24. Once Again?

603 149 150
                                    

Ini siang yang indah.

Sinar matahari yang tidak terlalu terik menembus jendela rumah sakit, membuat segalanya jadi berwarna kuning keemasan. Seekor burung merpati terbang melintas, mengepakkan sayapnya dengan begitu cantik, seolah hendak menembus langit

Sejeong tersenyum, teringat salah satu fakta tentang burung itu; dimana pun, sejauh apapun, merpati akan selalu menemukan jalan untuk pulang.

Gadis itu sedang duduk di ranjangnya sekarang, dengan kaki terbungkus selimut yang melindunginya dari hembusan pendingin ruangan. Ia terlalu gelisah untuk tidur, dan terlalu malas untuk menonton TV. Jadi dia hanya diam menunggu一sesuatu yang sangat menyebalkan baginya

Jam berdetik pelan, menjadi penanda berlalunya waktu yang terasa sangat lambat. Sejeong mengambil secangkir teh yang disediakan perawat, meninumnya sedikit. Lumayan, tapi teh ini tidak membantu meredakan kekhawatirannya.

Aroma khas dari teh yang masih hangat membuatnya memejamkan mata sejenak. Ia berusaha tenang, mencoba tidak panik. Sudah lebih dari 1 jam berlalu, memangnya kenapa? Doyoung akan datang sebentar lagi. Bersama Renjun

Walaupun jarang bersikap serius, pacarnya itu tidak pernah mengecewakannya. Doyoung cerdas. Doyoung adalah agen yang hebat. Dia bahkan pernah bercanda bahwa dirinya adalah super human. Menjemput Renjun pasti bukan hal yang sulit baginya, jadi seharusnya Sejeong tidak perlu khawatir.

Tapi tetap saja ia khawatir.

Berbagai pikiran buruk terus berputar-putar di kepalanya, seperti, bagaimana kalau mereka dilukai oleh penjaga lab terkutuk itu? Bagaimana kalau mereka ditahan dan tak bisa keluar? Bagaimana kalau kendaraan Doyoung bermasalah dan baru bisa kembali nanti malam?

Sejeong menggeleng. Rasanya ia takkan sanggup menunggu selama itu. Setengah melamun, ia diam membayangkan hari-hari indah di masa lalu.

Kehidupannya dulu memang tidak sempurna, tapi ia bahagia.

Sejeong ingat, dia dan Renjun sering pergi ke pantai, untuk berenang atau sekedar melihat pemandangan matahari terbenam. Terkadang mereka akan membangun istana pasir bersama, yang biasanya berujung dengan saling melempar kepiting atau ikan mati yang mereka temukan.

Setiap selesai makan malam, keduanya kompak berlari ke ruang duduk, lalu berebut remote dengan gaya pegulat, dan baru berhenti ketika ibu mereka berteriak, "Sejeong, Renjun, hentikan! Jangan bertengkar!"

Kalau sudah begitu, mereka akan duduk tenang di sofa supaya tidak dimarahi, tapi kemudian melanjutkannya dengan adu mulut.

Sejeong biasa mengejek adiknya dengan sebutan 'pendek', karena memang dia lebih pendek dari anak-anak seumurannya, dan一dengan ekspresi lucu一Renjun akan balas berkata, "Tunggu saja beberapa tahun lagi, aku pasti akan tumbuh sampai 2 meter!"

Sang kakak tertawa kecil. Dia penasaran, sudah setinggi apa Renjun sekarang? Apakah Renjun masih hobi menggambar? Masih menyukai Moomin si kuda nil putih?

Ah, ada banyak sekali pertanyaan,

yang akan segera terjawab.

Sejeong sudah tidak sabar.

Terpikir olehnya untuk membuka pintu, agar ia bisa langsung melihat Renjun begitu datang, tapi urung karena perutnya terasa sakit. Lukanya tidak parah, tapi tetap saja menyakitkan.

Lebih baik duduk tenang saja, santai. Waktu tidak akan berjalan lebih cepat hanya karena ia melirik jam tiap一

Terdengar suara langkah kaki di luar sana.

Sejeong duduk lebih tegak. Apakah itu mereka?

Bukan. Langkah-langkah kaki itu terus berjalan melewati kamarnya.

Vogel Im Käfig ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang