Waktu menunjukan pukul 12 malam. Hana sudah terlelap di ranjangnya yang hangat. Hana tidak melakukan apa-apa hari ini. Namun entah kenapa rasanya ia ingin tidur seharian penuh. Hana juga tidak tahu apa yang terjadi dengan tubuhnya. Ia bahkan sudah terlelap saat pukul 7 malam. Ini tidak biasa terjadi. Biasanya Hana mulai merasa mengantuk saat hampir menjelang tengah malam, atau bahkan ia tidak tidur 2 sampai 3 malam penuh.
Ponsel Hana berdering. Suaranya membuat Hana terbangun. Matanya menyipit dan tangan yang mulai meraba-raba atas nakas. Hana tidak langsung mengangkat telepon itu. Hana menatap layar ponsel sebentar lalu menekan tombol merah dan menjatuhkan ponsel sekaligus tangannya di samping kepala. Orang yang meneleponnya tengah malam buta itu mungkin saja hanya iseng. Hana kembali menutup matanya. Baru saja Hana menutup mata ponselnya kini berbunyi lagi. Dering suaranya tepat menusuk telinga Hana mengingat jarak telinga dan ponsel sangat dekat. Hana mengeram marah. Hana mengangkat ponselnya. Lagi-lagi layar ponsel bertuliskan 'Jangan diangkat!'. Hana menaruh ponsel itu menjauh dari telinganya lalu menutupi ponsel dengan bantal agar suaranya terredam. Hana menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ponsel itu seperti tidak mau berhenti berbunyi. Hana sudah tidak sabar. Hana bangun dari posisi berbaringnya dengan penuh amarah. Ia langsung menyambar ponselnya.
"Ryuka, hentikan! Aku mengantuk." Hana berniat memutus sambungan telepon sepihak, namun geraknya terhenti kala mendengar suara berbisik dari seberang.
"Hana, aku di depan pintu apartemenmu."
"Apa? Sedang apa kau disana?"
"Sudahlah, jangan banyak bicara. Bukakan saja pintunya. Cepat!" desak Ryuka.
Hana memutar bola matanya. Kantuknya langsung menghilang seketika. Hana turun dari ranjangnya, keluar membukakan pintu.
"Ryuka-ya, ini sudah malam. Seharusnya kau pulang dan tidur. Jika ibumu tahu, bukan hanya kamu yang kena omelannya tapi aku juga."
"Iya, iya. Aku tahu ini sudah malam. Itulah kenapa aku pergi ke rumahmu. Bukakan saja pintunya, cepat, di luar sini sangat menakutkan."
"Bersabarlah. Aku sedang membukanya." Hana memutuskan telepon. Ia memasukan ponselnya dalam saku piyama lalu membukakan pintu untuk Ryuka.
Tubuh Ryuka keluar dari balik pintu. Ryuka memakai mantel krem berbulu beserta tas ransel di punggungnya. Ryuka cepat-cepat masuk kedalam dan membanting pintu.
Hana memandang Ryuka aneh. Ryuka seperti baru saja berlari maraton. Keringat bercucuran di seluruh tubuh Ryuka padahal di luar dingin.
Ryuka balas memandang Hana dengan sedikit mendongak. Ia menatap Hana lamat-lamat. "Kau tidak akan percaya dengan apa yang ku alami tadi."
"Memang tidak," kata Hana datar lalu berbalik, meninggalkan Ryuka yang masih berdiri di depan pintu.
"Ya! Hana, tunggu!" Ryuka bergegas membuka sepatunya lalu mengejar Hana. Ia berlari menghalangi Hana. "Kau tahu, Hana-ah? Gedung ini berhantu," Ryuka berbisik.
"Ryuka itu hanya imajinasimu saja. Hantu itu tidak ada." Hana melanjutkan langkahnya.
Ryuka tidak menyerah. Ia terus bicara sambil berjalan mundur. "Aku tidak berbohong. Tempat ini menyeramkan. Kau tidak akan percaya sebelum merasakannya secara langsung."
Hana tiba-tiba berhenti yang juga membuat Ryuka berhenti berjalan mundur.
"Hana, aku serius, tadi saat aku baru saja keluar dari lift, aku merasa aneh. Bulu kudukku berdiri. Aku mulai ketakutan, apalagi ini tengah malam. Saat aku berjalan di koridor itu, entah bagaimana angin menerpa dari belakang. Itu tidak masuk akal, bukan? Darimana asal angin itu. Gedung ini rapat, tidak mungkin angin masuk. Aku sudah sangat takut tapi aku mencoba bersikap biasa. Lalu... Ini adalah bagian paling menyeramkan. Kau tahu apa itu?" Ryuka menatap Hana lamat-lamat. Semburat takut terlihat jelas diwajahnya, tetapi lawan bicaranya hanya memandang datar. Ryuka maju selangkah lebih dekat pada Hana. Ryuka berbisik, "Aku mendengar suara anak kecil. Dan dia tertawa. Tawa yang mengerikan." Ryuka menunduk, mencari kata yang tepat. "Tapi, aku merasa.... maksudku, tawa itu terdengar seperti.... bercampur dengan...." Ryuka menatap Hana lagi. Manik hitam mata Ryuka bertemu iris biru mata Hana. "Kesedihan," lanjut Ryuka bersimpati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Secret
FanficAku adalah gudang rahasia mereka. Aku adalah pendengar yang baik. Mereka memberi tahuku dengan suka rela dan aku akan merahasiakannya. Mereka adalah sahabatku. Dua gadis dengan rahasianya sendiri. Gadis Korea itu bernama Byun Hyuna. Gadis berhati ha...