<Delapan>

32 3 0
                                    

Sekarang aku mengerti, kenapa ia menawarkan tumpangan pulang tadi malam.

Itu karena ia meminta bantuan ku mencari gadis nya yang menghilang sebagai imbalannya.

"Mau nyari kemana, Ar. Dari tadi kita hanya muter-muter terus loh." aku angkat bicara yang dari tadi hanya duduk diam di samping nya.

Arga tak menjawab karna ia tengah sibuk nyetir.

Aku menepuk kuat pundak Arga hingga ia tersentak kaget. "Hoii, tujuan lo mau kemana? Kita gak bakal ketemu kalo muter-muter aja."

"Menurut info yang gue dapat, dia sering ada di sekitar sini."

"Kapan lo dapat info nya?"

"Kemarin."

"Lo udah nanya sama temen-temennya dia tentang keberadaannya?"

Ia terdiam sejenak. "Belum."

"Lah kenapa belum? Kalau mau nyari seseorang carilah dulu kawan terdekat nya."

"Ribet banget harus jumpain satu-satu."

"Lebih ribet lagi kalo kita nyari kayak gini yang belom jelas kepastian nya."

Arga menepikan mobilnya.

"Gue juga udah pernah nyuruh si Bondan buat nanyain dia ke teman-teman nya. Tapi mereka malah pada kabur."

"Ya iyalah kabur. Lo nyuruh Bondan buat nanyain si cewek ke temen nya. Lo sadar gak sih tampang nya Bondan tu kayak preman, ya wajar aja mereka takut." jelas ku pada nya.

"Kenapa enggak lo sendiri aja yang nanyain mereka?" sambung ku lagi.

"Gak ada waktu." jawabnya singkat.

"Yakin gak ada waktu?" tanya ku kurang yakin dengan jawabannya.

"Yahh.. Sebenarnya gue males aja kalo misal gue nanya ke mereka trus jawabannya gak sesuai kemauan gue."

Hahh.. Ini anak mau nya yang gampang mulu.

"Sekarang bawa gue ke rumah temennya dia." atur ku pada nya. "Biar gue yang nanyain langsung."

Ia menoleh ke arahku dengan cepat. "Serius lo?!"

"Muka gue ada tampang bohong? Udah cepetan! Gue juga mau kerja."

Tanpa menjawab, Arga langsung melakukan mobilnya ke arah yang di tuju.

Setelah itu ia memberhentikan mobilnya di depan rumah yang berpagar hitam.

"Lo ikut gue juga." paksa ku pada nya.

"Loh? Kan tadi lo bilang—"

"Iya, tapi lo juga harus dengar pembicaraan kita." aku langsung memotong pembicaraan Arga.

Tanpa banyak protes ia mengiyakan juga dan mengikuti ku sampai di depan pintu.

Tapi sebelum mengetuk pintu, aku menyuruh Arga ngumpet terlebih dahulu sampai aku memanggilnya keluar.

"Ribet amat, kayak mau maling rumah orang aja." ujar Arga berkomentar.

Tak peduli ucapannya aku segera mengetuk pintu.

Di ketukan yang ketiga kali keluar lah seorang perempuan paruh baya.

"Ada apa yang nak?"

"Intan nya ada buk?"

"Ada nak, tunggu sebentar ya." ibuk itu memanggil anak kecil yang lewat di sampingnya.

"Panggilkan kak Intan bentar, bilang ada yang nyariin." kata ibu tersebut ke anak kecil itu yang kemudian berlari ke arah lain.

"Ada perlu apa ya ketemu sama Intan?" tanya ibu itu.

Aduhh.. Aku mesti jawab apa ya? Kalo aku bilang yang sebenarnya trus ibu ini malah gak ngerti, bisa-bisa aku harus jelasin semua dari awal.

"Um.. Gini.. Saya mau.."

"Ada apa ma?" seorang gadis datang menghampiri ibu itu yang ku duga adalah Intan.

"Ini ada yang nyariin kamu, ah! mama harus balik lagi ke dapur." ibu itu pergi meninggalkan kami berdua.

"Kenalkan saya Keyra, ada yang mau saya tanyain sama kakak."

"Oh oke, silakan duduk dulu." kak Intan mempersilakan ku duduk di kursi teras.

"Mau nanyain apa? Sebelumnya lo kenal gue dari mana? Apa kita pernah ketemu?" kak Intan melontarkan beberapa pertanyaan.

"Um.. Jadi gini kak, saya temennya Arga."

Ia mengerutkan kening. "Arga? Kenapa dengan Arga? Di mana dia sekarang?" ia kembali melemparkan pertanyaan bertubi-tubi.

"Tunggu ya kak biar saya panggilkan Arga nya dulu." aku langsung beranjak pergi menuju tempat persembunyian Arga.

"Apa faedahnya gue sembunyi di sini kalo lo cuman ngomong itu aja sama Intan." Gerutu Arga saat aku menghampirinya.

"Udah, diem aja. Sekarang lo bisa ikut gue keluar."

Aku dan Arga kembali lagi ke tempat Intan berada. Ia segera bangkit dari duduknya saat melihat Arga mendekat.

"Gue kira lo gak balik-balik lagi ke indonesia." kata Intan ke Arga.

"Ada yang harus gue selesain di indonesia." jawab Arga.

"Jadi kalian ke sini ada perlu apa?"

Aku melirik sekilas ke arah Arga yang tampak enggan menjawab.

"Kami kesini mau nyari mantan pacar nya Arga."

"Masih pacar!" Arga menyahut cepat ucapan ku. "Lo tau kan di mana dia?"

Raut wajah kak Intan berubah kesal. "Mana gue tau dia di mana."

"Lho? Lo kak teman nya, masa teman sendiri gak tau dimana." gerutu Arga.

"Lo juga! Masa pacar sendiri gak tau dimana." sambung Kak Intan.

Kenapa kalian malah berdebat.

"Berhenti ngomongin dia di depan gue?! Gue gak pernah punya teman yang kayak dia?!" Kak Intan mendadak emosi.

"Maksud lo apaan?!" Arga juga ikutan emosi.

Aku yang berada di situasi bingung hanya bisa menahan Arga yang tengah emosi.

"Kalo elo mau nyari dia, jangan tanya ke gue. Karena.." raut wajah kak Intan mendadak berubah menjadi sedih.

"Dia udah berubah Ar, dia bukan lagi orang seperti kita kenal dulu." air mata menggenang di pelupuk mata di hapus cepat olehnya.

"Maksud lo?" tanya Arga bingung. "Dia berubah gimana?"

"Dia.. Dia.."

"Dia?" tanya Arga tak sabaran.

"Dia jual diri Ar."

Ucapan kak Intan melemah. Arga terdiam mematung seolah tak percaya apa yang telah di dengar nya tadi.

"Gak! Gak mungkin! Lo pasti bohong! Dia bukan orang yang seperti itu! Gue yakin!"

"Buat apa gue bohong Arga, gak ada gunanya juga buat gue."

"Lo pasti lagi coba jelek-jelekin teman lo sendiri ke gua biar gue gak nyari dia." tuduh Arga.

"Kok lo malah negative thinking ke gue? Gak ada gunanya juga gue bohong. Gue juga pertamanya gak percaya Ar! Tapi setelah gue liat buktinya, gue kecewa sama dia Ar." ucap kak Intan kian melemah.

"Mana buktinya?" ujar Arga cepat.

"Ni buktinya."

Kak Intan mengambil hpnya lalu memperlihatkan sebuah video pada Arga. Karna penasaran aku juga ikut melihatnya.

[TBC]

Tertanda

Yuranf

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stockhlom SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang