Hai,,, semuanya thanks yang udah baca ceritaku. Nulis cerita ini hanya sekedar buat nyalurin hobby aja jadi idenya terkadang muncul ketika sedang ngehayal pas hujan. Hehehe karena mumpung tadi hujan ideku lancar jaya,, so part ini lumayan panjang dari yang sebelum-sebelumnya. Thanks ^_^
Sang Mi's POV
Aku masih terisak setelah sampai di apartemen, ini pertama kalinya untuk seumur hidup aku dibentak oleh pria, siapa yang tidak terkejut bahkan appa dan oppa saja tidak pernah membentakku. Lee Donghae tunggu saja pembalasanku. Aku mengikuti dokter menyebalkan itu hingga sampai di depan apartemen, dia membuka pintu lalu masuk seraya membawa barang-barangku.
"Mulai saat ini kamu tinggal disini untuk penyembuhanmu" ucapnya kepadaku, oh tidak, ini terdengar seperti perintah.
"Penyembuhan apa lagi Donghae-sshi, bukankah masa penyembuhan saya sudah selesai? Lihat, luka di kepala saya sudah sembuh dan tidak akan ada effect seperti yang anda katakan." Sanggahku
"Mi-ya" dia mulai mendekatiku "Memang luka yang terlihat akan sembuh tanpa bekas sedikitpun tapi luka yang tidak terlihat tidak akan sembuh kalau bukan diri kita sendiri yang menyembuhkannya, luka fisikmu sudah sembuh tapi luka psikismu sekarang yang butuh pertolongan Mi-ya." Lanjutnya. Ck, tahu apa dia tentang psikisku? Dia hanya seorang dokter bedah biasa bukan dokter jiwa dan saya baik-baik saja.
"Lee Donghae songsaengnim, berhentilah membual, saat ini saya baik-baik saja." Balasku
"Ada dua kemungkinan kamu mengatakan itu Mi-ya, pertama kamu belum menyadarinya dan kedua kamu sudah tidak merasakan apapun lagi" balasnya lirih, nada itu terdengar menyedihkan sekali. Sesedih itukah keadaanku sekarang?
"Saem, bisakah anda tidak mencampuri urusan pribadi saya lagi? Kenapa anda begitu keras kepala sekali?"
"Mi-ya, tidak sadarkah bahwa selama ini kamu tidak pernah tersenyum? Tidak sadarkah bahwa selama ini kamu tidak pernah memperhatikan keadaanmu? Haruskah aku memberitahumu dengan jelas bahwa selama ini kamu selalu menangis sendirian tanpa membiarkan seseorang mengetahui penderitaanmu? Ini keterlaluan Mi-ya, kamu tidak hidup sendiri, banyak orang yang berada disekitarmu, dan banyak orang yang bersedia menolongmu." Ucapnya tenang. Dia tahu, dia mengetahui segalanya, dan baru saja dia membongkar semuanya. Air mata mulai memenuhi mataku, tapi aku tetap menahannya, aku tidak boleh menangis dihadapannya. Saat ini aku sudah malu padanya dan aku akan lebih malu lagi kalau dia melihat sisi lemahku. Aku hanya menunduk diam.
Perlahan dia mendekatiku, lalu memelukku erat, "Hentikan semuanya Mi-ya, berhentilah mengurung jiwamu. Menangislah, menangislah untuk terakhir kalinya, setelah ini tidak akan ada lagi tangisan." Perlahan dia mengelus rambutku, membuatku tenang. Bisakah? Bisakah aku menangis dipelukannya?
"Menangislah Mi-ya, menangislah sepuasmu. Aku memelukmu dan akan menghapus air matamu, hanya aku yang melakukannya." Seketika pertahananku runtuh. Aku membalas pelukannya erat dan menangis hingga terisak. Kutumpahkan semua perasaanku padanya. Kutangisi penderitaanku dihadapannya. Dan aku berjanji ini yang terakhir kalinya aku menangis.
Donghae's POV
Selama sejam Sang Mi menangis dipelukanku, dia menangis hingga membuat kemejaku basah dan sekarang dia sudah tertidur pulas tanpa melepaskan pelukanku. Aku berharap ini langkah awal yang baik untuk hubungan kami. Aku segera membawanya ketempat tidur dan berusaha melepaskan pelukanku tanpa menganggu tidurnya tapi dia malah semakin mempererat pelukannya padaku. Baiklah, untuk malam ini biarlah aku menemaninya tidur.
Aku terbangun dan melihat keadaan sekelilingku sudah rapi. Gorden telah terbuka hingga sinar matahari menusuk mataku. Aku segera bangkit dari tempat tidur tapi aku terkejut kalau ini bukanlah apartemenku. Ya ampun! Semalam aku tidur bersama Sang Mi dan sekarang aku baru menyadarinya, segera aku mencari Sang Mi disekeliling apartemen takut kalau dia kembali kerumah tanpa sepengetahuanku. Tapi ketika aku keluar dari kamar aku mencium sesuatu, sesuatu yang tidak pernah kucium sebelumnya dan itu berasal dari dapur. Aku segera kesana dan melihat Sang Mi sedang memasak, dia terlihat senang seraya bersenandung kecil, aku tersenyum melihat tingkahnya.
"Mi-ya!" aku menyapanya, dia terkejut melihatku.
"Oppa? Sejak kapan kau bangun? Aku baru saja akan membangunkanmu" balasnya ramah. Tunggu, Oppa? Dia memanggilku oppa? Apakah dia tidak canggung setelah kejadian semalam? Apakah dia sudah bisa menerimaku? Berbagai pertanyaan memenuhi otakku saat ini.
"Oh baru saja, kukira kau..."
"Duduklah oppa, aku sudah membuat sarapan untuk kita." Dia terlihat berbeda dan dia membuatku semakin menyukainya, ah bukan semakin mencintainya.
"Baiklah, Jalmeokhesimnida (Selamat makan)" aku mencoba lauk dan yang lainnya. Oh my, dia sangat pintar memasak. Ini makanan terlezat seumur hidupku.
"Otte oppa? Massiseo? (Bagaimana oppa? Enak?)" aku hanya mengangguk untuk menjawabnya karena mulutku sudah dipenuhi oleh makanan. Dia tersenyum melihatku makan dengan lahap.
"Oppa..." panggilnya kemudian
"Hm?"
"Aku akan mencobanya" alisku berkerut tidak memahami perkataannya.
"Aku akan mencoba untuk memulai semuanya kembali. Aku berjanji pada diriku akan berubah, aku akan berusaha untuk..." seketika aku menggenggam erat tangannya untuk menghentikan bicaranya.
"Hm, aku mengerti Mi-ya. Dan selama masa percobaanmu aku akan menolongmu. Mulai saat ini percayakan semuanya padaku, arra?" dia mengangguk setuju dan membalas genggamanku.
"Gumawo oppa" dia kembali tersenyum, dan aku sangat menyukai senyumnya.
"Hm tapi aku harus menanyakan hal ini, kau tidak akan kembali kerumah itu kan?" tanyaku hati-hati. Dia menggeleng.
"Untuk saat ini tidak oppa, aku sudah memikirkan segalanya. Akan ada waktu yang tepat untukku bisa kembali kesana"
"Syukurlah, sekarang lakukan apa yang ingin kau lakukan. Katakan padaku" ucapku menawarkan diri.
"Jinjja?" dia tersenyum seraya menyebutkan keinginannya sekaligus membuatku terkejut. Aku tidak menyangka dia akan mengatakan hal ini.
Sang Mi's POV
Ini sudah keputusanku, aku akan mempertahankannya. Dokter satu itu tidak akan bisa menahanku untuk melakukan hal ini. Setidaknya selama aku tidak kembali ke rumah, aku tidak ingin menjadi pengangguran tanpa acara.
"Mi-ya, kau sudah yakin dengan keputusanmu itu? Apa tidak sebaiknya kau mengerjakan hal lain seperti, hm... membuka café misalnya kan yang kutahu kamu seorang chef, atau menjadi perawat mungkin atau ah... apalah yang penting jangan ini. Kau masih membutuhkan proses penyembuhan tapi kenapa kau malah menyibukkan diri dengan hal itu?" protesnya. Aku tahu hal ini akan terjadi, dia pasti menentangku.
"Tidak oppa! Ini sudah keputusanku lagipula appa sudah mengizinkannya"
"Mworago? Ahjusshi-ga?" See, dia masih tidak percaya padaku.
"Ne, Saem!" jawabku malas
"Mi-ya, kamu tidak bisa melakukan hal ini. Kenapa kamu terus menentangku?"
"Aku tidak menentangmu Mr.Lee, lihat! Aku menuruti semua keinginanmu, aku tidak kembali ke rumah, aku mengikuti sesi pengobatanmu dan sampai sekarang aku berada dalam pengawasanmu. Ini adalah cara satu-satunya agar aku bisa menghilangkan kebosananku di apartemen, aku memberitahumu hal ini karena aku masih menghormatimu sebagai dokter dan sebagai kakak" balasku. Setelah mendengarkan penjelasanku, raut wajahnya terlihat pias entah karena kenapa, kupikir dia masih marah padaku.
"Mi-ya, kita akan membicarakan hal ini nanti. Semuanya!" dia tiba-tiba beranjak padahal dia belum menyelesaikan sarapannya. "Aku pergi dulu"
Setelah dia meninggalkanku, aku kembali berfikir. Apa aku salah bicara?
KAMU SEDANG MEMBACA
After A Minute
FanfictionLee Sang Mi, seorang wanita yang kuat dan tegar memiliki kehidupan pahit. Dibenci oleh ibu kandungnya sendiri hanya karena sebuah kesalahan yang dilakukannya, tapi ayah dan kakaknya Lee Sung Min selalu ada untuk mendukungnya agar bisa kembali berhub...