiklah pemikiranku terlalu berlebihan untuk hal ini soalnya rumah sakit ini adalah rumah sakit terbaik di Seoul jadi tidak mungkin eomma memindahkan Sung Min oppa ke rumah sakit yang lain.

            Assa! Kenapa tidak bertanya saja sama Lee songsaengnim, dia kan yang menjadi dokterku selama ini, tidak mungkin dia tidak mengetahui tentang Sung Min oppa. Aku segera menuju ke ruangannya.

“Saem, bisakah aku bertanya sesuatu?” tanyaku ketika sampai di ruangannya. Kelihatannya dia sangat sibuk melihat catatan pasien.

“Hm, mwondeyo? (tentang apa?)” dia seketika memperhatikanku, syukurlah setidaknya aku tidak diabaikan untuk saat ini.

“Saem, uri oppa eodiseoyo? (Dok, kakak berada dimana?)  Apa dia berada di rumah sakit lain? Selama mengelilingi rumah sakit ini dan bertanya pada suster di sini mereka tidak tahu oppa. Saem pasti tahu semuanya kan?” aku mencercanya dengan pertanyaan yang membuat raut wajahnya seketika gusar, hal itu membuatku semakin yakin kalau Lee saem mengetahui sesuatu. Sesaat dia terdiam seperti memikirkan sesuatu dan aku menunggunya untuk mengatakan hal yang ingin kuketahui.

“Sang Mi-sshi, bisakah kita membicarakan hal ini sambil jalan-jalan di taman? Aku akan memberitahu semuanya padamu” pintanya padaku dan aku mengangguk memberi tanda persetujuan lagi pula jalan-jalan di taman rumah sakit ini sangat menenangkan dan aku menyukainya.

            Setelah beberapa saat kami mengitari taman ini, Lee songsaengnim mengajakku untuk duduk di salah satu bangku taman dan dia akhirnya menceritakan semuanya padaku, mulai dari kritisnya kami berdua, ketika Sung Min oppa yang meminta Lee saem untuk menyelamatkanku dengan memberikan hatinya padaku karena saat itu aku menderita penyakit abses hati, hingga pesan Sung Min oppa padaku. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Kenapa aku terlihat seperti orang ling-lung yang tidak mengetahui apa-apa? Beribu pertanyaan memenuhi benakku tapi aku tidak bisa mengatakannya. Lee saem terlihat sangat khawatir padaku. Appa! Pasti appa yang menyuruh Lee saem untuk menyembunyikan hal ini. Sifat appa dan oppa sama, mereka berdua tidak ingin melihatku sedih.

“Saem, kenapa hal ini anda baru menceritakannya sekarang? Apakah ini semua permintaan appa?” tebakku, dan kulihat Lee saem terkejut.

“Ah, hal itu memang tuan Lee yang meminta tapi itu semua untuk……” benar kan? Appa pasti melakukan hal ini karena dia tidak ingin melihatku sedih, bahkan Lee saem belum meyelesaikan penjelasannya tapi aku segera memotongnya.

“Saem, bisakah anda mengantarku kembali ke kamar? Aku lelah” nada suaraku mulai terdengar sengau, dadaku sesak, aku tidak tahu harus berbuat apa, yang kuinginkan sekarang adalah menyendiri dan mungkin setelah itu perasaanku akan tenang kembali. Jujur, aku masih belum bisa menerima apa yang terjadi. Untungnya Lee saem menuruti kemauanku tanpa banyak bertanya, dia pasti mengerti perasaanku.

“Saem, kamsahamnida sudah mengantarku” pamitku padanya dan segera menutup pintu kamarku. Aku masih terdiam sambil menatap gagang pintu itu, aku tidak percaya dengan semua ini. Aku masih terus mesugesti pikiranku bahwa semuanya bohong, tetapi hatiku berbeda, hati ini biasanya sejalan dengan pikiranku tapi entah mengapa aku merasa asing dengan hatiku. Aku akhirnya menyadari bahwa hati ini milik Sung Min oppa, semua yang kurasakan saat ini adalah perasaan milik Sung Min oppa. Aku tidak bisa beradaptasi dengan perasaan ini.

“Op…pa?” aku memegang perutku, letak di mana hati itu berada. Aku teringat pesannya terakhir kali ketika Lee saem mengatakannya padaku, ‘Setidaknya saya akan bersamanya walaupun tidak dapat menemaninya. Katakan pada adik saya bahwa saya sangat mencintainya dan maaf tidak bisa menjaganya lagi’. Seketika aku terduduk di lantai berusaha untuk tetap sadar, di detik berikutnya aku menjerit keras berusaha menyalurkan rasa frustasiku. Air mata ini akhirnya mengalir dengan deras dan akhirnya aku sadar bahwa Sung Min oppa tidak akan pernah bersamaku lagi untuk selamanya.

            Flashback End

            Tok… tok… tok… suara itu seketika membuyarkan lamunanku, aku segera menghapus air mataku. Hah! Sudah setahun berlalu tapi kenangan ini masih saja membuatku bersedih jika mengingatnya. Oppa, nan jinjja bogoshiposo (Kak, aku benar-benar merindukanmu). Aku segera menoleh untuk melihat siapa yang datang menjemputku, kuharap itu eomma, walaupun kuyakin kalau harapanku tidak akan pernah terwujud.

“Hei, nona Lee kau menangis lagi?” oh tidak, dia mendapatiku menangis lagi. Dasar, orang menyebalkan! Tidak pernah datang disaat yang tepat, pasti dalam keadaan seperti ini dia selalu ada.

“Tidak, mataku iritasi” balasku

“Benarkah? Sini kuperiksa, biar kutahu penyebab iritasinya” dia mendekatiku dan berusaha menyentuh wajahku, aku reflex menjauhinya.

“Tidak perlu Donghae-sshi, mataku tidak iritasi lagi” dia terdiam sesaat lalu menghela nafas.

“Kamu tidak pandai berbohong, Sang Mi-sshi” ucapnya lirih dan membuatku tertegun. Ah tolong! Aku tidak menyukai atmosfir canggung ini, dia tidak seperti dulu, ini menakutkan! Aku harus mengalihkan suasana.

“Donghae-sshi, apa kau melihat appa? Aku menunggunya menjemputku”

“Ajusshi? Dia tidak akan datang, dia menitipkanmu padaku” balasnya santai. Apa? Appa menitipkanku padanya??? Hee, yang benar saja pasti dia berbohong.

“Aku tidak berbohong, Sang Mi-sshi” lanjutnya seakan membaca pikiranku. Ya ampun! Pria ini lebih cocok menjadi psikolog daripada dokter bedah.

“Kajja! Aku akan mengantarmu pulang!” dia mengambil barangku yang berada di ranjang lalu menarikku keluar dari kamar rumah sakit. Dan aku masih bingung dengan tingkahnya.

After A MinuteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang