Kata orang, cinta bisa membuat orang lemah menjadi kuat dan orang kuat menjadi lemah. Orang pandai menjadi bodoh, begitu pun sebaliknya. Kekuatan cinta sudah lebih dulu dibuktikan melalui cerita fenomenal Romeo dan Juliet, Laila dan Qais hingga Rose dan Jack.
Cinta akan menjadi buta bagi mereka yang menuhankan perasaan. Tapi cinta akan tetap suci saat Tuhan mereka utamakan dengan logika dalam taqwa.
Ashar sudah berlalu tiga puluh menit. Ilham masih termenung di atas sajadah usai menjalankan ibadahnya. Membenahi hatinya agar bisa menerima ketentuan dari yang maha kuasa. Jalan cerita hidup manis yang sudah ada di depan mata, kini harus ia kubur dalam demi wujud bakti pada orangtua. Menanggalkan ego dengan merelakan gadis yang ia cintai.
Sudah hampir dua minggu ia berada di tempat kelahirannya. Sumatera. Tempat ia menikmati masa kecil bersama kedua orangtua, kakek-nenek juga sahabat kecilnya, Shofia dan Zain. Masa remaja harus ia habiskan di Jakarta saat Ayahnya dipindah tugaskan sebagai dosen di salah satu universitas terkenal di ibukota.
Meski sudah hampir dua minggu, tapi Ilham belum juga keluar dari rumah untuk menikmati aroma khas kampung halamannya. Ia benar-benar memanfaatkan suasana tenang yang ia harapkan. Ia tidak ingin usahanya ke Sumatera menjadi sia-sia.
"Ham, ada temanmu berkunjung."
Suara lembut sang nenek menghentikan aktivitas muhasabahnya.
"Teman? Siapa, Nek?"
"Teman masa kecilmu. Kau pasti mengenalnya. Ayo temui. Nenek buatkan minum dulu untuk mereka."
Setelah merapihkan alat solatnya, Ilham menemui tamu yang menurut neneknya adalah teman masa kecilnya. Wajahnya sumringah melihat laki-laki yang sudah lama tidak pernah bersua sejak masa kuliah sedang bicara santai dengan wanita berjilbab.
"Wahh, ada tamu istimewa. Apa kabar, Sob?"
Ilham memeluk teman kecilnya semangat.
"Subhanallah, Shofia? cantik sekarang."
Yang dipuji tersipu malu sedangkan Zain menggeleng-geleng kepalanya menahan tawa.
"Oh, jadi dulu Shofia gak cantik maksudmu? Wah, parah kau, Ham."
"Eh, yaa gak gitu. Dulu juga cantik. Cantik banget malah. Maksudku, sekarang tambah cantik karena sudah berhijab. Gitu loh."
"Terimakasih, Ham," jawab Shofia menanggapi pujian sahabat kecilnya.
Setelah berbasa-basi ria, mereka jalan-jalan ke luar rumah dengan berjalan kaki. Mengajak Ilham menikmati suasana desanya dikala sore hari. Indah, sejuk dan jauh dari keramaian transportasi.
Ilham melihat sosok Shofia seperti Syifa. Anggun dan solehah. Ia tidak menyangka jika gadis yang dulunya selalu berpakaian terbuka kini telah terbungkus rapat auratnya dengan gamis dan jilbab panjang. Alhamdulillah, hidayah telah didapatkannya.
"Ngomong-ngomong, kuliah gimana, Ham? Lagi libur apa gimana nih, bisa main ke sini tanpa bibi?"
Ilham tersenyum getir mendengar pertanyaan Zain. Pasti ia akan ditertawakan oleh teman kecilnya itu jika jujur kedatangannya ke kampung halaman untuk melarikan diri karena gagal menikah.
Shofi yang melihat ada hal rahasia yang belum siap dibagi Ilham kepada mereka, ia pun mengalihkan pertanyaan Zain dengan mengajak membeli makanan kecil di pinggiran jalan. Menikmati udara sore dengan jajanan kesukaan mereka saat kecil dulu. Mereka pun kembali bernostalgia.
**********
Rizky sedang sibuk mengetik list nama-nama kerabat yang akan mereka undang untuk menghadiri acara akbar dalam hidupnya bersama Syifa. Keduanya sepakat hanya mengundang teman-teman yang masih aktif bertegur sapa saja juga mengundang beberapa kolega kawan dari ayah Syifa. Karena acara ini di Jakarta, maka Rizky tidak mengundang banyak keluarganya yang notaben ada di Sumatera. Hanya keluarga ini saja yang diundangnya. Mengingat jarak yang jauh, maka ia harus meminimaliris anggaran untuk kelangsungan rumah tangganya bersama Syifa kedepan.
Syifa datang dengan kursi rodanya membawa nampan berisi secangkir teh panas dan kopi hitam. Ditemani cemilan chees stick faforitnya. Rizky yang begitu fokus tidak menyadari kedatangan istrinya yang terlihat cukup penuh pangkuannya.
"Ekhem! Assalamu'alaikum, suami solehku. Boleh minta bantuannya sebentar?"
Rizky memalingkan wajahnya dari layar laptop dan melihat Syifa sedang nyengir kuda menggemaskan.
"Wah, MaasyaAllah. Ada bidadari dunia. Wa'alaikumsalam istri solehahku." Rizky mendaratkan ciumannya sekilas di kepala Syifa. "Apa yang bisa aku bantu?" tanyanya.
Syifa menyerahkan cangkir kopi kepada Rizky juga toples cemilannya di meja. "Temenin aku minum teh. Capek kan dari tadi depan laptop terus."
Rizky mengelus kepala Syifa lembut sebelum akhirnya menyesap kopi hitam kesukaannya.
"Anyway, menurut kamu kita harus kasih undangan ini ke Ilham secara langsung gak? Atau cukup dikabari via telphone ajah kalau kita akan melangsungkan resepsi bulan depan?"
Syifa berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan suaminya. Ia takut salah bicara yang bisa jadi akan merusak suasana damai dalam rumah tangganya.
"Abang tau keberadaan Ilham sekarang?"
Rizky menganggung pasti.
"Kenapa gak bilang waktu Annisa dan Ersya nanya keberadaan Ilham?"
Rizky menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ini keluar dari topik pembicaraan mereka sebelumnya.
"Itu permintaan Ilham langsung. Udah ya, kita jangan bahas itu. Fokus dengan topik sebelumnya. Okeh."
Syifa gagal mengalihkan pertanyaan Rizky. Sejujurnya ia masih belum bisa untuk menerima Ilham datang lagi dalam hidupnya. Lukanya seperti belum kering benar akibat coretan hitam dalam hidupnya. Bayangan surat pahit itu masih menari-nari dalam benaknya. Bagaimana Ilham menulis surat yang membuat hatinya hancur lebur hingga tak menemukan arah hidup.
"Hei, kok bengong?" Rizky membuyarkan lamunan Syifa.
"Terserah baiknya abang ajah. Tapi kalau Syifa boleh saran. Mungkin undangannya bisa titip di orangtuanya Bang Ilham, sekalian silaturahmi. Setelah itu konfirmasi lewat telepon. Mungkin kalau perlu, abang kirim foto undangannya biar Bang Ilham gak lupa."
"Duh, yang mau kedatangan mantan. Takut yaa mantannya gak datang?" cibir Rizky.
"Maksudnya?"
"Ya, aku sih sebenarnya gak niat untuk undang dia. Cuma mau nge tes kamu ajah. Kira-kira masih respect gak sama dia. Ternyata udah sematang itu rencana kamu untuk ngundang dia ke acara pernikahan kita."
"Maksud Abang apa sih? Aku gak ngerti!"
Rizky kembali menatap layar laptopnya dan berusaha fokus dengan tuts-tuts di keyboard.
"Abang yakin Syifa ngerti apa maksud abang. Kalau udah gak ada yang dibicarai lagi, mungkin boleh tinggalin abang sendiri dulu untuk bisa fokus ketik nama Muhammad Ilham di undangan kita."
Sindiran Rizky benar-benar membuat tangisan Syifa mengalir deras. Apa ini artinya Rizky sedang cemburu pada Ilham? Padahal sudah jelas, Rizky lah yang memenangkan hatinya. Kini, yang menjadi suami dari Cut Syifa Salsabila adalah Rizky Mubarok. Bukan Muhammad Ilham. Belum cukupkah itu sebagai bukti cinta Syifa kepadanya?
***********
Bersambung ..........
KAMU SEDANG MEMBACA
Indahkan AkunDalam Takdir Mu (Season 2)
Novela JuvenilCerita cinta segitiga Syifa, Rizky dan Ilham belum selesai. Hingga ada satu cinta lagi yang dimiliki oleh Annisa untuk laki-laki yang dikaguminya sejak lama. Kelanjutan dari season pertama, namun dengan konflik batin yang melibatkan lebih banyak hat...