Bagian Enam
•••
Hari itu, aku kira pertemuan kita hanya sampai disitu, nyatanya takdir berkata lain.•••
Sungguh rasanya aku tidak percaya beliau yang aku hormati dan sudah aku anggap seperti Ayah sendiri melakukan hal menjijikkan ini kepadaku.
"Astaghfirullah, apa yang Bapak lakukan?!"
Pak Anton tertawa, sambil menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan."Sudahlah Ayas, jangan terlalu naif, satu hal yang harus kamu ketahui, saya menerima kamu bekerja disini karena saya tertarik pada kamu. Tapi selama ini kamu selalu menolak saya, memangnya apa kekurangan saya?!"
Mataku terbelalak saat kalimat itu keluar dari mulutnya,"Maksud Bapak apa berbicara seperti itu?!"
"Jangan sok jual mahal kamu, sebutkan saja berapa uang yang kamu mau, akan saya berikan!"
Serendah itukah harga diriku?
Semurah itukah, hingga bisa dinilai dengan uang?Tanpa menghiraukan Pak Anton, segera aku berlari kearah pintu, namun baru dua langkah tanganku kembali ditarik olehnya.
"Lepaskan Pak! Saya ingin keluar!" sambil menatap tajam wajahnya, aku menarik tanganku agar terlepas, namun gagal, tenaga Pak Anton jauh lebih besar dibandingkan aku.
Tubuhku dihempaskan olehnya, keningku terbentur dengan sangat keras ke lantai. Akibat benturan tersebut, kudapati darah yang mengalir dari keningku. Aku menjerit sekuat tenaga dan berteriak, berharap ada seseorang yang membantuku.
"Percuma, ruangan ini kedap suara Ayas, sayang."
Dia menarik kakiku dan merenggut hijab yang aku kenakan. Air mataku pecah, dan berkali-kali aku berusaha melawannya, namun yang kudapatkan adalah balasan berupa tamparan dan pukulan.
"Bapak saya mohon, jangan!" permohonanku tidak didengar olehnya.
Pak Anton menjambak rambutku, aku mengeluarkan semua tenagaku untuk melawannya, hal itu justru membuat Pak Anton kembali menamparku dengan cukup keras. Pandanganku kabur, namun sebelum menutup mata aku melihat seseorang yang menarik Pak Anton dan memukulnya. Entah apa yang terjadi selanjutnya, karena pandangan mataku tiba-tiba berubah menjadi gelap.
•••
Saat membuka mata, kepalaku terasa begitu pening, seluruh tubuhku rasanya sakit. Aku tidak tahu aku dimana, yang kulihat dominan berwarna putih dan aku mencium bau yang sangat menyengat.
"Kamu sudah sadar?" Aku menolehkan wajah, kearah sang pemilik suara.
Dia adalah pria yang sama, yang kutemui di hotel tadi. Entah kenapa saat mengingat hotel, pikiranku teringat pada kejadian yang baru saja kualami, dadaku sesak dan hatiku terasa sakit, air mataku kembali mengalir.
"Kamu baik-baik saja, sekarang kamu di rumah sakit," pria itu menjelaskan pertanyaan yang ingin aku ajukan.
Aku mengangguk lemah, ada sebagian hatiku yang merasa lega. Namun tetap saja air mataku tak mau berhenti.
"Ada yang sakit? Perlu saya panggil dokter?" Aku menggeleng.
"Tenanglah, anggap saja tadi itu mimpi buruk. Sekarang kamu sudah terbangun dari mimpi itu, jangan kembali diingat."
Aku tersenyum kearahnya.
"Terimakasih, sudah menolong saya," ucapku tulus. Aku bersyukur, Allah Maha Baik, mengirimkan seseorang yang menyelamatkan aku.
"Iya sama-sama, kamu tidak perlu khawatir. Tenangkan dirimu, sebentar lagi akan ada seorang suster yang akan menjagamu, jika butuh sesuatu katakan saja padanya.”
Aku memandangnya dengan tatapan bertanya. "Memangnya Bapak mau kemana?"
Dia tertawa saat aku bertanya demikian, "memangnya saya setua itu sampai dipanggil Bapak?"
Mungkin, tapi jika bukan Bapak, aku harus memanggilnya apa? Abang? Kakak? Atau Mas? Jika yang terakhir rasanya sangat menggelitik, memangnya dia suamiku?
"Perkenalkan nama saya Hafidz Assafiq. Kamu bisa memanggil saya Hafidz atau jika sungkan memanggil nama saja kamu bisa menambahkan Kakak. Karena sepertinya, umur kita tidak terpaut jauh."
Aku hanya tersenyum sambil mengangguk.
"Nama kamu Ayas?"
"Iya, Kak."
"Ayas, saya ada urusan sebentar, nanti saya akan kembali lagi. Saya permisi dulu, Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumussalam," jawabku. Hari itu, aku kira pertemuan kita hanya sampai disitu, nyatanya takdir berkata lain.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepenggal Kisah Hijrah (Selesai)
Short StoryCinta. Satu kata yang memiliki beribu makna. Kata orang, hidup tidak akan sempurna saat kita belum menemukan cinta. Kurasa mereka keliru, walau tidak sepenuhnya. Cnta tidak perlu kita cari, karena sudah hadir sejak kita lahir, yaitu rasa cinta yang...