"Ryuka, tapi, aku—" Hana berkata kaku.
"Sudahlah Hana, kau tidak perlu takut. Ibuku sedang tidak ada di rumah. Lagipula, aku sendiri. Tidak ada siapapun di rumah ini. Apa kau tega membiarkan temanmu ini sendiri?"
Hana mengeleng, padahal tentu saja Ryuka tidak akan melihatnya.
Hana sudah menceritakan semuanya pada Ryuka tentang yang terjadi malam itu. Tapi Ryuka hanya bilang itu wajar, ibunya marah karena ia pulang malam namun amarah itu malah terlempar ke orang yang salah. Itu sudah sering terjadi. Tetapi biar bagaimanapun Hana merasa tidak enak dengan keluarga Kozuka.
Hana mengubah posisi berbaringnya, menatap langit-langit kamar sambil terus mendengarkan Ryuka berbicara.
"Aku tidak mau tahu. Pokoknya kalian harus menginap di rumahku besok! Aku takut sendiri disini. Aku mohon, Hana-ah," suara Ryuka terdengar memelas.
Hana menghela napas. "Um... Baiklah-baiklah. Kau senang sekarang?"
Ryuka memekik gembira. Membuat Hana harus menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga.
"Arigato, Hana. Aku sangat senang. Baiklah, aku akan memberitahu Hyuna. See you, Hana. Saranghae!"
Yah, begitulah Ryuka. Terkadang, tanpa Ryuka sadari, ia berbicara tiga bahasa sekaligus, membuat lawan bicaranya kebingungan.
"Yeah." Hana memutuskan telepon terlebih dulu. Hana mengusap wajahnya. Ia memejamkan mata dan menibannya dengan lengan kiri sedangkan tangan kanannya tergeletak sambil memegang ponsel disebelah telinga. Setelah beberapa menit terdiam, menunggu kantuk menjemput tapi urung. Ia tidak bisa tidur. Ia terbangun, melirik ponsel ditangannya.
Pukul 11 malam.
Hana menghela napas untuk kesekian kalinya. Hana bergeser, duduk ditepian ranjang. Ia beranjak berdiri, naruh ponselnya diatas nakas sambil berlalu.
Tanpa sengaja, tangan Hana menabrak botol minum di atas nakas. Botol itu terjatuh lalu menggelinding ke kolong tempat tidur. Untung saja botol itu tertutup, jadi air didalamnya tidak tumpah.
Hana menghela napas kesal. Sepertinya hari ini ia lebih sering menghela napas.
Ia menunduk masuk kedalam kolong tempat tidurnya yang berdebu, mencari-cari botolnya.
Itu dia!
Hana menemukannya. Letaknya ditengah. Botol berhenti menggelinding karena sebuah kotak berwana biru menghalanginya. Ia sedikit memiringkan kepala.
Kotak apa itu?
Hana masuk lebih dalam. Ia keluar membawa botol beserta kotak biru misterius itu. Hana menepuk baju dan tangannya yang kotor dengan debu, membersihkan botol itu lalu diletakan kembali ke tempatnya semula.
Kotak berukuran sedang itu tidak berat. Tutup atasnya berdebu, menandakan kotak itu memang tidak tersentuh sejak berada di sana.
Hana tidak ingat sama sekali kotak misterius ini. Daya ingatnya memang buruk. Hana sudah tinggal di apartemen ini sekitar 3 tahun lebih namun ia tidak pernah merasa mempunyai kotak ini.
Dengan ragu Hana membuka penutup kotak itu. Ia membeku beberapa saat melihat isinya.
Didalamnya terdapat dua buku. Satu buku dengan sampul kulit coklat dan kunci magnet, seperti buku diary. Satu lagi buku lebar dengan sampul bergambar note balok. Tidak hanya itu, ada beberapa lembar polaroid dan satu kotak kayu kecil.
Sekarang Hana ingat. Kotak ini sengaja ia letakkan bawah sana saat pertama kali tinggal di apartemen ini.
Dengan tangan bergetar Hana membuka kotak kayu. Kotak itu terlihat seperti kotak untuk cincin. Setelah dibuka ternyata isinya bukanlah cincin, melainkan gelang coklat dengan bandul kayu dan secarik surat. Bentuk gelang itu lebih mirip tali sepatu tetapi dengan bahan yang berbeda.
Hana menatap nanar isi kotak itu. Isi kepalanya kini diisi dengan semua memori yang dengan bodohnya hampir saja ia lupakan. Hana mengambil surat kecil itu, menaruh kotak kayu disampingnya.
Don't forget me, I still your best friends. ~Alice
Cairan bening meluncur begitu saja tanpa aba-aba.
Hana cepat-cepat menyeka air matanya, menaruh surat itu kembali lalu mengeluarkan gelang dengan bandul kayu kecil didua sisinya. Gelang coklat itu kini bertengger manis di pergelangan tangan kirinya.
Hana tidak akan membuka buku dengan sampul coklat terlebih dahulu. Ia tahu apa isinya, dan ia yakin tulisan didalamnya mampu membuat air matanya bercucuran deras. Hana tidak ingin menangis. Tidak malam ini.
Ia membuka buku bergambar note balok, melihat-lihat isinya. Hana berdiri, masih memegang buku itu. Ia berjalan keluar kamar, memasuki ruangan lain yang berada tepat didepan kamarnya.
Hana menutup pintu ruangan yang bertuliskan 'Crystal Studio' itu. Hana memang memiliki studio pribadi di apartemennya.
Dulunya apartemen ini memiliki dua kamar, tapi karena Hana tinggal sendiri, jadi ia menyulap kamar satunya menjadi studio. Hana memang senang membuat musik. Begitulah cara ia bertahan hidup di negeri ginseng ini.
Hana berjalan mendekati sebuah piano coklat dipinggir ruangan. Ia sudah melihat-lihat buku bergambar note balok itu. Hampir semua isinya ia yang tulis sendiri. Namun, entah kenapa ia bisa melupakannya begitu saja.
Hana duduk di bangku persegi panjang didepan piano. Ia sudah menentukan lagu yang akan ia mainkan. Lagu itu Hana buat bersama teman lamanya. Lagu tentang perpisahan.
Hana menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Ini sangat sulit bagi Hana. Ini terasa sangat berat. Hana menekan tuts piano sesuai yang tertulis di buku. Ia tidak peduli jika orang lain akan terganggu dengan suara piano. Ia tidak peduli jika sekarang sudah sangat larut. Ia tidak peduli.
Memori masa lalunya kini merambat masuk bersama melodi. Memori tentang masa lalu yang hampir terhapus kini tertancap kuat dikepala. Hana benci mengingatnya, tapi itulah dia. Hana tak akan mampu mengubahnya, memori itu sudah menjadi bagian dari jiwanya.
Nada-nada menyayat hati terlantun ngilu membuat siapapun terharu. Hana memejamkan mata, membiarkan alunan musik membawanya. Jemari Hana menari indah diatas piano. Tangannya tidak bisa dikendalikan lagi. Cairan bening meluncur deras, tumpah membasahi tangan dan tuts piano. Hana tidak peduli. Ia akan menyelesaikan lagu ini meskipun berakhir dengan pedih.
---
"Semua yang tergores telah menjadi jiwaku." ~Hana.
***
Jangan lupa vomment ya...
See you next chapter^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Secret
FanfictionAku adalah gudang rahasia mereka. Aku adalah pendengar yang baik. Mereka memberi tahuku dengan suka rela dan aku akan merahasiakannya. Mereka adalah sahabatku. Dua gadis dengan rahasianya sendiri. Gadis Korea itu bernama Byun Hyuna. Gadis berhati ha...