antara Dia dan Dia

388 24 2
                                    

Aku selalu berharap kau akan membalas tatapanku, namun hasilnya nihil. Kau tetap saja seperti Afkan yang biasanya. Dingin.

¤¤¤

Zayna Prov

Pagi ini begitu cerah, aku melirik jam tanganku yang masih menunjukkan pukul 08.00. Sekarang aku harus bersiap siap menuju kampus. Tak butuh waktu berjam-jam untukku berdandan karena aku bukan type wanita yang suka dandan.

Seperti biasa aku memakai bedak tabur my baby, mengoleskan sedikit liptin agar tak terlihat pucat, dan hari ini aku memakai khimar berwarna soft pink serasi dengan bajuku. Dua jam lagi memang aku ada kuliah, tapi aku lebih suka menunggu di kampus sambil mengulangi hafalanku dari pada berdiam diri di kamar.

Karena Semakin lama aku berada di rumah dan melihat kakak ku, maka aku semakin lelah menahan sesak di dada.

Dua tahun yang lalu, aku tamat dari pesantren al-hafidz. Dan dua tahun yang lalu juga aku terpuruk oleh cinta yang tak berperikemanusiaan ini. Dua tahun yang lalu adalah masa di mana aku di tempa sebegitu hebatnya.

Dari situ aku memulai perjalanan panjangku. Aku hijrah, aku sudah berusaha melupakannya, namun rasa ini sepertinya enggan pergi dariku. Oh, allah. Aku serahkan hati dan jiwaku padamu.

Namun Alhamdulillah sekarang aku sudah hafal 20 juz al-qur'an. Memang tidak mudah untukku menghafalnya, apa lagi mengingat bagaimana aku dulunya yang begitu nakal, dan kesalahan terbesarku waktu itu adalah berharap pada seorang pria yang membuatku lalai pada-Nya.

Dan disinilah aku saat ini, berada diantara ratusan maha siswa yang berkuliah di sebuah universitas dan Alhamdulillah lagi aku berhasil mendapatkan beasiswa kedokteran.

Gerbang kampus sudah di depan mata, dan di saat yang bersamaan mata ku juga menangkap sosok seorang pria.

Pria yang masih setia berada di dalam bait do'aku.

"Pria itu.. Duh.. Kenapa aku harus melihatnya sih." ujarku dalam sanubari. Kadang aku kesal dengan diriku sendiri. Kenapa harus kuliah di kampus ini, kenapa aku harus bertemu dan melihatnya setiap hari.

Mengingat namanya saja sudah cukup membuat ku frustasi, apa lagi melihatnya. Bisa bisa jantungku meloncat keluar dari tempatnya.

Aku harus segera sadar, sebentar lagi dia akan menikahi kakak ku, bukan aku. "Sadarlah Zayna." aku memukul kepalaku sendiri agar segera sadar.

Tapi tunggu dulu, sepertinya dia sedang di intai seorang pencuri.

"Astaghfirullah, copettt" teriak ku melihat pria itu kena copet.

Benarkan tebakan ku. Dia di copet. Zayna gitu lho. Ehh.

Beruntung aku bergerak cepat, jadi aku bisa menangkap maling yang lari terbirit-birit itu. Segerombolan maha siswa datang setelah melihat ku menangkap sang pencuri, lalu mereka membawanya ke pos satpam untuk di hakimi.

Sekarang, aku berada di depannya. Aku menoleh ke arahnya yang sedari menatap datar ke arah ku. Dia?, kenapa harus bertemu dengannya?. Duh. Hatiku berdetak seperti Gempa Bumi yang berkekuatan 9,8 skala richter.

Aku harus memberikan benda ini tapi bagaimana dengan tanganku yang saat ini gemetaran. Oh, allah. Bantu aku mengatasi kegugupan ini.

"ini punya kamu?" ujarku sambil menyodorkan tas kecil miliknya, yang aku ramal isinya adalah camera cdlr. Udah kaya dilan aja main ramal ramal an.

Assalamu'alaikum ZaynaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang