6 | Telepati Eror

24 4 0
                                    


Untuk apa adanya temu, jika tidak Allah selipkan pesan di situ?

Untuk apa disebut kebetulan, jika semuanya sudah direncanakan Tuhan?

Maya masih perlu belajar bagaimana caranya menata hati agar tidak mudah terbawa perasaan. Maya masih perlu meyakinkan diri bahwa prinsip haruslah kuat dipegang.

---------

Hujan kembali mengguyur permukaan Seoul tanpa melewati barang seinci pun yang terhampar di atasnya. Maya panik saat sadar bahwa ia tidak membawa payung.

Dengan langkah cepat, Maya berlari menuju toko ramen yang letaknya sekitar sepuluh meter dari tempatnya berdiri. Namun sebuah langkah menyajarinya, diiringi kembangan payung yang menaungi tubuhnya.

Saat Maya menoleh, ia tidak tahu spekulasi apa yang tepat untuk kehadiran Do Kyungsoo di sampingnya.

"Apa yang kau lakukan?", tanya Maya setengah berbisik saat mereka sudah sampai di depan toko ramen.

Kyungsoo meringis, "tumben sekali kau tidak mengatakan apa yang biasanya kau katakan."

"Huh?"

"Terimakasih, Do Kyungsoo," ujar Kyungsoo dengan nada berusaha dimirip-miripkan dengan suara Maya. "Mana kalimat itu? Apa sudah kau buang ke tempat sampah di sampingmu?"

Ditodong seperti itu, Maya terkekeh lalu mengucapkan terimakasih dengan kikuk. "Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Apa?"

"Apa yang kau lakukan di sini?", ulang Maya gemas. Sementara ia tidak tahu bahwa Kyungsoo tengah menyembunyikan tawa di balik topi hitam yang ia kenakan.

"Aku? Seperti yang kau lihat. Berdiri di sampingmu, melindungimu dengan payungku, menjawab pertanyaanmu."

Maya mendelik tajam ke arah Kyungsoo. "Kau tahu maksudku, Do Kyungsoo. Tidak aman berkeliaran sendirian seperti ini."

"Kau mengatakannya seolah-olah aku adalah orang gila yang lepas dari penjagaan rumah sakit jiwa," cebik Kyungsoo kesal dengan penuturan Maya.

Meski tidak bermaksud demikian, Maya tertawa mendengar gerutuan Kyungsoo.

Hujan masih deras, dan mereka masih berada dalam satu payung.

Pelan, Maya menggeser payung tersebut hingga hanya melindungi tubuh Kyungsoo. Lagipula, atap toko yang condong ke depan cukup sebagai perlindungan untuk Maya. Dan berduaan di bawah satu payung dengan pria bernama lengkap Do Kyungsoo itu sama sekali tidak memiliki efek yang baik bagi kesehatan jantung gadis itu.

"Memangnya ada apa?", tanya Maya pada akhirnya.

"Apa harus selalu seperti itu?", sahut suara dalam payung. Pelan, seperti berusaha agar tak terdengar orang lain -- karena itu menyangkut keselamatan nyawanya.

"Apa maksudmu?", tanya Maya bingung.

"Apakah harus selalu ada alasan jika aku ingin menemuimu?"

Allah adalah saksi pertama bagaimana Kyungsoo merasakan getaran berbeda saat berada dekat dengan Maya. Dan Dia pulalah saksi bagaimana Maya berkali-kali menahan sesuatu yang bergejolak dalam dadanya tiap kali netranya bertemu dengan tatapan sendu milik Kyungsoo.

Dan pertanyaan Kyungsoo barusan, menghadirkan kupu-kupu sekaligus peringatan dalam satu waktu, agar Maya lebih berhati-hati. Agar Maya semakin menjaga hati.

"Do Kyungsoo... aku tidak mengerti..."

"Belum saatnya kau untuk memahami ini, Maya." Kyungsoo menurunkan payungnya, hingga hanya tampak sebuah topi hitam yang sempurna menutupi wajahnya. "Karena aku sendiri juga belum sepenuhnya paham," lanjutnya.

"Aku pergi dulu. Jadwalku on air satu jam lagi. Annyeong!", lambaian tangan Kyungsoo mengiringi langkahnya yang semakin jauh ditelan jarak, menyisakan Maya yang mematung menahan sesak.

Sesaat, sebelum bayangan Kyungsoo benar-benar hilang di persimpangan, Maya berlari mengejar sosok itu. Sosok yang mulai berlari saat jarak di antara mereka tinggal beberapa meter lagi.

Kyungsoo menaiki sebuah mobil van hitam yang berhenti di sampingnya.

"Do Kyungsoo!", seru Maya yang mengundang perhatian beberapa pejalan kaki - yang untungnya tidak banyak karena hujan baru saja berhenti.

Kyungsoo melongokkan kepalanya keluar jendela. Menatap Maya yang berlari mengejar laju van yang berkali lipat lebih kencang darinya.

"Studio 1 KBS satu jam lagi!", seru Kyungsoo disertai lambaian tangan sebelum kepalanya kembali melesak ke dalam van.

Maya tersenyum. Telepati di antara mereka rupanya tidak berfungsi, karena bukan itu tujuan Maya mengejar Kyungsoo.

Tidakkah pria itu melihat ponselnya yang sedari tadi Maya acungkan? Kenapa malah memberi tahu jadwal tampilnya? Menggelikan.

Sekali lagi Maya tertawa. Tertawa atas kebodohan Do Kyungsoo yang tidak sadar perihal ponselnya yang entah bagaimana bisa terjatuh dan kekonyolan adegan yang baru saja terjadi di antara mereka.

"Do Kyungsoo, kita lihat apa saja yang bisa kau lakukan tanpa ponselmu," Maya berbalik, memasukkan ponsel berwarna hitam milk Kyungsoo ke dalam ransel, lalu bersenandung hingga langkahnya sampai di apartemen kecilnya.

AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang