Part 15 : Lie

7.6K 1K 92
                                    

Setidaknya ada tiga ekor burung merpati yang hinggap dibalkon. Selalu datang setiap pagi dan sore meminta jatah makanan dari sang wanita yang kini berjongkok dan menyebarkan pakan burung digenggamannya. Merpati tahu siapa yang menyayanginya, mereka mendekati Seonna dan memiringkan kepalanya.

Seonna tersenyum, mengusap puncak kepala burung yang berdiri didekatnya. Kembali mengingat puluhan burung gereja di apartementnya dahulu. Sangat rindu, tapi tak mungkin bisa menginjakan kakinya kembali disana.

"Mereka mengotori lantainya. Sebaiknya berhenti memberi makan. Semakin hari, semakin banyak yang datang."

Seonna mendangak, melihat Jimin bersandar di pintu. Pria itu sudah siap untuk berangkat kerja. Namun ketika dirinya tak menemukan sosok yang setiap pagi selalu memasangkan dasi di lehernya akhirnya memutuskan untuk ke balkon kamar wanita itu.

"Nanti aku akan membersihkannya." Seonna berdiri, mengambil dasi yang menggantung tak terikat di bahu Jimin.

"Di Youtube banyak video cara memakai dasi. Sejak dulu tak bisa pakai dasi, kau pikir dirimu anak tk?" Gumam Seonna sembari memasangkan dasi di leher Jimin. Sedikit kesal karena Jimin tetap tak bisa memasang dasinya meskipun sudah diajarkan berulang kali namun Seonna tetap telaten memasangkan dasi Jimin. Memberinya sebuah ikatan serapi mungkin.

"Aku sudah membeli apartement." Ucap Jimin begitu dasinya sudah terlihat sempurna di lehernya. Memang nanti ia akan mengganti pakaiannya dengan piyama namun tetap saja Jimin begitu memperhatikan penampilannya. Ia akan datang ke tempat kerjanya dengan rapi, layaknya pekerja pada umumnya.

"Wah, uangmu sudah banyak." Seonna berjinjit, merapikan rambut Jimin dengan jemarinya, "Kapan pindah darisini?"

Jimin tertawa, "Kau memang ingin aku pergi darisini ya?"

"Apartemen ini bukan milikku, aku merasa tak enak pada pemiliknya. Memang dimana kau membeli apartemen? Jangan terlalu jauh dariku. Nanti kalau aku melahirkan tak ada teman."

Jimin, pria yang begitu asing ditelinga semua orang namun begitu dikenal Seonna. Kehadirannya menambah kekuatan batin Seonna yang sempat turun beberapa minggu yang lalu. Tidak seperti Ann dan Theo yang selalu menghabiskan waktu bersama, Seonna dan Jimin jarang bertatap wajah karena harus bekerja untuk kebutuhan dan keinginan masing-masing. Mereka hanya bertemu ketika pagi hari dan malam saat makan malam.

Tetapi tetap saja, bagi Seonna dukungan Jimin yang terpenting untuknya. Tak peduli jarang bertatap wajah ataupun kadang seharian tak mengobrol sama sekali meskipun tinggal satu atap, yang penting Jimin ada didekatnya. Itu sudah membuatnya nyaman. Sangat nyaman.

"Tidak jauh."

"Lalu?"

"Disebelah apartemenmu."

"Eh? Dekat sekali! Kenapa tak menyewa yang sedikit jauh? Aku bosan menatap wajahmu setiap hari." Seonna teringat pada Hoseok, dimana temannya yang menjadi bandar narkoba itu pernah membeli apartemen disebelah apartemennya dulu.

"Tadi menyuruhku jangan jauh-jauh. Kau sinting ya?"

"Maksudku jangan disebelah juga!"

"Tenanglah, aku tak akan merepotkan. Tak akan seperti Hoseok Hyung yang mengetuk pintu malam-malam untuk meminta bantuan menidurkan adiknya."

Seonna memutar bola matanya mengingat betapa bodohnya dia saat itu. Malam-malam Hoseok mengetuk pintunya dan berkali-kali menelponnya sampai ia terpaksa membuka matanya.

"Hei kenapa kau mengetuk pintuku malam-malam keparat!" Teriak Ann di depan Hoseok yang terlihat aneh.

"Permisi," Hoseok masuk ke dalam apartement Ann tanpa izin wanita itu. Ia segera duduk dan membuka celananya.

SEORSUM [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang