[M.Y.T 02] Hope

33.7K 1.5K 26
                                    

Thalia memejamkan matanya, berusaha menikmati tetesan air meskipun hati dan pikirannya kacau. Ia berusaha mengalihkan kejadian semalam dengan duduk di bawah shower sampai tubuhnya menggigil.

Berkali-kali ia menggosok tubuhnya dengan kasar untuk menghilangkan jejak yang ditinggalkan oleh pria itu.

Pria yang mengambil kehormatannya secara paksa.

"Tha? Kamu di dalam?" Suara Frida berhasil membuatnya terkejut dan segera mematikan shower.

"A-ada apa?" tanya Thalia dengan suara bergetar.

Ia menggigil kedinginan.

"Sarapan untukmu sudah siap. Aku pergi kerja dulu. Jangan melakukan hal bodoh disaat aku tidak ada!"

Frida benar-benar peka dan sekarang Thalia menyesali perbuatannya ini. Menyakiti diri sendiri dengan membiarkan tubuhnya kedinginan.

Thalia keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat dan tubuhnya menggigil. Untung saja Frida sudah pergi.

Segera ia mengenakan pakaiannya lalu turun ke bawah untuk makan. Ia butuh energi setelah semalam digempur habis-habisan oleh pria itu.

Thalia merasa gelisah. Minggu ini adalah masa suburnya. Kehamilan itu bisa datang kapan saja.

Apa yang harus ia lakukan?

"Halo!"

"Ada apa? Apa kamu tidak masuk kerja?"

"Ya. Aku sedang tidak enak badan. Tolong katakan pada Tori, biar dia yang menggantikan aku hari ini."

"Kamu sakit?! Semoga lekas sembuh dan aku akan menyampaikannya pada Tori. Kembalilah bekerja saat sudah sembuh."

Klik.

Thalia baru saja menelepon Laila, bos sekaligus temannya dan Tori adalah gadis tomboi yang menjadi rekan kerjanya.

Setelah menghabiskan makanan, Thalia kembali ke kamarnya. Ia berusaha melupakan kejadian malam itu dengan menutup matanya sebentar sambil menarik nafas perlahan.

Ia butuh merilekskan pikiran.

🔶🔹🔸🔷

Vion menatap lukisan seorang perempuan yang ia perkosa semalam. Tidak buruk juga dengan mengandalkan seniman lukisan terkenal, untuk melukis wajah perempuan itu.

"Lukisan siapa itu?" Mendengar suara itu, Vion buru-buru meletakkan lukisan tersebut di dekat sofa.

Ia menoleh. "Hanya lukisan biasa, Bu."

Dellinda--Ibu Vion menatap anaknya curiga. "Kamu tidak bisa berbohong di hadapan Ibu. Katakan, siapa yang ada dalam lukisan itu?!"

Vion menghela nafas kasar. Apa ia harus menceritakannya? Bagaimana kalau Ibunya marah?

"I-ini lukisan untuk Ibu. Ya, untuk Ibu. Sebentar lagi Ibu ulang tahun kan? Jadi aku ingin memberi Ibu lukisan dan Ibnu tidak boleh melihatnya dulu."

Dellinda tampak curiga. "Ulang tahun Ibu sudah lewat tiga bulan yang lalu. Kamu memberi Ibu hadiah kalung berlian. Sekarang, kamu bilang lukisan itu untuk Ibu karena sebentar lagi Ibu ulang tahun. Kamu tidak pandai berbohong, Delvion."

Vion tampak gelagapan di hadapan Dellinda. Apa yang harus ia lakukan?!

Tok...tok...

Vion langsung menghela nafas lega karena ketukan pintu itu menyelamatkannya.

"Permisi, Tuan dan Nyonya. Saya ingin memberi tahu kalau sebentar lagi rapat bersama Mr. Clark akan dimulai," ujar sekretaris Vion.

Dellinda mengangguk kemudian menatap Vion. "Kali ini Ibu bebaskan. Tapi, Ibu akan mencari tahu sendiri."

Setelahnya, Dellinda keluar dari ruangan Vion.

Vion segera keluar dari ruangannya bersama sekretarisnya. Mereka menuju ruang rapat yang ada di lantai dua. Sedangkan ruangan pribadinya ada di lantai dua puluh.

Kursi-kursi yang ada di ruang rapat telah terisi semua kecuali kursi khusus untuk Vion. Ia segera duduk lalu memulai rapat hari ini.

"Bagaimana kalau lokasi gedungnya dibangun di dekat tempat fanmeeting?" Tanya Mr. Clark yang menjadi tamu utama dalam rapat ini.

Mr. Clark atau Matheus Frederic Clark adalah seorang pria berumur 40 tahun yang menjabat sebagai CEO Clark Musician.

Vion menoleh kemudian mengangguk. Ia menyuruh sekretarisnya untuk mencatat usulan Mr. Clark.

"Ide bagus. Kita juga akan memperbesar tempat fanmeeting supaya para penggemar tidak selalu berdesak-desakan," ujar Vion.

"Untuk dananya biar manager keuangan yang mengurusnya," tambahnya.

Rapat berlangsung selama satu jam dan menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan. Vion dan Mr. Clark berjabat tangan sejenak kemudian keluar dari ruang rapat.

"Panggil Frida dan suruh dia ke ruangan ku!"

"Baik, Pak."

Vion berjalan kembali ke ruangannya setelah menyuruh sekretarisnya untuk memanggil Frida. Ya, Frida bekerja di DJ Entertainment sebagai manager keuangan.

Frida yang baru saja ingin menyantap bekal makan siangnya langsung buru-buru menuju ruang CEO.

"Bapak manggil saya?" Tanya Frida untuk memastikan.

"Ya. Tolong kamu buat pengeluaran yang sekiranya cukup untuk pembangunan gedung rekaman. Kamu kira-kira saja. Oh ya, kamu bisa diskusikan ini pada arsitek perusahaan kalau kamu bingung."

Frida mengangguk paham kemudian segera melaksanakan tugasnya. Sebelum ia mencapai pintu, langkahnya terhenti saat melihat sebuah lukisan yang ada di dekat sofa.

Sepertinya aku mengenalnya. Batinnya.

Segera saja Frida keluar karena ia merasa itu bukan urusannya.

Setelah Frida keluar, Vion mengambil ponselnya lalu menekan sebuah nomor.

"Apa ada informasi terbaru?"

"...."

"Saya tau dengan mengandalkan foto untuk mencari seseorang itu sulit tapi, saya percaya kamu dan anak buah mu pasti bisa menemukannya."

"...."

"Cari dulu di kota ini. Sebar anak buah mu ke seluruh kota bisa perlu. Masalah bayaran, percayakan pada saya."

"...."

"Saya tunggu hasilnya, lusa!"

Ia meletakkan kembali ponselnya lalu duduk di atas sofa. Ia memangku lukisan wajah seorang gadis yang kini sudah menjadi wanita karena perlakuan bejatnya.

"Maafkan aku, Cherry. Aku akan terus mencari mu. Setelah ku dapatkan, aku tidak akan melepaskan mu."

🔶🔹🔸🔷

Minta pendapatnya untuk part 2. Jangan lupa vote setelah baca atau sebelum baca.

Sampai jumpa.

Tbc.

Marry You, Thalia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang