Bagian Sembilan

39 4 0
                                    

Bagian Sembilan

•••

Saat perempuan jatuh cinta ada dua jalan yang bisa diambilnya. Jalan pertama, seperti Khadijah yang mengutarakan dan kedua menjadi Fatimah yang memilih diam.
-Ibu-

•••

Setelah menjalani 6 kali cuci darah Ibu dikatakan sembuh. Aku tak bisa menyembunyikan rasa bahagia, kupeluk Ibu dengan sangat erat. Sekarang Ibu bisa kembali kerumah dan menjalankan aktivitas seperti biasanya.

Semua ini berkat Kak Hafidz, dia menanggung semua biaya pengobatan Ibu. Saat aku hendak menolak, Kak Hafidz memaksa agar aku setuju, dia bilang aku bisa menggantinnya dengan gajiku.

"Alhamdulillah, Ibu bisa sembuh, Ayas seneng banget Ibu." Ibu membalas pelukanku sambil mencium kepalaku.

"Semua ini berkat kamu, terimakasih banyak sudah mau berjuang untuk Ibu. Maafkan ibu belum bisa menjadi Ibu yang baik,"

"Ibu jangan bicara seperti itu, bagi Ayas ibu adalah Ibu yang terbaik dari yang terbaik. Pokoknya Ayas sayang banget sama Ibu."

Sudah lama aku tak memeluk Ibu dengan erat seperti ini, rasanya aku sangat merindukan Ibu, sehingga enggan rasanya melepas pelukan Ibu. Karena hampir 3 bulan ini aku disibukkan dengan pekerjaan dan Ibu fokus dengan pengobatannya.

"Atasanmu itu baik sekali, sudah tampan, mapan, ditambah sepertinya dia sholeh."

"Ibu muji Kak Hafidz terus ih, suka yah?" Ibu tertawa mendengar aku mengatakan itu.

"Ada juga kamu kali yang suka sama dia?"

Blush. Pipiku memerah karena perkataan Ibu. Ibu ada benarnya juga, rasa nyaman bersama Kak Hafidz membuat aku menyukainya, dia itu hangat dan sangat perhatian pada semua orang, di usianya yang baru menginjak 25 tahun tapi sudah bisa membuat restoran sendiri, dia seorang pria pekerja keras.

Dan yang membuat aku jatuh cinta padanya, adalah saat aku mengetahui fakta bahwa dia adalah seoang penghapal Quran.

"Kamu tahu, saat perempuan jatuh cinta ada dua jalan yang bisa diambilnya. Jalan pertama, seperti Khadijah yang mengutarakan dan kedua menjadi Fatimah yang memilih diam. Apapun jalan yang kamu ambil, libatkanlah Allah dalam setiap urusanmu. Ibu hanya bisa berdoa yang terbaik untuk kamu, sedangkan yang menentukan semuanya hanya Allah."

Ibu merupakan penasihat terbaik, dan hal ini yang aku suka dari Ibu. Aku mengangguk dan mengeratkan pelukanku pada Ibu.

"Ayas sayang Ibu."

•••

Rencananya, hari ini Ima akan memberikan undangan pernikahannya yang akan digelar kurang lebih satu Minggu lagi. Dan aku menentukan tempat bertemu dengannya di Restoran tempatku bekerja karena hari ini aku juga ingin mengenalkan Ima pada Kak Hafidz.

Aku melambaikan tangan saat melihat Ima memasuki Restoran. Setelah melepaskan celemek aku berjalan kearah meja tempat Ima duduk.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam," jawab Ima.

Aku menduduki kursi yang di depan Ima. Dan mengulurkan tangan ke arahnya "Mana undangannya?"

"Eits, aku mau tahu dulu dong laki-laki yang sering kamu ceritakan, yang bisa membuat seorang Ayas mau belajar mengaji dan menggunakan pakaian syari. Aku ingin berterimakasih padanya dan sebagai hadiahnya aku ingin mengundang dia dihari pernikahanku."

"Ah Ima, nggak seru deh! Dia lagi keluar, sebentar lagi kayaknya datang,"

Seperti Ima yang merahasiakan nama calon imamnya begitu pun yang kulakukan padanya, aku merahasiakan nama pria yang membuat seluruh kehidupanku berubah.

"Mau pesan makan dulu sekalian nunggu dia? Aku juga masih harus kerja."

Ima menggeleng, "nggak usah, cepat sana kerja!"

"Siap! Tunggu sebentar yah, sepuluh menit lagi jam kerjaku selesai." Aku meninggalkan Ima dan kembali bekerja.

•••

Sepenggal Kisah Hijrah (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang