[M.Y.T 06] Hospital

26.6K 1.4K 51
                                    

Dua bulan kemudian.

Andi menatap Thalia dengan wajah sedih. Hari ini Thalia akan melahirkan anaknya dan Andi yang akan menemaninya.

Thalia dan Andi mulai berteman sejak kedatangan Andi ke rumah Thalia. Meskipun Andi berharap kalau mereka bisa lebih dari sekedar teman.

"Kamu tidak ingin menemui ayahnya?" Tanya Andi sambil mengelus perut buncit Thalia.

Thalia meringis kesakitan. "Tidak perlu. Aku bisa menghidupi anakku."

"Menikahlah denganku," ujar Andi. Thalia menggeleng sambil sesekali meringis sakit.

"Kamu bisa mencari wanita yang lebih baik dariku. Aku wanita kotor dan bahkan sebentar lagi akan memiliki anak."

Andi menggeleng kuat, berusaha menolak ucapan Thalia. Andi membuka mulutnya, hendak mengatakan sesuatu tapi dokter Marine buru-buru masuk ke ruangan bersama dua orang perawat.

"Pembukaannya sudah lengkap. Tolong anda temani ibu Thalia," ujar dokter Marine. Andi mengangguk kemudian memegangi tangan Thalia.

Thalia menarik nafasnya kemudian mengejan dengan kuat. Bulir keringat membahasi wajahnya.

"Semangat! Anakmu pasti ingin melihat ibunya!" Ujar Andi sambil menghapus keringat Thalia dengan tisu.

Thalia tersenyum membayangkan hal itu. Dengan kekuatan penuh, Thalia mengejan dan tak lama kemudian suara tangisan bayi menggema dengan kencang.

Andi mengucapkan selamat pada Thalia.

"Jenis kelaminnya laki-laki. Berat tubuhnya 3,5 kilogram dan panjangnya 52 centimeter," ujar dokter Marine pada salah satu perawat.

Andi menatap Thalia dengan senyuman lebar. "Sudah ada nama untuknya?"

Thalia mengangguk yakin. "Delrion Zeus Alphabet."

"Nama yang tampan, seperti wajahnya."

Dokter Marine dan dua perawat masuk kembali ke dalam ruangan setelah membersihkan bayi Thalia. Salah satu perawat diminta untuk menjahit jalan lahir bayi tersebut dan satunya lagi memberikan bayi Thalia untuk diberi asi.

"Selamat untukmu," ujar dokter Marine.

"Terimakasih." Thalia tersenyum lebar saat melihat putranya.

🔶🔹🔸🔷

"Operasinya berjalan dengan lancar meskipun sempat mengalami kejang-kejang. Pasien bisa dijenguk nanti malam," ujar seorang dokter yang berpakaian hijau.

Dellinda masih menangis diperlukan Dellano karena sebelumnya Vion tampak baik-baik saja.

Vion mengalami kecelakaan saat menuju perusahaan Millenium yang berada di Surabaya. Sebuah truk besar menabrak mobilnya hingga mobil yang dikendarai Vion menabrak pembatas jalan.

Sementara itu, Vion sedang tidur dengan nyaman di atas ranjang rumah sakit dengan beberapa alat kesehatan menempel ditubuhnya.

"Papa!"

Kelopak mata Vion tampak bergerak tapi matanya tidak bisa terbuka.

"Wake up, Papa!"

Jari tangan Vion tampak bergerak.

"This is me. Your son!"

Perlahan, Vion mulai membuka matanya. Suara seorang anak laki-laki, bisa membangunkannya.

Seorang perawat masuk ke dalam ruangan Vion dan terkejut karena Vion sudah sadar dari waktu yang diperkirakan.

"Pasien sudah sadar," ujar perawat tersebut pada orang tua Vion.

Mereka buru-buru memanggil dokter.

"Kondisinya sudah membaik dan ini sebuah keajaiban karena pasien sadar lebih awal," ujar dokter setelah memeriksa kondisi Vion.

Dellano dan Dellinda mengucapkan banyak terimakasih dan tidak lupa bersyukur karena Vion baik-baik saja.

Vion mengarahkan pandangannya untuk menatap orangtuanya.

"Ibu..."

"Ayah..."

Dellinda dan Dellano langsung menoleh.

"Ada apa?" Tanya Dellinda sambil mengelus rambut Vion.

"Anak..."

Dellano mengerutkan keningnya.

"Anak siapa?"

Vion tidak menjawab melainkan malah menutup matanya. Dellinda hanya menatap suami dan anaknya karena ia mempunyai firasat kalau anak Vion sudah lahir.

Itu bisa jadi.

Dua puluh menit Dellano dan Dellinda menjenguk Vion, mereka keluar dari ruang rawat kemudian berjalan menuju kantin rumah sakit.

Dikejauhan, Andi menatap sepasang suami istri itu dengan tatapan senang.

"Tuan Dellano!" Sapanya.

Dellano dan Dellinda menoleh kemudian tersenyum.

"Oh Andi! Apa kabar?" Tanya Dellano sambil berjabat tangan dengan Andi.

"Saya baik-baik saja."

Mereka bertiga mengobrol selama beberapa menit sampai akhirnya Dellinda menanyakan ada keperluan apa Andi berada di rumah sakit.

"Teman saya baru saja melahirkan. Dia tidak punya suami jadi saya menemaninya," ujar Andi.

Wajah Dellinda tampak sedih saat mendengar kalau teman Andi tidak memiliki suami.

"Lalu? Apa dia korban pemerkosaan?"

Entah kenapa, pertanyaan itu muncul begitu saja dari bibir Dellinda.

Andi mengangguk. "Benar. Saya sebagai teman ikut prihatin tapi saya tidak menganggapnya berbeda. Kejadian itu juga bukan kemauannya."

🔶🔹🔸🔷

Vion menatap langit kamar rawatnya dengan pandangan kosong. Ia teringat dengan suara anak laki-laki yang memanggilnya Papa.

Ia sangat ingin bertemu dengan wanita yang ia perkosa tetapi sampai saat ini tidak ada hasil apapun. Jika wanita itu hamil, Vion akan bertanggung jawab.

"Sudah diminum obatnya?" Tanya Dellinda yang baru saja masuk.

Vion menoleh kemudian mengangguk.

"Ibu tau kenapa aku sadar dengan cepat?"

Dellinda menggeleng. "Ibu tidak tau. Mungkin itu keajaiban."

"Ada yang memanggilku Papa. Suaranya sangat lucu sekali," ujar Vion.

Sebagai seorang ibu, Dellinda tau bagaimana perasaan putranya.

"Dia akan segera ditemukan. Kamu harus sembuh dan mulai mencari gadis itu lagi."

Vion mengangguk setuju.

Sementara itu, Thalia sedang disibukkan dengan kegiatan menyusui putranya. Sesekali ia menjawil pipi anaknya yang tembem dan memeluknya seakan-akan takut kalau bayinya akan hilang dari pandangannya.

"Apa dia sangat haus?" Tanya Andi.

Thalia tersenyum. "Mungkin. Dia minum dengan sangat kuat."

Takdir selalu memberi teka-teki dan jawabannya tidak selalu pasti.

🔶🔹🔸🔷

Jangan lupa vote dan komen:)

Tbc.

Marry You, Thalia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang